KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Tepat tanggal 13 Februari 2014, pukul 22.50 WIB, Gunung Kelud yang berada di antara Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang, meletus. Meski tidak memakan korban jiwa, namun akibat letusan yang dahsyat itu, abu vulkaniknya sampai ke Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Sebagai refleksi erupsi Gunung Kelud ke-9 yang jatuh pada tanggal 13 Februari 2023 ini, Ketua FPRB (Forum Pengurangan Resiko Bencana) Kabupaten Kediri, dr. Ari Purnomo Adi, mengajak masyarakat untuk mengenang dan bersama-sama mencari solusi untuk meminimalisasi risiko apabila terjadi letusan lagi.
Baca Juga: Polisi Buru Suami Pembacok Istri di Blitar
"Mari kita sejenak mengenang dan mengingat, dengan penuh kesadaran dan kewaspadaan. Menyadari bahwa kita semua tinggal di zona bencana. Setiap hari, hidup berdampingan dengan ancaman bahaya erupsi," kata Ari dalam pernyataannya, Senin (13/2/2023).
Menurutnya, bencana bisa timbul kapan saja, di mana saja, dan dapat mengenai siapa saja. Apalagi bagi masyarakat yang tinggalnya di zona bencana.
Berdasarkan teori dan pengalaman, erupsi Gunung Api Kelud akan memicu hujan lokal. Dampaknya adalah abu basah, abu kering, air hujan bisa menghancurkan atap bangunan di zona erupsi.
Baca Juga: Gegara Tak Dipinjami HP, Pria di Blitar Tega Bacok Istri Berkali-kali hingga Jari Putus
"Bisa terjadi banjir bandang lahar panas akibat tumpahan air danau kawah. Potensi destruksi berbanding lurus dengan volume air. Semakin besar volume air danau, semakin besar daya rusaknya. Banjir bandang lahar panas inilah yang menyebabkan korban sebanyak 5.011 jiwa pada letusan gunung kelud tahun 1919 lalu," terang Ari.
Sementara itu, Khoirul Huda, salah satu Petugas Pos Pengamatan Gunung Kelud, Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, mengatakan bahwa volume air kawah gunung kelud saat ini sekitar 2 - 2,5 juta meter kubik.
"Jadi posisi air kawah Gunung Kelud saat ini sudah kembali ke posisi sebelum erupsi tahun 1990. Karena saat sebelum erupsi tahun 1990, jumlah air kawah gunung kelud juga sekitar 2,5 juta meter kubik," katanya.
Baca Juga: Lupa Matikan Kompor, Rumah Warga di Badas Kediri Terbakar
Untuk mengurangi volume air kawah Gunung Kelud, sebenarnya sudah dibangun 7 terowongan. Namun, yang menjadi masalah sekarang adalah keberadaan mulut terowongan ampera sampai saat ini belum ditemukan.
"Tapi titiknya sudah ditemukan, namun penggalian belum sampai di titik itu. Beberapa tahun lalu sudah dikerjakan sekira 20 meter. Mulut terowongan ampera sendiri terkubur sedalam 90 meter. Itu sebelum gempa NTB. Setelah dikeruk, sekarang tinggal 20 - 30an meter dan terus dilakukan sampai semua terowongan berfungsi dengan baik," terang Khoirul.
Meski mulut kawah terkubur, tapi air kawah masih bisa merembes keluar, karena tanah yang menimbun mulut terowongan ampera adalah tanah lembek.
Baca Juga: Pesantren Jatidiri Bangsa Kediri Telah Dibuka, Telan Biaya Pembangunan Rp2 Miliar Tanpa Proposal
"Dari 7 terowongan yang ada di kawah Gunung Kelud, yang 4 sudah ketemu walaupun belum dibersihkan. Sedangkan yang 3 masih di bawah permukaan air kawah," urai Khoirul.
Timbunan yang menutupi mulut terowongan di kawah Gunung Kelud tersebut lama-kelamaan akan mengeras dan air kawah tidak bisa keluar lagi. Karena tidak bisa keluar, maka air kawah akan naik.
"Agar air kawah tidak terus naik, petugas sudah melakukan pengerukan di mulut terowongan meski belum semuanya ditemukan," pungkas Khoirul Huda seraya mengimbau masyarakat agar tetap tenang karena status Gunung Kelud masih aktif normal. (uji/rev)
Baca Juga: Sinergi BPJS Kesehatan dan Poltekkes Malang Sukseskan Program JKN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News