KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Selama ini cerita tentang Calonarang selalu ditampilkan dari sisi jelek dan digambarkan sebagai janda yang jahat. Namun lewat Tari Dwimuka Ardhanareswari, Didik Nini Thowok, maestro tari dari Yogyakarta, mencoba membidik sisi baik dari Ratu Calonarang atau Nyi Girah/Janda Girah tersebut.
Lewat penampilan tari yang digelar di area Pura Calonarang, Dusun Putuk, Desa Kandangan, Kabupaten Kediri, Sabtu (3/6/2023) malam, sang maestro menampilkan tari karya terbarunya berjudul 'Dwimuka Ardhanareswari'.
Baca Juga: Hanindhito Himawan Pramana Pulangkan 14 Arca ke Kabupaten Kediri
Tarian tersebut menggambarkan dualisme dalam diri manusia, seperti baik dan buruk, Uma dan Durga, Yin dan Yang.
Penampilan Didik Nini Thowok ini sendiri didukung oleh Pemkab Kediri, Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Kediri (DK4), dan Pura Calonarang.
Adi Suwignyo, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri, mengatakan Bupati Hanindhito Himawan Pramana sangat mengapresiasi gelaran ini. Menurut Wignyo, ini merupakan kekayaan tutur yang sangat terkenal di Kabupaten Kediri, bahkan mendunia sejak ribuan tahun.
Baca Juga: Gereja Puhsarang Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Bidang Struktur Tingkat Nasional
"Pelurusan sejarah seiring berkembangnya zaman juga perlu dilakukan, dan Ratu Calonarang itu ada sisi baiknya dan milik Kabupaten Kediri. Terbukti saat ini wisatawan-wisatawan dari Bali banyak yang berkunjung ke Kediri, baik di Situs Calonarang maupun Pura Calonarang," katanya.
Sementara itu, Didik Nini Thowok mengatakan koreografi ini menggambarkan bahwa Ratu Girah / Ratu Calonarang adalah seorang ratu sakti dengan ilmu Tantra Bhairawa yang pada waktu marah mengeluarkan kesaktiannya yang bisa menghancurkan sekelilingnya.
"Hal inilah yang menyebabkan Calonarang dianggap sebagai dukun ilmu hitam dan jahat, sehingga tidak tampak sisi baiknya sama sekali. Padahal tidak seperti itu kenyataanya,” kata Didik kepada awak media.
Baca Juga: Warga Desa Jajar Kediri Temukan Batu Lingga Patok hingga Pecahan Grabah Kuno
Sedangkan, Jero Wayan Suranta, Penanggung Jawab Pura Dalem Calonarang, menjelaskan bahwa Ratu Calonarang/Ratu Girah ini sebenarnya sangat banyak sisi baiknya. Seperti bisa menyembuhkan penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan oleh medis.
“Saya asli Bali dan mendapat anugerah pernah ditolong oleh Ratu Calonarang. Istri saya koma dan kemudian sembuh setelah saya bertemu dengan beliau (dalam mimpi)," kata Jero Wayan.
Kemudian, lanjut Jero, ia mencari di mana Ratu Calonarang itu berada dan ternyata ada di Situs Calonarang di Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri.
Baca Juga: Peringati Bulan Bung Karno, Pemkab Kediri Gelar Parade Seni di Kawasan SLG
"Setelah saya sowan, beliau ingin disempurnakan di tempat yang baru di Kediri dan tempat itu kita bangun Pura Calonarang berada di Putuk Kandangan Kabupaten Kediri," kata dia.
Atas amanat Ratu Calonarang pada 2017, Jero lalu membangun Pura Calonarang tersebut sebagai tempat penyempurnaan Ratu Calonarang / Nyi Girah / Ratu Girah.
Menurut dia, Ratu Calonarang ini milik Kabupaten Kediri yang harus dipertegas. Selain itu juga perlu dibersihkan nama Ratu Calonarang. Ada tiga hal, pertama bahwa Walu Nata ing Dirah / Ratu Calonarang bukan rajanya ratu hitam / raja ilmu leak.
Baca Juga: Tahun Depan, Sumber Corah Pare akan Dibuka Lagi
"Kedua, Ratu Calonarang bukanlah janda, karena beliau adalah istri dari Mpu Kuturan. Ketiga, sebutan Ratu Dirah harus diluruskan sesuai yang berkembang di Kediri, yakni Ratu Girah yang kemudian menjadi toponim wilayah saat ini, yakni Gurah Kabupaten Kediri," jelasnya.
Jero melanjutkan, menculnya hal jelek kepada Ratu Calonarang itu tak lebih karena faktor politik di era kekuasaan Raja Kahuripan Airlangga yang memilki darah Bali dan berkuasa di Dhaha Kediri dengan Ibu Kota Dhahanapura yang kekuasannya berakhir pada tahun 1042. (uji/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News