BANJARMASIN, BANGSAONLINE.com – Sidang kasus suap izin usaha tambang yang diduga melibatkan eks Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming, kembali digelar. Kali ini Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN), Christian Soetio, secara terbuka mengungkapkan aliran dana kasus suap izin usaha tambang itu kepada Mardani H Maming yang kini menjabat Bendara Umum PBNU.
Tak tanggung-tanggung. Uang haram itu sebesar Rp 89 miliar.
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya
Seperti dilansir Tempo.co, Christian mengungkapkan itu dalam sidang dengan terdakwa Mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi Sutopo, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Jumat, 13 Mei 2022.
Christian menjadi saksi dalam sidang tersebut bersama Manajer Operasional PT Borneo Mandiri Prima Energi (BMPE), Suryani; dan pegawai PT PCN, Muhammad Khabib. Christian menduduki posisi Dirut PT PCN menggantikan posisi kakak kandungnya Henry Soetio yang telah meninggal dunia pada Juni 2021.
Dalam sidang tersebut, Christian mengetahui adanya aliran dana kepada Mardani melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP). PT PAR dan TSP bekerja sama PT PCN dalam hal pengelolaan pelabuhan batu bara dengan PT Angsana Terminal Utama (ATU).
Baca Juga: Ba'alawi dan Habib Luthfi Jangan Dijadikan Pengurus NU, Ini Alasan Prof Kiai Imam Ghazali
Mardani yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Kalimantan Selatan disebut sebagai pemilik saham PAR dan TSP.
Keterangan Christian itu menjadi perhatian dari Anggota Hakim Tipikor Ahmad Gawi.
“Saksi tadi menyampaikan bahwa dana yang mengalir ke Mardani totalnya berapa?,” tanya Ahmad Christian.
Baca Juga: Tembakan Gus Yahya pada Cak Imin Mengenai Ruang Kosong
“Ratusan miliar yang mulia. Mohon maaf yang mulia, transfer ke Mardani, tapi transfernya ke PT PAR dan PT TSP,” kata Christian.
(Mardani Maming saat menghadiri sidang Pengadilan Tipikor Kalimantan Selatan, Senin (25/4/2022). Foto: beritasatu.com)
Baca Juga: Respons Hotib Marzuki soal Polemik PKB-PBNU
Ia menyatakan mengetahui aliran dana itu karena pernah membaca pesan WhatsApp dari Henry Soetio yang ditujukan kepada Resi, pegawai bagian keuangan PT PCN. Resi diperintahkan mentransfer duit ke Mardani H Maming lewat PT PAR dan TSP.
“Ada berapa kali perintah itu?”lanjut Ahmad Gawi.
“Yang saya tahu di WA berkali-kali yang mulia,” jawab Christian.
Baca Juga: Prof Kiai Imam Ghazali: Klaim Habib Luthfi tentang Kakeknya Pendiri NU Menyesatkan
“Berapa totalnya?” tanya Ahmad Gawi.
“Total yang sesuai TSP dan PAR itu nilainya Rp 89 miliar yang mulia,” ucap Christian Soetio mengutip laporan keuangan PT PCN yang dia baca di persidangan.
“Jadi total Rp 89 miliar untuk TSP dan PAR?” tanya Ahmad Gawi.
Baca Juga: PBNU Lantik 669 Pengurus Anak Ranting PCNU Situbondo Berbasis Masjid
“Betul yang mulia,” jawab Christian Seotio.
“Itu sejak tahun?” lanjut Gawi.
“2014 yang mulia, sampai 2020. TSP dan PAR masuk Grupnya 69. Yang saya ketahui, yang saya dengar, punyanya Mardani,” ucap Christian Soetio.
Baca Juga: Ansor Tuban Kecam Demo di Kantor PBNU
"Memang tidak langsung ke Mardani dari Resi itu?" tanya Ahmad Gawi.
"Siap yang mulia," ucap Christian.
Christian pun menyatakan pernah mendengar dari Henry Soetio bahwa kakaknya hendak diperkenalkan kepada terdakwa Dwidjono Putrohadi oleh Mardani H Maming. Kabar ini Christian terima lewat sambungan telepon.
Baca Juga: Dua Gus Sumber Kekacauan NU, Mewujud dalam Konflik PBNU-PKB
(Mardani Maming. Foto: Dok. Hipmi)
Dia juga mengaku sempat mendengar soal hutang piutang antara Henry Setio dan terdakwa Dwidjono. Christian turut menunjukkan selembar bukti ikatan hutang piutan antara Henry Soetio dan Dwidjono Putrohadi kepada majelis hakim.
Kuasa hukum terdakwa Dwidjono, Lucky Omega Hassan, berkata kesaksian tiga orang itu untuk meringankan Dwidjono yang sudah berniat jadi justice collaborator. Menurut Lucky, kesaksian Christian menguatkan keterlibatan Mardani H Maming dalam konteks peralihan IUP. Sebab, kata Lucky, ada aliran dana yang diterima oleh perusahaan-perusahaan afiliasi milik keluarga dari Mardani H Maming atau Grup Batulicin 69.
“2015 dia (Christian Seotio) mendengar sendiri percakapan dengan Mardani untuk setoran. Dari 2015 yang ketahuan, sedang itu berakhir sampai 2020. Total yang sudah dikeluarkan untuk bahasanya dalam persidangan tadi, jatah ya.Yang dikeluarkan sendiri sudah Rp 89 miliar ditujukan kepada perusahaan afiliasi Grup 69, PT PAR dan PT TSP,” kata Lucky Omega Hassan.
Lucky berharap kesaksian Christian Soetio bisa ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Karena ada dugaan aliran dana yang sifatnya tidak langsung, tapi ada afiliasi melalui perusahaan-perusahaan Grup 69 itu,” tutup Lucky Omega Hassan.
Kasus korupsi ini berawal dari peralihan izin usaha tambang dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) kepada PT PCN pada 2011, saat Mardani masih menjadi Bupati Tanah Bumbu. Hal itu dinilai melanggar peraturan karena izin usaha tambang tak diperbolehkan untuk dialihkan.
Kejaksaan Agung yang menangani kasus ini menjadikan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo sebagai tersangka. Menurut kejaksaan, Dwidjono menerima uang sebesar Rp 10 miliar dari PT PCN. Padahal, menurut pengacara Dwidjono, Isnaldi, uang tersebut sebagai piutang yang sudah diselesaikan urusannya.
Pengacara Dwidjono justru menuding Mardani H Maming yang menerima aliran dana dari PT PCN. Dalam suratnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Isnaldi, membeberkan peran Mardani dan aliran dananya.
Menurut Isnaldi, Mardani yang merupakan politikus PDI Perjuangan memperkenalkan kliennya dengan Henry Soetio. Saat itu, Mardani disebut meminta Dwidjono untuk mengurus dan menyelesaikan proses pengalihan IUP tersebut. Proses pengalihan tersebut pun berakhir dengan keluarnya surat keputusan yang ditandatangani oleh Mardani H Maming.
Bagaimana tanggapan Mardani H Maming? Ia membantah ikut bertanggung jawab dalam kasus suap tersebut. Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) itu menyatakan menandatangani SK tersebut karena sudah menganggap prosesnya tak cacat hukum setelah diperiksa oleh Dwidjono dan bawahannya yang lain.
“Baru dibawa kepada saya berupa SK, dan surat rekomendasi pernyataan bahwa ini sudah sesuai aturan yang berlaku. Diparaf kabag hukum, bisa asisten dan sekda. Seandainya tidak sesuai aturan, harusnya proses itu tidak sampai ke meja saya,” kata Mardani H Maming.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News