SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Program Dinas Pendidikan untuk melakukan penyegaran dalam bentuk rotasi guru, mulai bermasalah. Ditengarai, program tersebut tidak lagi berjalan. Hal tersebut perlahan menuai protes. Khususnya oleh seluruh guru-guru dari tingkat SD hingga SMA, yang telah menjalani program tersebut sejak lama.
Kemarin (24/7), beberapa perwakilan para guru mendatangi Gedung DPRD Surabaya. Sedianya para guru tersebut menyampaikan uneg-uneg mereka kepada Wakil Rakyat Surabaya.
Baca Juga: One Voice SMPN 1 Surabaya Raih Juara Dua Kategori Bergengsi di SWCF 2024
Kuraida, salah satu guru mata pelajaran Fisika meminta tegas agar program rotasi tidak dihapus dan dijalankan untuk tahun ajaran baru.
Menurut dia, sejak tahun 2013 sampai 2014, tercatat sebanyak 1.500 guru mengalami rotasi. Baik dari sekolah SD hingga SMA dan SMK. Namun, jumlah ini belakangan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Kuraida menyatakan, program rotasi guru diindikasikan mulai tidak berjalan.”Ternyata belum tersentuh semua. Raja-raja kecil di sekolah-sekolah tidak ada yang dipindah. Ini kan jadi presepsi akhirnya. Ada apa ini?,” katanya.
Baca Juga: SWCF 2024 Jadi Ajang Kenalkan Seni dan Budaya Surabaya ke Kancah Internasional
Istilah Raja Kecil ini muncul saat program rotasi Guru awal kali digagas jaman Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya dijabat oleh Sahudi. Itu merupakan ‘pelintiran’ dari sebutan para guru-guru yang dianggap berprestasi. Selain itu, masa bakti mereka mengajar cukup lama. Sehingga dianggap lebih senior di sebuah sekolah.
Program ini awalnya dikatakan baik. Sebab, para guru-guru berprestasi di sebuah sekolah akan dipindahkan ke sekolah lain. Tujuannya, agar sekolah-sekolah dengan SDM Guru yang kurang bisa terisi merata. Akhirnya, dengan SDM yang berkualitas setidaknya tidak ada diskriminasi bagi sekolah-sekolah Negeri di Surabaya. “Program itu justru seharusnya bisa berjalan terus. Biar semua merasakan seperti yang saya rasakan,” urai Guru berdarah Madura ini.
Sayangnya, implikasi ini justru terjadi benturan di internal sekolah-sekolah. Sebab, keberadaan ‘Guru Pilihan’ ini tidak semuanya bisa diterima di lingkungan baru. Terutama bagi tenaga guru muda. Dampaknya, tidak sedikit para guru yang mengalami rotasi merasa stress. Bahkan merasa dibuang. Fakta ini bahkan dialami oleh salah seorang guru SMP Negeri yang terkena gerbong rotasi.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Raih UHC Award 2024, Anggarkan Rp500 Miliar per Tahun untuk Warga Berobat Gratis
Di lingkungan baru, guru tersebut justru diberi jam sedikit dan ruang kelas di lantai tiga sebuah sekolah di kawasan Jalan Biliton. Padahal, guru tersebut tengah menderita sakit hingga akhirnya meninggal dunia.
Di lain sisi, dengan pengurangan jam mengajar berdampak terhadap pemberian Tunjangan Profesi Pendidikan (TPP). Menurut Catur Budiwitjono, salah seorang Guru di SMKN 1 Surabaya, banyak para guru yang dirotasi harus merasakan TPP dikurangi.
Catur dulunya merupakan Guru mata pelajaran Olah Raga di SMPN 22 Surabaya. Meski ditempat yang baru dirinya merasakan nyaman dan diterima, namun dengan hilangnya kabar rotasi membuat kecewa.”Kalau memang sistemnya baik yang harus tetap dijalankan,” katanya.
Baca Juga: Anak Anggota DPRD Surabaya Jadi Korban Jambret di Galaxy Mall
Sayangnya, aspirasi mereka di Gedung Dewan Surabaya tidak tertampung. Sebab, para guru tersebut tidak diterima oleh Wakil Rakyat Surabaya. (lan/dur)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News