Ahmad Tohari Sebut Kiai Asep Ulama Hebat, Bedah Buku di PCNU Banyumas Berakhir Tengah Malam

Ahmad Tohari Sebut Kiai Asep Ulama Hebat, Bedah Buku di PCNU Banyumas Berakhir Tengah Malam Novelis dan sastrawan kondang KH Ahmad Tohari saat menjadi pembicara dalam Bedah Buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas'ud Adnan yang diselenggarakan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Purwokerto dan PCNU Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (10/3/2023) malam. Foto: bangsaonline

BANYUMAS, BANGSAONLINE.com – Inilah mungkin satu-satunya bedah buku yang berakhir tengah malam. Hebatnya lagi, para kiai dan pengurus NU serta banom - terutama Pergunu - yang datang dari seluruh Kabupaten , , itu sangat antusias. Bahkan betah hingga acara bubar pukul 24.00 WIB lebih.

Bahkan sampai tengah malam pun masih banyak kiai yang mengacungkan tangan ingin mengajukan pertanyaan. Tapi moderator minta maaf karena sudah larut malam.

Acara bedah buku yang dihadiri Rais Syuriah NU dan Tanfidziyah PCNU itu dimulai pukul 21.00 WIB. Berarti berlangsung tiga jam.

Acara bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan itu memang digelar Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) , , Jumat (10/3/2023) malam.

Novelis dan kondang KH Ahmad Tohari menjadi salah satu pembicara, disamping Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur. juga ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu).

Selain itu tentu M Mas’ud Adnan, penulis buku tersebut. Juga Ahmad Zuhri, Wakil Ketua Umum Pergunu dan Ahsanul Husna, pengurus Pergunu .

Kang Tohari – panggilan Kiai Ahmad Tohari mengaku telah membaca buku tersebut, meski belum tuntas.

“Saya sudah baca. Ini saya tandai. Saya akan baca sampai selesai,” kata yang melahirkan banyak karya sastra dan diterjemah ke bahasa Jerman, Jepang, dan Inggris itu. Salah satu novelnya yang sangat monumental berjudul Ronggeng Dukuh Paruk.

Kang Tohari mengajak masyarakat membaca buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan yang menceritakan tentang perjalanan hidup Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA.

“Buku ini mohon dibaca, supaya dapat barokah dan ilmunya beliau (),” kata Kang Tohari.

(DARI KIRI: Moderator, M. Mas'ud Adnan (baju putih), KH Ahmad Tohari, Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA (pegang mik, baju putih), Ahmad Zuhri (pakai blangkon) dan Ahsanul Husna (paling kiri). Foto: bangsaonline)

Menurut Kang Tohari, buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas’ud Adnan itu sangat bagus. “Buku karya sahabat saya ini sangat hebat dan bermanfaat,” tegas yang dikenal dekat dengan Gus Dur itu. Apalagi. Kata Kang Tohari, buku itu bisa menjlentrehkan kisah dan perjalanan yang sepele hingga persoalan penting dan fundamental.

“Menulis itu hebat, menulis itu keren. Menulis itu pinter. Orang bodoh tak mungkin bisa menulis,” kata Kang Tohari sembari berharap tradisi menulis para kiai NU tempo dulu bisa diaktifkan kembali oleh kiai NU sekarang dan akan datang.

Ia terus terang ingin menggugah kiai NU untuk menulis.

“Saya gak percaya pada orang bertitel berderet-deret, kalau belum menghasilkan karya buku. Saya tak bertitel tapi sudah menulis banyak buku,” kata Kang Tohari.

Kang Tohari memuji sebagai ulama hebat. Menurut dia, secara tak langsung adalah representasi cita-cita para kiai NU tempo dulu yang mendirikan Tashwirul Afkar dan Nahdaltut Tujjar yang kemudian mendirikan Nadhatul Ulama. Artinya, , selain alim berilmu juga saudagar kaya raya.

Menurut Kang Tohari, NU adalah penopang utama negara Indonesia. “Penopang negara ini adalah NU, tanpa menyepelekan elemen-lemen masyarakat yang lain,” tegasnya.

Kang Tohari memberi contoh pertempuran 10 Nopember Surabaya. Saat itu kiai-kiai dan santri all out berperang melawan penjajah Inggris. Mereka bahkan tak berpikir nyawa.

“Karena mereka membela Indonesia dan mencari mati syahid,” tegasnya.

Saifuddin Chalim yang minta bicara terakhir menegaskan bahwa hingga sekarang cita-cita luhur kemerdekaan RI, yaitu Indonesia maju, adil dan makmur, belum berhasil.

“Kapan itu akan berhasil? Ketika pendidikan pondok pesantren, pendidikan yang dikelola NU berhasil,” tegasnya.

Menurut , salah satu tujuan pendidikan adalah menanamkan keimanan pada anak didik. Nah, ketika mereka sudah percaya bahwa akan ada yaumul jaza (hari pembalasan), mereka tak akan berani melakukan korupsi atau menyalahkan gunakan wewenang.

“Sekarang bupati seluruh Indonesia tak ada yang tasyarraful imam ‘alarra’iyah manuthun bil maslahah,” tegas . Artinya, tindakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya harus didasarkan atau diorientasikan kepada kemaslahatan.

Sebaliknya, kata , banyak bupati justru bekerjasama dengan DPRD untuk kepentingan pribadi. Karena keimanan tidak tegak dalam benak para pejabat kita.

juga bercerita tentang proses berdirinya NU. Menurut dia, NU berdiri diawali pembentukan Komite Hijaz. Sekitar 60 lebih kiai hadir dalam rapat pembentukan Komite Hijaz itu.

“Yang mengantar undangan ke kiai-kiai itu abah saya,” kata . Yaitu KH Abdul Chalim yang dimakamkan di Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat.

Kiai Abdul Chalim adalah sahat karib KH Abdul Wahab Hasbullah saat mondok di Makkah. Ketika sama-sama pulang ke Indonesia, dua kiai itu bertemu di Surabaya.

“Abah saya ke Surabaya berjalan kaki selama 14 hari karena ingin mendidik nasionalisme, menikmati keindahan alam,” kata .

Dalam perjalanan dari Jawa Barat ke Surabaya itu Kiai Abdul Chalim sempat mampir ke Pesantren Tebuuireng, Jombang. “Menginap di Pesantren Tebuireng satu malam untuk bertemu dengan Kiai Hasyim Asy’ari,” tutur . Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari inilah yang dimintai restu oleh Kiai Wahab Hasbullah untuk mendirikan NU.

Menurut , ketika Kiai Wahab Hasbullah mendapat restu Kiai Hasyim Asy’ari untuk mendirikan NU, Kiai Abdul Chalim dan Kiai Wahab mendapat mandat untuk menyusun kepengurusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang kemudian dirapatkan oleh para kiai. Tentu semua susunan PBNU pertama itu dipantau langsung dan atas ijin Hadratussyaikh.

Para kiai sepakat bahwa Hadrastussyaikh yang pantas menduduki jabatan tertinggi NU, yaitu sebagai Rais Akbar. “Ketua Tanfidziahnya Haji Hasan Gipo,” katanya. “Hasan Gipo itu ketua Komite Hijaz,” tambahnya.

Sedang Katib Awal Syuriah PBNU Kiai A Wahab Hasbullah dan Katib Tsani-nya KH Abdul Chalim.

“Kiai Bisri Syansuri itu A’wan,” kata .

juga bercerita tentang masa lalunya yang kelam. “Saya gak punya pekerjaan. Hanya doa yang saya andalkan,” kata yang kini memiliki 16 ribu santri.

Namun ia mengaku punya semangat untuk menjadi orang sukses. Ia banyak baca buku. Bahkan ketika melanglang buana keluar dari pondok pesantren, setelah memutuskan keluar dari SMA karena tak ada yang membiayai, selalu membawa buku dan kitab serta kamus Bahasa Arab dan Inggris.

Ketika sudah berkeluarga dengan Nyai Alif Fadhilah yang dinikahi saat masih kelas III SMP, mengaku berusaha naik haji. Dengan cara berhutang.

“Istri saya punya uang Rp 5 juta,” tutur . ONH saat itu Rp 15 juta.

“Saya pinjam kepada orang-orang Rp 9 juta,” katanya.

Nah, di tanah suci itulah kemudian berdoa di tempat-tempat istijabah. Diantaranya di Multazam. “Karena ada Hadits yang menyatakan bahwa di Multazam itu tidak ada doa yang dipanjatkan kecuali dikabulkan,” kata .

Kemudian di Hajar Aswad. “Karena berdoa di Hajar Aswad itu akan diamini oleh ribuan malaikat,” katanya.

juga berdoa di bawah talang emas Ka’bah. Karena berdoa di bawah talang emas sama dengan berdoa di surga.

Selain di tempat-tempat itu juga berdoa di Rukun Yamani, Raudlah di Madinah dan sebagainya.

juga mengaku mendapat inspirasi ketika membaca Kitab Al-Hikam karangan Imam Ghazali saat di Arafah. Dalam bab Nawafil (salat-salat sunnah) mendapatkan salat hajat 12 rakaat 5 kali salam yang kemudian diamalkan hingga saat ini. Tentu ditambah salat witir tiga rakaat dua kali salam.

Menurut , salat sunnah inilah yang kemudian menjadi titik awal kaya raya sehingga jadi miliarder tapi dermawan.

Sementara Ahmad Zuhri mengatakan bahwa Pergunu di bawah kepemimpinan sangat cepat maju. “Karena dibiayai sendiri oleh Abah Yai Asep,” kata dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.

Bahkan sekarang di Papua Selatan sudah berdiri Pengurus Wilayah Pergunu. “Padahal NU belum ada di sana,” katanya.

Senada dengan Ahmad Zuhri, Ahsanul Husna juga mengatakan bahwa banyak memberikan beasiswa kepada kader NU di berbagai daerah.

Nah, dari berbagai keistimewaan dan kehebatan itulah, Mas’ud Adnan mengaku tertarik menulis tentang . “Sebagai jurnalis, sebagai wartawan, saya menilai bahwa adalah kiai atau ulama langka yang perlu ditulis agar bisa diteladani generasi sekarang dan akan datang,” kata CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE itu.

“Banyak kiprah dan pemikiran yang sangat inspiratif,” tegas alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair itu. (MMA)

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO