SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap 10 orang dalam kasus dugaan korupsi insentif pajak untuk ASN Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo mendapat sorotan publik sangat tajam. Banyak pihak menilai ada kejanggalan.
"OTT ini Kamis malam, tapi diumumkan Senin," kata Novel Baswedan, mantan penyidik senior KPK, dalam cuitannya di aplikasi X @nazaqistsha (30/1/2024).
Baca Juga: Penasihat Hukum Terdakwa Kasus Pemotongan Insentif ASN BPPD Sidoarjo Minta APH Proses Pihak Terkait
Padahal, kata Novel, selama ini KPK selalu mengumumkan langsung hasil OTT dalam satu kali 24 jam. "Selama ini KPK langsung mengumumkan 1x24 jam setelah OTT, ini janggal," tegas Novel lagi.
Menurut dia, OTT tidak ujuk-ujuk. Tapi melalui proses dan pengamatan.
"OTT melalui proses, ada pengamatan dan telaah," jelas Novel Baswedan.
Baca Juga: Kasus Pungli PTSL Desa Gilang: Kades Tak Ada saat Kejari Sidoarjo Datangi Kantor Desa
Karena itu ia menilai aneh ketika tidak ada penyelanggara dalam proses OTT yang menguras waktu hingga tiga hari.
"Aneh ketika tidak ada penyelenggara negaranya dalam OTT yang sampai lebih tiga hari seperti ini," ujar Novel.
"Apakah ada pejabat yang sembunyi dalam kasus ini?," lanjut Novel kemudian.
Baca Juga: JPU KPK Kabulkan Pembukaan Rekening Gus Muhdlor
Dilansir Tempo, sumber di lingkup internal KPK menyatakan bahwa Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor cukup jelas terlibat. Tim penyidik bahkan sudah mengantongi bukti berupa percakapan antara Gus Muhdlor – panggilan Bupati Sidoarjo itu – dari salah satu orang yang ditangkap.
"Ada chatting (percakapan) dan sebagainya, jelas (keterlibatan) Bupati," ujar sumber itu.
Bahkan tim KPK nyaris menciduk Gus Muhdlor dalam OTT pada Kamis (25/01/2024) lalu itu. Hanya saja saat itu ada perintah agar mereka mundur.
Baca Juga: Kejari Sidoarjo Tetapkan Kades Trosobo dan Dua Orang Lainnya Tersangka Kasus Pungli PTSL
Ternyata drama tak berhenti di situ. Dalam gelar perkara pada Jumat sore, 26 Januari lalu, tim penyidik melihat gelagat tidak menggembirakan dari para pemimpin.
Sumber itu menyatakan ada perdebatan soal apakah kasus ini akan ditangani KPK atau diserahkan kepada aparat penegak hukum yang lain, yaitu kepolisian.
Menurut sumber itu, hanya Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK, yang ngotot kasus ini tetap ditangani KPK. Sementara pemimpin yang lain ingin menyerahkan ke kepolisian.
Baca Juga: Sidang Tipikor Insentif Sidoarjo: Gus Muhdlor Keukeuh Tak Tahu soal Aliran Dana Keagamaan
"Alasannya karena nilainya kecil dan tidak ada keterlibatan penyelenggara negara," katanya.
Para penyidik membantah alasan itu. Pasalnya, temuan mereka menunjukkan praktik sunat-menyunat ini sudah berlangsung sejak Gus Muhdlor menjabat pada 2021. Mereka memperkirakan nilainya mencapai kurang-lebih Rp8 miliar.
Begitu juga soal tidak adanya penyelenggara negara dalam kasus ini terbantahkan dengan bukti-bukti yang mereka miliki. Keterlibatan Bupati Ahmad Muhdlor sebagai penyelenggara negara cukup jelas dalam kasus ini.
Baca Juga: Gus Muhdlor Sesalkan Kesaksian Pegawai DJP
"Memang jelas, seharunya bupati itu ditangkap. Masalahnya kan dilindungi," kata sumber Tempo itu.
Setelah berdebat lama, keputusan tercapai. KPK tetap menangani kasus ini, tapi hanya menetapkan Siska Wati sebagai terrsangka dan melepas 10 orang lainnya.
KPK akhirnya, selain mengenakan Pasal 12 f Kitab Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juga menyertakan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang ikut serta dalam tindak pidana kepada Siska.
Baca Juga: Sidang Korupsi Insentif ASN BPPD Sidoarjo: Gus Muhdlor Siap Buka-Bukaan soal Uang di Rekeningnya
"Pasal 55-nya itu ke Bupati," katanya.
Pertarungan ternyata tak kelar pada gelar perkara saja. Tim penyidik, menurut sumber tadi, sebenarnya sudah bersiap untuk menangkap Muhdlor Ali pada Sabtu dan Ahad lalu.
Namun perintah tak kunjung keluar dari pimpinan. Bahkan mereka kembali mendapat kabar bahwa kasus ini akan diserahkan ke kepolisian.
Baca Juga: Eks Kades Kletek Sidoarjo Dituntut 1 Tahun 10 Bulan Penjara di Kasus Dugaan Korupsi PTSL
Perlawanan tim penyidik untuk mempertahankan kasus itu di tangan mereka akhirnya tuntas setelah Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK, mengumumkan penetapan tersangka pada Senin sore. Dia pun membenarkan sejumlah informasi yang diperoleh Tempo.
Misalnya soal tak bulatnya suara di lingkup internal KPK. Ghufron menyatakan itu sebagai hal biasa terjadi di berbagai kasus. Pasalnya, menurut dia, banyak teknis hukum yang diperdebatkan dalam gelar perkara.
"Jadi rata-rata alot," kata Ghufron.
Ia juga mengakui beberapa pemimim KPK ingin melimpahkan ke kepolisian. Alasannya, nilai dari barang bukti yang ditemukan saat OTT kecil, yakni hanya puluhan juta rupiah.
"Tapi kami selalu mengatakan bahwa pada saat tangkap tangan itu yang cash kecil, pas masuk (dikembangkan), pasti dapat yang lain," katanya.
Soal nilai korupsi yang disebut mencapai Rp 8 miliar, Ghufron tak mau bicara. Dia hanya membenarkan bahwa KPK mengendus praktik pemotongan insentif itu sejak 2021.
"Kami masih akan mendalami lebih lanjut," ujarnya.
Tapi Ghufron membantah soal perintah agar tim tak menangkap Ahmad Muhdlor Ali dalam operasi pada Kamis lalu itu. Dia menyatakan mereka sempat mencari Muhdlor, tapi tidak ketemu.
"Pada hari-H (OTT), kami sudah berupaya mencari yang bersangkutan (Bupati Sidoarjo), tapi kami tidak menemukannya, sehingga kami akan melakukan prosedur hukum, yakni pemanggilan," katanya.
Berbeda dengan Ghufron, Alexander Marwata, membantah tudingan soal upaya agar kasus itu dilimpahkan ke kepolisian.
"Enggak bener. KPK tetap berkomitmen menangani perkara yang melibatkan kepala daerah sesuai dengan kewenangan yang dimiiki," tegas Alex – sapaan Alexander Marwata, dikonfirmasi terpisah.
Lalu bagaimana tanggapan Ahmad Muhdlor? Wakil Ketua GP Ansor Jatim itu memberikan pernyataan tertulis lewat Humas Pemkab Sidoarjo. Ia mengaku menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK.
"Kami percaya kepada KPK. Kami juga menghormati, menghargai semua yang sudah menjadi tugas dan kewenangannya," kata Ahmad Muhdlor yang juga Wakil Sekretaris PC Ansor Sidoarjo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News