Sepakat Kiai Abdul Chalim Pahlawan Nasional, Inilah Poin Penting Seminar di Gedung MPR RI

Sepakat Kiai Abdul Chalim Pahlawan Nasional, Inilah Poin Penting Seminar di Gedung MPR RI Para tokoh nasional dan peserta Seminar Nasional Pengusungan KH Abdul Chalim sebagai Pahlawan Nasional di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (18/4/2023). Foto: BANGSAONLINE

JAKARTA, BANGSAONLINE.com – KH Abdul Chalim Leuwimunding Majalengka Jawa Barat layak menjadi pahlawan nasional karena jasa-jasanya sebagai salah seorang kiai dan pejuang kemerdekaan RI. juga ulama yang berinteraksi langsung dengan Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah yang dua-duanya telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada17 Nopember 1964 oleh Presiden Soekarno. Sedang Kiai Wahab Hasbullah ditetapkan pemerintah sebagai pahlawan nasional pada 7 Nopember 2014 oleh Presiden Joko Widodo.

Baca Juga: Ribuan Warga Padati Mubarok Bersholawat, Paslon 2 Optimis Menang di Ngoro, Mojokerto

Demikian pemikiran para nara sumber yang berkembang dalam Seminar Nasional bertema Mengusung KH Abdul Chalim sebagai yang berlangsung di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara IV, Komplek Parmenen, Senayan Jakarta, Selasa (18/4/2023).

Para nara sumber itu terdiri dari Wakil Ketua MPR , Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran , Guru Besar Sosiologi Politik UIN Sunan Ampel Surabaya Prof Dr Abdul Halim, mantan Waka BIN Dr KH As’ad Said Ali dan Wakil Bupati Mojokerto Dr Muhammad Albarra (Gus Bara). Yang terakhir ini cucu .

Sementara Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim yang merupakan putra ke-21 didaulat sebagai keynote speaker.

Baca Juga: Mubarok Gembleng 6.472 Calon Saksi untuk Gus Barra-Rizal dan Khofifah-Emil di Mojokerto

berpendapat bahwa sangat layak mendapat gelar pahlawan nasional. Bahkan Guru Besar Ilmu Sejarah Unpad Bandung Jawa Barat itu mengaku telah mengusulkan Kiai Chalim sebagai pahlawan sejak 2019 saat membimbing atau menguji disertasi Muhammad Albarra (Gus Bara) yang membahas tentang perjuangan .

“Saat itu saya menyampaikan kepada Gus Bara bahwa ini sangat layak diusulkan sebagai pahlawan nasional,” kata Prof Reiza sembari mengatakan bahwa adalah sosok luar biasa.

Baca Juga: Doa Bersama Kapolri dan Panglima TNI, Kiai Asep Duduk Satu Meja dengan Kapolda dan Pangdam V Jatim

(Peserta Seminar Nasional Pengusungan KH Abdul Chalim sebagai di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (18/4/2023). Foto: BANGSAONLINE)

Prof Reiza berpendapat bahwa para kiai dan santri paling berperan dalam memerdekaan negara Indonesia.

“Tanpa peran kiai dan santri tak akan pernah ada negara ini,” tegas Prof Reiza di depan sekitar 250 peserta seminar yang berasal dari Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Makassar dan lainnya.

Baca Juga: Lautan Manusia Padati Kampanye Akbar Paslon 02 Khofifah-Emil dan Gus Barra-Rizal di Mojokerto

Hanya saja Prof Reiza mengingatkan agar proses pengusungan sebagai pahlawan nasional itu ditempuh secara procedural dan sesuai regulasi. Terutama lewat perjuangan dengan dokumen sesuai historiografi.

“Tidak ujug-ujug atau berdasar alkisah atau konon, “ tegas Prof Reiza dalam seminar yang dipandu Ahmad Zuhri itu.

Karena itu perjalanan hidup dan perjuangan Kiai Abdul Halim harus ditelusuri, termasuk heritage-nya. Ia khawatir sosok besar sekaliber Kiai Abdul Chalil gagal jadi pahlawan nasional gara-gara masalah dokumentasi atau histiografi yang digarap secara tidak profesional. 

Baca Juga: Kedatangan Kiai Asep dan Tim Mubarok di Pasar Bangsal Disambut Antusias Pedagang dan Warga

“Karena itu kita perjuangkan dengan cara bermartabat,” tambah Prof Reiza.

Ia juga mengungkapkan bahwa pahlawan nasional yang mendapat gelar resmi dari pemerintah masih sangat sedikit dibanding jumlah pejuang yang terlibat dalam kemerdekaan RI. Apalagi dibanding jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, yaitu mencapai 276.639.440 jiwa.

Baca Juga: Di Depan Pergunu Jatim, Kiai Asep Sebut Khofifah Cagub Paling Loman alias Dermawan

Sampai sekarang baru sekitar 200 orang,” kata Prof Reiza sembari mengatakan bahwa yang masuk kategori pahlawan tak hanya mereka yang terlibat perjuangan fisik tapi juga non fisik yang berjasa bagi negara Indonesia.

Ia juga menegaskan bahwa pahlawan nasional banyak berasal dari kiai dan santri karena laskar yang pertama muncul melawan penjajah adalah laskar Islam. Termasuk laskah Hizbullah. Karena itu wajar jika banyak kiai dan santri – termasuk – layak mendapat gelar pahlawan nasional.

Prof Dr Kiai Asep Saifuddin Chalim yang menjadi keynote speaker dalam seminar nasional itu mengungkap masa kecil hingga mondok di Makkah yang kemudian berteman akrab dengan Kiai Abdul Wahab Hasbullah dan terlibat mendirikan NU dan perang kemerdekaan RI.

Baca Juga: Kiai Asep Tebar Keberkahan, Borong Dagangan di Pasar Dinoyo sampai Warga Mantap Pilih Mubarok

Menurut Kiai Asep, dilahirkan di Leuwimunding pada tanggal 2 Juni 1898.

“Ia putra dari Kedung Wangsagama dan ibu Satimah. Ayahnya adalah seorang Kuwu (kepala desa dengan wilayah yang luas) dan ia sangat disegani,” tutur Kiai Asep.

Menurut dia, Kedung Wangsagama juga putra dari seorang kuwu, bernama Kedung Kertagama,” katanya.

Baca Juga: Alumni Ponpes Lirboyo di Mojokerto Siap Menangkan Paslon Mubarok

Begitu Kedung Kertagama. Dia putra dari Buyut Liuh yang merupakan seorang pejuang republik. “Putra seorang Pangeran Cirebon, sehingga silsilah KH. Abdul Chalim pun bersambung kepada Sunan Gunung Djati,” katanya. Sunan Gunung Djati itu bernama Syarif Hidayatullah.

Kiai Asep juga menjelaskan bahwa menghabiskan masa kecilnya bersekolah di Sekolah H I S (Hollandsch Inlandsche School). Kemudian, Ia belajar di beberapa pesantren di wilayah Leuwimunding dan Rajagaluh, di antaranya Pondok Pesantren Banada, Pondok Pesantren al Fattah Trajaya, dan Pondok Pesantren Nurul Huda al Ma’arif Pajajar. Pada tahun 1913, KH. Abdul Chalim naik haji dan belajar di Mekkah.

Nah, di Makkah itulah berteman akrab dengan Kiai Abdul Wahab Hasbullah dan KH Asnawi dari Kudus. “Ia tercatat sebagai anggota SI (Sarikat Islam) termuda cabang Mekkah,” kata Kiai Asep.

Jadi kegemarannya berorganisasi sudah tumbuh sejak muda, sejak mondok di Makkah. Tak aneh, jika saat kembali ke tanah air dan Kiai Abdul Wahab Hasbullah kemudian banyak mendirikan organisasi.

Bahkan Kiai Wahab dan Kiai Chalim mendapat gelar Muharrikul Afkar. Artinya penggerak dan pembangkit semangat perjuangan.

dan Kiai Wahab itu dwi tunggal,” kata Dr Kiai As’ad Said Ali yang juga menjadi pembicara.

Karena itu, mantan Wakil Ketua BIN itu sepakat diangkat sebagai pahlawan nasional.

Senada dengan Kiai Asep, Gus Bara mengungkap poin-poin disertasinya saat meraih gelar S3 di Unpad. Putra sulung Kiai Asep Saifuddin Chalim itu menceritakan perjalanan saat mondok di Makkah hingga mendirikan NU dan terlibat perjuangan kemerdekaan RI.

Sementara mengungkapkan bahwa adalah ulama yang besar jasanya terhadap bangsa Indonesia. Karena itu ia lalu menempatkan seminar ini di Gedung MPR.

Meski demikian ada yang tak setuju. Menurut dia, ada yang mengusulkan agar seminar itu tak digelar di ruang rapat pimpinan MPR RI itu. Alasannya, “Karena ini ruang khusus pimpinan MPR. Para pimpinan MPR kalau rapat di sini. Semua masalah-masalah penting internal MPR dibahas di ruangan ini, ” kata .

Tapi Yandri mengaku tetap bersikukuh agar seminar digelar di ruangan rapat MPR itu. Menurut dia, sosok jauh lebih penting dari pada kita semua.

“Karena inilah yang mendirikan republik ini. Kalau saya hanya penikmat kemerdekaan. Kita semua hanya penikmat kemerdekaan,” kata Yandri saat memberikan sambutan dalam seminar nasional yang berlangsung sore hari menjelang buka puasa itu.

Apalagi, kata Yandri, pernah menjadi anggota MPRS. Jadi, tegas Yandri, peran sangat paripurna andilnya terhadap bangsa.

"Itulah sebabnya mengapa saya, ikut andil dalam pengusungan KH. Abdul Chalim mendapatkan gelar sebagai pahlawan nasional. Semoga dengan dukungan rakyat, jalan ke arah itu akan semakin mudah dan lancar," kata Yandri kepada wartawan.

Sedang Prof Dr Abdul Halim lebih banyak mengungkap sisi spiritulitas Kiai Abdul Halim, terutama menjelang wafatnya. Mengutip dokumen yang diberitakan Gus Bara dan penjelasan Kiai Asep, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya itu mengatakan bahwa selalu membawa Kitab Al-Hikam karya ulama besar Imam Ghazali.

Bahkan, kata Prof Abdul Chalim, menjelang wafatnya selalu didatangi dua orang berjubah putih yang selalu mengucapkan salam. Menurut dia, dua orang berjubah putih itu mengucapkan salam kepada tapi menyebut sebagai Imam Ghazali.

“Berarti sudah diakui sebagai santri Imam Ghazali,” kata Prof Abdul Halim menyimpulkan. (M Mas’ud Adnan) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO