MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Rangkaian kegiatan Pra Kongres III Pergunu dimeriahkan pengajian akbar bersama Gus Miftah Maulana, Kamis (26/5/2022) malam. Dalam tausiahnya, dai kondang yang gemar mengajak artis ibu kota bersalawat itu mengingatkan masyarakat untuk tidak melupakan jasa guru, sesuai dengan tema Kongres Pergunu kali ini, yaitu ‘Guru Mulia, Membangun Peradaban Dunia’.
Gus Miftah menyayangkan akhlak murid yang menyia-nyiakan guru. “Sayyidina Ali mengatakan ‘saya siap dianggap budak bagi siapa pun yang mengajarkan saya walaupun cuma satu huruf’. Saiki karo guru sewenang-wenang, minimal karo guru ta’dziman wa takriman wa mahabbatan. Hormat, cinta, dan muliakan,” ujarnya saat memberi analogi.
Baca Juga: Tak Ada Data, Keluarga Kiai Besari Minta Gus Miftah Tak Ngaku-Ngaku Keturunan Kiai Besari
Pria yang khas dengan kacamata hitam itu juga mengingatkan masyarakat untuk memilih guru yang benar. Ia prihatin karena menurutnya saat ini banyak masyarakat yang salah guru. Apalagi, masyarakat cenderung menelan mentah-mentah pengajian dari guru yang tidak jelas asal-usulnya. Sehingga berdampak pada kebencian, intoleran, dan mudah mengkafirkan orang lain.
“Hari ini banyak orang salah ideologinya, salah agamanya, salahnya dari mana? Berawal dari salah pilih pengajian dan salah pilih guru,” tuturnya.
Karena itu, Gus Miftah berpesan kepada hadirin agar berhati-hati dalam memilih guru untuk belajar agama. Jika tidak mengetahui akan pemecahan persoalan, maka jangan mudah menyerap mentah-mentah segala informasi dari luar.
Baca Juga: Dapat Ucapan Selamat, Ustadz Adi Hidayat Bantah Gantikan Gus Miftah Jadi Stafsus Presiden
“Bertanyalah kepada ahli dzikir ketika kamu tidak mengetahui sebuah persoalan, seperti contohnya di Mojokerto ada guru seperti Pak KH. Asep Saifudin Chalim,” kata Gus Miftah.
Menurut dia, salah memilih guru dapat menyebabkan seseorang cenderung intoleransi, sehingga mudah mengkafirkan orang lain.
“Maka saya bilang orang yang salah pergaulan itu lebih gampang dinasihati daripada orang yang salah pilih pengajian,” imbuhnya.
Baca Juga: Gus Miftah, Penjual Es, Kemarahan Netizen dan Hadits Rasulullah
Sebab, lanjut pria asal Yogyakarta ini, dampak terbesar yang terjadi akibat salah memilih guru adalah tidak mampunya menerima perbedaan dan merasa paling benar. Sehingga, yang tidak segolongan dan tidak sepemikiran dianggap kafir.
“Banyak orang makan tahu tempe, tapi lupa tahu diri. Tahu tempe itu makanan enak untuk hidup yang sehat, sedangkan tahu diri cara sehat untuk hidup yang enak. Maka tahu tempe is good, tahu diri is better,” paparnya disambut gelak tawa dan tepuk tangan hadirin. (mar/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News