BANGKALAN, BANGSAONLINE.com – Bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Trunonojoyo Madura (UTM) berlangsung gayeng dan semarak. Sekitar 200 tokoh masyarakat dan mahasiswa hadir dalam acara yang berlangsung di Lantai 10 Gedung Rektorat UTM Bangkalan Madura, Kamis (8/9/2022).
Dekan FISIB UTM Dr Surokim Abdussalam memantik bedah buku itu dengan mengutip hasil riset tentang korelasi antara gaji kecil dengan penurunan fungsi otak untuk mengingat, yang dilakukan Katrina Kezios, PhD, peneliti postdoctoral di Columbia Mailman School of Public Health di New York City. Hasil riset itu dirilis dalam konferensi Alzheimer's Association 2022 Addressing Health Disparities.
Baca Juga: Tingkatkan Mutu Pendidikan, Ponpes Amanatul Ummah Ubah Sistem Pembelajaran
Hasil Riset itu menyebutkan, gaji kecil terus-menerus selama bertahun-tahun, menyebabkan dampak negatif pada kemampuan otak untuk mengingat. Karena itu, Surokim yang dikenal sebagai peneliti dan pengamat itu berharap para mahasiswa UTM menjadi orang sukses dan kaya agar kemampuan otaknya tak terganggu.
“Saya kira ini relevan dengan bedah buku hari ini,” kata Surokim saat memberikan sambutan.
Baca Juga: Imam Suyono Terpilih Jadi Ketua KONI Kabupaten Mojokerto Periode 2024-2029
(DARI KIRI: Ahamd Cholil, Ph.D, Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, M Mas'ud Adnan dan Dr Surokim Abdussalam. Foto: dok panitia)
Maka pria asal Lamongan itu sangat berterima terhadap Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, berkenan hadir pada UTM. Ia berharap para mahasiwa bisa meneladani kisah sukses Kiai Asep yang populer sebagai kiai miliarder tapi dermawan.
Merespon hasil riset itu, Wakil Rektor I UTM, Dr. Deni Setya Bagus Yuherawan, mengaku tak ingin pikun gara-gara gaji kecil. Ia berharap para mahasiswa membaca buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan yang berkisah tentang Kiai Asep. Ia bahkan memotivasi para mahasiswanya agar aktif bertanya dalam acara bedah buku itu.
Baca Juga: Doakan Kelancaran Tugas Khofifah-Emil, Kiai Asep Undang Kiai-Kiai dari Berbagai Daerah Jatim
“Tanyakan yang sulit-sulit sampai Pak Kiai Asep mikir dan sulit untuk menjawab,” kata Deni Setya Bagus Yuherawan sembari tertawa.
Kiai Asep mengaku senang atas berbagai respon yang disampaikan para pimpinan UTM. Pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur itu pun bercerita runtut tentang pesantren yang didirikan di tengah hutan di lereng gunung Penaggungan Pacet Mojokerto.
Kiai Asep mengaku semula membeli tanah dengan cara menyicil di sebuah hutan angker. Ia mengaku tak punya apa-apa. Tapi punya semangat besar untuk mewujudkan cita-citanya. Terutama merealisasikana cita-cita luhur kemerdekaan RI.
Baca Juga: Kiai Asep Beri Reward Peserta Tryout di Amanatul Ummah, Ada Uang hingga Koran Harian Bangsa
"Sebab, kalau kita jujur, cita-cita luhur kemerdekaan Republik Indonesia itu diamanatkan pada pendidikan," katanya.
Menurut Kiai Asep, dalam mengelola lembaga apapun, termasuk lembaga pendidikan, yang paling utama adalah manajemen.
“Karena itu Bu Khofifah mengatakan, di lingkungan pesantren dan NU banyak sekali kiai yang punya kemampun leadership. Tapi yang punya kemampuan manajerial hanya Kiai Asep,” tutur Kiai Asep mengutip pernyataan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa saat menjadi keynote speaker dalam bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas'ud Adnan di Gedung Dewan Pers Jalan Kebon Sirih Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Baca Juga: Klaim Didukung 37 Cabor, Imam Sunyono Optimis Terpilih Ketua KONI Kabupaten Mojokerto
(M Mas'ud Adnan dan dan Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim. Foto: Ahmad Fauzi/bangsaoanline.com)
Kiai Asep mengungkapkan bahwa kunci sukses Amanatul Ummah juga tak lepas dari manajemen.
Baca Juga: Gegara Mitos Politik dan Lawan Petahana, Gus Barra-dr Rizal Sempat Diramal Kalah
“Manajemen yang jujur,” katanya.
Namun juga disertai upaya spiritual. Terutama takwa dan tawakkal kepada Allah. Menurut Kiai Asep, tawakkal itu adalah bekerja keras, berdoa maksimal dan pasrah total kepada Allah SWT.
“Wamay yataqil laha yaj’al lahu makhraja,” kata Kiai Asep mengutip Al-Quran Surat At-Thalaq ayat 2-3 yang terkenal sebagai ayat 1.000 dinar. Artinya, barang siapa yang bertakwa maka Allah akan memberikan jalan keluar.
Baca Juga: Mahasiswa Hingga Rektor UTM Unjuk Rasa, Desak Polres Bangkalan Hukum Mati Pelaku Pembakar Mahasiswi
Bahkan dalam ayat selanjutnya Allah menjanjikan memberikan rezeqi yang tak terduga. Wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib.
Kini Pesantren Amanatul Ummah yang didirikan Kiai Asep sukses besar. Santrinya mencapai 12 ribu orang. Alumninya diterima di semua perguruan tinggi favorit dalam negeri seperti UI, ITB, Unair, ITS, UIN, IPB dan berbagai pertunggi negeri lainnya.
Bahkan banyak santri Kiai Asep yang diterima di perguruan tinggi luar negeri, antara lain di Mesir, Jerman, Amerika, Rusia, Singapura, Yaman, Maroko dan negara lainnya.
Baca Juga: Kolaborasi dengan UTM, Pemkab Pamekasan Launching Produk Program Matching Fund 2024
Dalam acara itu Kiai Asep juga mengungkap rahasianya menjadi miliarder. Meski demikian kiai yang dikenal santun itu tetap rendah hati.
“Kalau dalam bahasa Inggris dua itu sudah dianggap banyak, plural. Kalau dalam bahasa Arab tiga dianggap banyak. Jadi saya punya uang 2 miliar atau 3 miliar sudah dianggap miliarder,” ungkap Kiai Asep yang juga ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) sembari tersenyum.
Ia mengakui bahwa penghasilannya tiap bulan mencapai Rp 2 miliar lebih. “Memang tiap bulan penghasilan saya Rp 2 miliar lebih,” kata Kiai Asep yang membuat banyak peserta bedah buku terperangah.
Kiai Asep kemudian mengungkap doa-doa yang ia panjatkan. Menurut dia, doa itu sangat mustajab. “Doanya ada di bagian akhir buku itu,” kata Kiai Asep sembari mengijazahkan kepada semua peserta.
Kiai Asep mengaku menemukan doa itu dalam Kitab Ihya Ulumiddin, karya Imam Ghazali.
“Saya tertarik doa itu karena judulnya Addu’a alladzi laa yuraddu. Doa yang tak akan ditolak oleh Allah SWT,” kata putra KH Abdul Chalim, salah seorang ulama pendiri NU.
Saking istijabahnya, menurut Kiai Asep, untuk permintaan yang maksiat pun tetap terkabul. “Tapi jangan dipakai untuk minta sesuatu yang maksiat. Karena saya yang mengijazahkan juga kena getahnya,” pinta Kiai Asep.
Menurut Kiai Asep, doa itu dipanjatkan setelah melaksanakan salat hajat 12 rakaat. Setiap dua rakaat salam.
Cara salat hajat itu bagaimana? Kiai Asep mengatakan bahwa caranya juga dijelaskan detail dalam buku itu.
Menurut Kiai Asep, salat hajat itu diakhiri salat witir tiga rakaat dengan dua kali salam.
Sementara M Mas’ud Adnan mengaku tertarik menulis buku itu karena Kiai Asep adalah ulama besar dan fenomenal bahkan langka.
“Saya menilai Kiai Asep itu kiai atau ulama langka. Di Indonesia, miliarder kan masih tergolong langka. Apalagi kiai miliarder. Namun yang menarik, Kiai Asep tidak hanya kaya dan miliarder tapi juga dermawan. Dalam buku itu bahkan Pak Dahlan Iskan menyebut Kiai Asep Dermawan Besar,” tegas Mas’ud Adnan yang mengaku berasal dari Patemon Tanah Merah Bangkalan Madura.
Ia memberi contoh kedermawanan Kiai Asep. “Selama bulan Ramadan kemarin, Kiai Asep bersedekah dan berzakat Rp 8 miliar,” kata Mas’ud Adnan. Begitu juga saat pandemi melanda Indonesia.
"Kiai Asep turun sendiri memberikan beras dan uang pada pedagang kaki lima yang terdampak Covid," kata Mas'ud Adnan.
Bahkan, menurut Mas’ud, setiap tamu yang datang atau sowan ke Kiai Asep selalu diberi sarung dan uang.
“Saya dulu juga kaget ketika awal sowan beliau. Kok saya diberi sarung dan uang,” kata alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Universitas Airlangga itu. Padahal, kata Mas’ud, biasanya justru kita yang harus menyalami uang jika kita sowan kiai.
“Kita kan tabarrukan pada kiai. Karena itu kita menyalami uang. Itu tradisi yang baik. Bahkan Gus Dur juga pernah disalami uang Rp 5.000 rupiah oleh warga Pasuruan. Saat itu uang itu oleh Gus Dur ditunjukkan kepada Bu Mega. Artinya, menyalami uang itu tradisi kita, terutama warga NU, karena tabarrukan,” kata Mas’ud Adnan.
Karena itu Mas’ud mengaku tak enak ketika diberi uang oleh Kiai Asep.
“Ini kan terbalik. Saat itu sempat mau saya kembalikan. Masak saya yang sowan malah diberi uang,” katanya disambut tawa peserta bedah buku.
Mas’ud juga mengungkap tentang Kiai Asep sewaktu remaja. Menurut dia, Kiai Asep sangat miskin. “Padahal beliau ini putra ulama besar, Kiai Abdul Chalim, pendiri Nahdlatul Ulama,” kata Mas’ud Adnan.
Menurut Mas'ud, Kiai Abdul Halim wafat saat Kiai Asep kelas 2 SMA. Saat itulah Kiai Asep tak ada yang membiayai sekolah sampai harus keluar dari SMA.
“Makan pun cari sisa-sisa santri,” ungkap Mas’ud Adnan yang CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com.
Tapi Kiai Asep punya semangat tinggi untuk belajar dan mencari ilmu. Kiai Asep pantang menyerah. “Padahal saking miskinnya, sewaktu remaja banyak gadis yang ditaksir menolak. Lamaran Kiai Asep diterima tapi setelah tiga bulan lamarannya dikembalikan oleh para orang tua cewek itu karena dianggap tak punya masa depan. Buka saja buku itu pada halaman 116,” kata Mas’ud Adnan. Para peserta langsung membuka halaman 116 buku itu.
Kini, tutur Mas’ud, Kiai Asep sukses besar, menjadi guru besar, miliarder bahkan dermawan besar. “Ini kan bisa jadi insipirasi dan teladan bagi kita, generasi mendatang,” kata Mas’ud Adnan.
Kiai Asep langsung merespon apa yang disampaikan Mas’ud Adnan. Terutama tentang kegemarannya untuk sedekah.
“Sedekah bagi saya suatu kebutuhan,” tegasnya. Menyitir sejumlah Hadits, Kiai Asep menegaskan bahwa sedekah itu tidak akan mengurangi harta atau rezeki yang dilimiki. Sebaliknya justru akan bertambah secara berlimpah.
“Karena itu buku yang kami bagikan tak usah diganti (uang). Begitu juga kami, tak usah diberi uang transport (honor). Uang transportnya saya terima tapi saya berikan kepada panitia,” tegas Kiai Asep yang langsung disambut tawa peserta.
Kiai Asep kemudian memimpin doa. Dalam doanya, diantaranhya Kiai Asep menyebut semoga UTM menjadi perguruan tinggi yang maju dan besar. Bahkan terbesar di antara perguruan tinggi di Indonesia dan dunia
Sebelum acara dimulai, Kiai Asep dan Mas'ud Adnan sempat ditemui Rektor UTM Muh Syarif ruang kerjanya di lantai 5 Rektorat UTM. Di ruang yang cukup luas itu Rektor UTM sudah menyiapkan makan siang.
Muh Syarif bahkan sempat menunjukkan lukisan Pangeran Trunojoyo, karya penyair kondang asal Sumenep Madura, D Zawawi Imron. Tapi ada yang nyeletuk.
"Wajahnya kayak Pak Mas'ud," katanya disambut tawa para tokoh dalam ruangan rektor itu. (MMA).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News