JOMBANG, BANGSAONLINE.com – Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asya’ri menempatkan ilmu dan keulamaan di atas politik. Bukan politik di atas keulamaan. Karena itu Hadratussyaikh sangat berwibawa. Semua pemuka agama dan tokoh nasional hormat. Bahkan Hadratussyaikh menjadi satu-satunya ulama dan tokoh Islam yang bisa mempersatukan umat Islam Indonesia dalam satu wadah.
Hal itu ditegaskan Dr KH Ahmad Musta’in Syafi’ie, M.Ag, Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng dalam acara Haul ke-14 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (6/1/2024).
Baca Juga: Buka Klinik KI di Ponpes Tebuireng, Kemenkum Jatim: Pesantren Jadi Episentrum Karya dan Inovasi
“Hadratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari menempatkan ilmu dan keulamaan di atas politik. Keulamaan lebih tinggi dibanding sekedar pollitik. Karena itu beliau (Hadratussyaikh) tetap berwibawa, tetap menjadi rujukan, tetap didengar fatwanya,” kata Dr KH Ahmad Musta’in Syafi’ie, M.Ag, saat menyampaikan Manaqib Masyayikh dan Pengasuh PesantrenTebuireng di depan ribuan warga NU yang memenuhi Pesantren Tebuireng.
Bahkan, tegas Kiai Musta’in Syafi’ie, hanya Hadratussyaikh yang bisa menyatukan umat Islam Indonesia dalam satu wadah.
“Belum pernah umat Islam di negeri ini menyatu dalam satu wadah kecuali waktu Hadratussyaikh,” tegas penulis Tafsir Al-Quran Aktual di HARIAN BANGSA, koran yang terbit di Jawa Timur tiap hari.
Baca Juga: Takut PKB Bubar, Khofifah Bakar Surat Pengunduran Diri Gus Dur
Hadir dalam acara itu Menkopolhukam Moh Mahfud MD, Putri Gus Dur Yenny Wahid, tokoh muda NU Australia Nadirsyah Hosen, Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak, adik Gus Dur dr Umar Wahid, Nyai Farida Salahuddin Wahid dan tentu saja tuan rumah, KH Abdul Hakim Mahfudz, pengasuh Pesantren Tebuireng.
Menurut Kiai Musta’in Syafii, Hadratussyaikh adalah seorang hafidz (hafal Al-Quran) dan Muhaddits (ahli Hadits). “Ketika belajar di Makkah, Hadratussyaikh bersama teman-temannya di depan ka’bah, berikrar untuk berjuang memerdekaan negeri ini,” kata Kiai Musta’in Syafi’ie sambil menyebut sebuah referensi.
Hadratussyaikh bersama teman-temannya, kata Kiai Musta’in, mengevaluasi kenapa perjuangan para ulama terdahulu belum berhasil memerdekaan negeri ini. Diantara yang dianalisis adalah perjuangan Pahlawan Pengeran Diponegoro.
Baca Juga: Mengapa Gus Dur Produktif dan Suka Humor
“Ternyata nama asli Pangeran Diponeogoro adalah Abdul Hamid Ontowiryo, berjuang untuk memerdekakan negeri ini disertai 180 kiai,” katanya.
Menurut dia, di museum Salatiga ada mushaf (Al-Quran), tasbih, dan kitab Fathul Qorib.
“Menunjukkan bahwa pangeran Diponegoro tak pernah lepas membaca Al-Quran saat berjuang kemana-kemana,” kata Kiai Musta’in.
Baca Juga: Tuntaskan Rangkaian Bedah Buku KHM Hasyim Asyari di Bandung, Khofifah: Ikhtiar Bangun Persatuan
Ia juga menjelaskan tentang adanya tasbih.
"Karena Pangeran Diponegoro adalah Mursyid Tarikat Qadiriah Naqsabandiah," ungkapnya.
Kenapa ada Kitab Fathul Qorib? Menurut Kiai Musta'in, ini menunjukkan bahwa Pangeran Diponegoro penganut madzhab Asy-Syafi’iyah.
Baca Juga: Peringati Haul Gus Dur ke-15, PCNU Kota Probolinggo Gelar Khitan Massal
Menurut dia, Pangeran Diponegoro berjuang keras untuk memerdekakan negeri ini dengan cara melawan penjajah atau Belanda. Perlawanan Pangeran Diponegoro membuat Belanda kalang kabut. Sampai banyak hutang ke perbankan internasional.
“Pada 1825 sampai 1830 Belanda kalang kabut. Tapi (Belanda) tidak juga tumbang. Lalu Hadratussyaikh menganalisis, kalau begitu diubah saja perjuangannya, bukan melawan,” kata Kiai Musta’in Syafi’ie.
Lalu apa? Membangun insfrastruktur. “Membangun penguatan infrastruktur di negeri sendiri melalui tiga pilar: pendidikan, ekonomi dan organisasi,” kata Kiai Musta’in Syafi’ie.
Baca Juga: Gus Dur Ucapkan Selamat Natal, Rocky Gerung Jawab: Saya Gak Serius Beragama
Maka lahirlah organisasi seperti Nahdlatul Wathan, Nahdlatut Tujjar, Tashwirul Afkar, yang kemudian jadi Nahdlatul Ulama.
Dalam bidang ekonomi, ungkap Kiai Musta’in Syafi’ie, Hadratusyaikh pernah mewakafkan tanah. “Hadratussyaikh pernah mewakafkan tanah di Jombok sana. Tapi bukan untuk masjid atau pesantren. Tapi untuk pasar,” tutur Kiai Ahmad Musta’in Syafi’ie.
Ini memang aneh dan kontroversial. “Mana ada kiai mewakafkan tanah untuk pasar,” katanya.
Baca Juga: Haul Gus Dur di Tebuireng, Nurani Gus Dur Terasah di Pesantren
Tapi itulah yang dilakukan Hadratussyaikh untuk membangun kekuatan ekonomi. “Ini menunjukkan penguatan ekonomi yang luar biasa,” tegas Kiai Ahmad Musta’in Syafi’ie.
Lalu bagaimana dengan pendidikan? “Kalau pendidikan sudah tak bisa diragukan lagi,” katanya.
Ternyata strategi yang dibangun Hadratussyaikh untuk perjuangan kemerdekaan negeri melalui tiga pilar itu berhasil. Pada tahun 1945 Indonesia merdeka. (MMA)
Baca Juga: Ning Inayah Wahid Sebut Gus Dur Selalu Bela Orang Lemah, Yakin Menolak Kenaikan PPN 12 %
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News