MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Institut KH. Abdul Chalim (IKHAC) menggelar konferensi internasional yang menghadirkan narasumber dari berbagai negara. Acara yang dikemas dalam International Conference on Resarch and Community Service (ICORcs) dengan tema 'Strengthening Islamic Humanism in the Context of Society' itu digelar di Kampus IKHAC, Sabtu-Minggu (25-26/6/2022).
Dalam sambutannya saat membuka konferensi, Pengasuh Ponpes Amanatul Ummah Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim menyatakan kegiatan ini merupakan ajang untuk memberikan sumbangsih pemikiran humanisme dalam keberagaman Islam.
Baca Juga: Imam Suyono Terpilih Jadi Ketua KONI Kabupaten Mojokerto Periode 2024-2029
Selain itu, konferensi internasional (ICORcs) tersebut juga menjadi upaya untuk memperbanyak doktor di Indonesia. Karena konferensi juga memfasilitasi para mahasiswa untuk merevisi makalah-makalah sebelum dijadikan jurnal Scopus. Sehingga, dapat meningkatkan akreditasi kampus.
"Setidaknya sudah ada 155 makalah yang harus segera direvisi dan kemudian dijadikan jurnal-jurnal Scopus," ujar Kiai Asep.
(Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim. Foto: REVOL AFKAR/ BANGSAONLINE.com)
Baca Juga: Doakan Kelancaran Tugas Khofifah-Emil, Kiai Asep Undang Kiai-Kiai dari Berbagai Daerah Jatim
Ketua Umum Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu mendorong agar mahasiswa, khususnya program S2 dan S3 agar lulus tepat waktu. "Kami tidak ingin menumpuk mahasiswa untuk program S2 dan S3. Yang oleh karenanya, kami memberikan bimbingan penulisan jurnal," ucapnya.
"Karena kalau belum bisa menerbitkan jurnal, keikutsertaan mereka selama 4 semester sama dengan nol SKS. Ini tidak akan pernah ada di perguruan tinggi lain. Karena 4 semester nol SKS untuk penyelesaian doktor itu tidak mendukung sama sekali. Dan juga kita memberikan bimbingan disertasi selama 4 semester nol SKS. Baru setelah disertasinya jadi, diserahkan ke promotor satu, itulah yang ber-SKS. Oleh karenanya proses penyelesaiannya sehingga layak diuji itu cukup selama sebulan atau dua bulan saja," terangnya disambut tepuk tangan para tamu undangan.
Kiai Asep berharap agar mahasiswa-mahasiswa S2 lulus dalam 2 tahun, dan S3 cukup 3 tahun. Namun, lulusannya berkualitas.
Baca Juga: Kiai Asep Beri Reward Peserta Tryout di Amanatul Ummah, Ada Uang hingga Koran Harian Bangsa
"Untuk itu insyaAllah konferensi-konferensi internasional ini akan kita selenggarakan dua kali dalam setahun dengan mengundang tokoh-tokoh dari berbagai negara," pungkasnya.
Pembukaan ICORcs ini juga menghadirkan As'ad Said Ali, Cendekiawan Muslim sekaligus Mantan Wakil Ketua Umum PBNU dan Mantan Wakil Kepala BIN. Ia menjelaskan perbedaan humanisme di Republik Indonesia dan humanisme di negara barat. Menurutnya, pendiri di Indonesia sudah memiliki dasar dalam meletakkan humanisme, yaitu Pancasila. Sedangkan humanisme barat spesial, yaitu individualisme dan liberalisme.
"Misalnya LGBT. Itu adalah paham kebebasan di negara barat, kita tidak mengenal. Jadi, humanisme di Indonesia, pertama, dasarnya adalah keadilan dan beradab. Ketika kita bicara keadilan, maka kita bicara keadilan menurut Islam. Karena penyusunnya adalah para ulama Indonesia. Jadi bukan merujuk pada keadilan barat," terangnya.
Baca Juga: Klaim Didukung 37 Cabor, Imam Sunyono Optimis Terpilih Ketua KONI Kabupaten Mojokerto
Sedangkan beradab, lanjut Kiai As'ad, rujukannya adalah budaya timur, yaitu peradaban Indonesia. "Bahwa yang kita bangun adalah manusia Indonesia berwawasan dunia," terangnya.
"Konteks humanisme memang internasional, tetapi konteks penerapannya harus sesuai dengan budaya masing-masing. Karena kalau tidak begitu, maka kita akan terserap oleh peradaban dunia," tegasnya.
Ia lalu mengutip tesis Samuel P Huntington dan Fukuyama yang menyatakan adanya perang atau konflik peradaban pasca Uni Soviet runtuh. Perang itu dimenangkan oleh peradaban barat, namun masih ada musuh lain yang harus dikalahkan. Yaitu pertama peradaban timur, meliputi China, Jepang, dan India.
Baca Juga: Gegara Mitos Politik dan Lawan Petahana, Gus Barra-dr Rizal Sempat Diramal Kalah
Hal itu dibuktikan dengan pecahnya perang ekonomi antara Jepang dan Amerika pada tahun 1990-an yang menyebabkan krisis ekonomi dunia. Hingga kemudian berlanjut pada perang dagang antara China dan Amerika. Serta yang terbaru perang ekonomi dunia antara Rusia dan Ukraina yang dipicu oleh embargo yang dilakukan Amerika. Hal itu membuat negara-negara lain terdampak, termasuk bangsa-bangsa Islam.
Agar tidak larut dalam perang peradaban, Kiai As'ad mengajak seluruh masyarakat tetap berpegang teguh pada budaya Indonesia, namun tetap memantau peradaban dunia.
"Kita ikuti peradaban dunia, sepanjang sesuai dengan nilai-nilai keadilan menurut kita, dan juga nilai-nilai budaya menurut kita. Jadi kita tetap memakai kerudung, memakai peci seperti ini, atau pakai topi yang lain sesuai budaya masing-masing, tapi kita tetap bagian dari peradaban dunia," pungkasnya.
Baca Juga: Raih 53,4 Persen di Pilbup Mojokerto 2024, Pasangan Mubarok Kalahkan Petahana
Turut hadir juga dalam pembukaan ICORcs, tokoh pers Dahlan Iskan. Wartawan senior sekaligus pengusaha ini memberikan motivasi kepada lulusan pesantren atau madrasah agar percaya diri menggapai prestasi. Dahlan mencontohkan dirinya sebagai lulusan madrasah aliyah pertama yang diangkat menjadi Direktur Utama PLN dan Menteri BUMN.
"Waktu itu saya bertekad harus berprestasi. Karena kalau tamatan madrasah aliyah ini tidak berprestasi, kelak pemerintah mana pun tidak akan percaya dengan tamatan madrasah aliyah," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga banyak memaparkan tentang perkembangan energi. Saat menjadi Direktur Utama PLN, ia mengaku baru mengetahui adanya kekekalan energi.
Baca Juga: Ikfina, Cabup Incumbent Mojokerto Kalah, Gus Barra Persiapan Pidato Kemenangan
"Jadi para ilmuwan energi itu percaya bahwa energi itu kekal. Saya sebagai orang yang seumur hidup di pesantren luar biasa kagetnya. Kok, ada kekekalan di luar Allah. Dan ada hukumnya, hukum kekekalan energi. Saya berani bicara ini karena ini di universitas, dan ini di forum ilmu pengetahuan, di forum konferensi riset dan community," ungkapnya.
Kata Dahlan, para ilmuwan di bidang energi percaya bahwa energi itu kekal. "Energi tidak diciptakan, tidak hilang, dan tidak ditemukan. Energi itu sudah ada di alam raya ini, dan energi itu tidak akan hilang, tapi hanya bisa berubah dari satu energi satu ke energi lain," bebernya.
Pengusaha sukses itu menyampaikan contoh siklus energi dari batu bara. Awalnya batu bara dibakar untuk mendidihkan air hingga menghasilkan uap. Uap itu kemudian memutar turbin untuk menggerakkan generator hingga menghasilkan energi listrik.
Baca Juga: Warga Jatim Berjubel Hadiri Kampanye Terakhir Khofifah-Emil, Kiai Asep: Menang 70%
"Besarnya energi yang dihasilkan dari batu bara tadi, sama dengan besarnya energi yang ada di listrik tadi. Nanti listrik dipakai di rumah, kemudian jadi kompor listrik untuk masak. Kemudian masakan itu matang, kita makan jadi energi di tubuh kita. Lalu tubuh kita terus menghasilkan energi lagi, dan itu terus berputar tidak pernah akan hilang energi itu," terangnya.
(Dahlan Iskan. Foto: REVOL AFKAR/ BANGSAONLINE.com)
Ia sengaja menyampaikan itu agar nantinya para lulusan dari madrasah atau pesantren tidak kaget saat mengetahui adanya hal-hal seperti ini di dunia luar.
Sementara terkait community, Dahlan Iskan menyarankan adanya riset di kalangan pesantren tentang perubahan di masyarakat. Terutama perkembangan kemakmuran. Menurutnya, ketika seseorang menjadi makmur atau kaya, maka ia hanya akan takut pada dua hal. Pertama, takut anaknya tidak pintar dan kedua, takut sakit.
"Sampai seorang ibu harus mencarikan sekolah anaknya yang terbaik dan mahal. Rumah tangga pun dihemat agar bisa membiayai sekolah anaknya. Begitu takut orang tua anaknya tidak pintar. Dan ketakutan ini dimanfaatkan orang-orang bisnis di bidang pendidikan. Maka dibikinkan sekolah mahal yang pakai AC, yang kualitasnya bagus, dan biayanya mahal," katanya.
Ia mengaku awalnya tak setuju dengan model pendidikan seperti itu. Namun setelah melakukan analisis, Dahlan menyadari bahwa pendidikan yang berkualitas merupakan sebuah kebutuhan. Karena itu, ia memuji Pondok Pesantren Amanatul Ummah yang berinisiatif menciptakan sistem pendidikan dengan fasilitas lengkap di kalangan pesantren.
Ia bahkan mendengar ada madrasah yang harus inden selama 5 tahun agar bisa sekolah di sana. Sehingga ketika kelas 2 SD, anak tersebut harus sudah mendaftar di SMP madrasah itu, lalu terus membayar tiap bulan meskipun belum mulai sekolah.
"Ini dunia baru pendidikan Islam. Dulu yang seperti ini hanya punya Katolik dan Kristen, tapi sekarang dunia Islam juga punya (model pendidikan) seperti itu. Karena orang tua takut anaknya tidak pintar," urainya.
Hal serupa juga terjadi di bidang kesehatan, karena orang sangat takut sakit. Sehingga, rumah sakit terbaik pun dikejar meskipun mahal. "Ini kenyataan, karena tingkat ekonomi kita, termasuk umat Islam, itu sudah lebih baik," tutupnya.
(Habib Abdullah Al-Muhdor dari Yaman saat menghadiri ICORcs. Foto: REVOL AFKAR/ BANGSAONLINE.com)
Sekadar diketahui, International Conference on Resarch and Community Service ini disaksikan ribuan pemirsa dari berbagai negara secara online. Adapun narasumber yang dihadirkan berasal dari 9 negara, termasuk Indonesia. Yaitu:
Syeikh Zakariya Marzuq (Khotib dan Imam Al-Azhar, Mesir), Dr. Toha Ali Muhammad (Universitas Al-Azhar, Mesir), Dr. Ahmad Yakhlif (Maroko), Elsidding Yousif Bilal Omer (Sudan), Dr. Syarief Dhou (Sudan), Prof. Dr. Ednan Aslan (University of Vienna, Austria), Habib Abdullah Al-Muhdor (Yaman).
Selanjutnya, Dr. Abdil Hamid Abdil Wahab Muhammad Ali (Mesir), Syeikh Prof. Dr. Hisyam Quraisah (Guru Besar Zaitunah University, Tunisia), Al Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al-Jufri (Uni Emirat Arab), Syaikh Ibrahim Hosni Al-Mashri (Mesir), dan Habib Ali Ridho (Malaysia).
Sedangkan narasumber dari Indonesia antara lain, Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur), Prof. Dr. Dahlan Iskan (Pengusaha), KH. As'ad Said Ali (Cendekiawan Muslim dan Mantan Wakil Kepala BIN), Dr. Mauhiburahman (Rektor Institut KH. Abdul Chalim), Prof. Masdar Hilmy (Guru Besar UIN Sunan Ampel), Prof. Dr. Mufidah (Guru Besar UIN Maulana Malik Ibrahim), Prof. Dr. Alwi Shihab (Cendekiawan Muslim). (rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News