SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Hingga saat ini, penuntasan kasus Pasar Turi belum ada ujung pangkalnya. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sudah dua kali mensomasi pengembang Pasar Turi, PT Gala Bumi Perkasa. Pemkot juga sudah menggelar pertemuan dengan pengembang. Sayangnya, belum ada keputusan apapun terkait penyelesaikan sengketa ini.
Kepala Bagian Hukum Pemkot Surabaya, Ira Tursilowati mengaku, pihaknya sudah berulangkali rapat dengan pengembang untuk membahas mengenai addendum atau pembaharuan perjanjian. Meski belum ada hasil apapun, pihaknya belum menempuh langkah-langkah hukum lanjutan.
Baca Juga: One Voice SMPN 1 Surabaya Raih Juara Dua Kategori Bergengsi di SWCF 2024
“Pada saat somasi pertama, tidak ada tanggapan dari pengembang. Baru pada somasi kedua mereka (pengembang) mengajak kami untuk rapat. Tapi belum menghasilkan apapun,” terangnya.
Ira menjelaskan, poin-poin dalam addendum itu mencantumkan tentang pengelolaan Pasar Turi, Strata Title dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pemutusan kontrak dengan PT Gala Bumi Perkasa seperti tuntutan sebagian pedagang Pasar Turi, menurut Ira tidak mungkin bisa disetujui.
Pemkot tetap mengacu pada perjanjian bangun, guna, serah (Build Operation Transfer/BOT). Dimana dalam perjanjian itu, PT Gala Bumi Perkasa akan mengelola Pasar Turi selama 25 tahun. Setelah itu baik lahan maupun bangunan diserahkan ke Pemkot. “Apakah kami akan melakukan somasi ketiga, kami masih menunggu sikap dari pengacara kami (kejaksaan dan peradi),” ujarnya.
Baca Juga: SWCF 2024 Jadi Ajang Kenalkan Seni dan Budaya Surabaya ke Kancah Internasional
Salah satu pedagang Pasar Turi, Kho Ping mengaku kecewa dengan sikap Pemkot, lantaran tidak mau berisiko dalam menghadapi kasus di pasar yang dibangun perusahaan milik Henry J Gunawan itu.
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini sebelumnya meminta petunjuk ke Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla untuk menyelesaikan masalah ini. Oleh Wapres, Risma, panggilan Tri Rismaharini minta segera menyelesaikan konflik Pasar Turi. “Yang aneh, setelah mendapat petunjuk dari Wapres, petunjuk itu kok tidak dilaksanakan,” keluhnya.
Pengamat hukum, I Wayan Titib Sulaksana mengatakan, ada banyak pelanggaran yang dilakukan pengembang. Diantaranya, status bangunan yang seharusnya hak sewa diubah menjadi strata tittle. Padahal, strata tittle ini berlaku bagi rumah susun, bukan bangunan pasar. Kemudian, dalam perjanjian yang bersifat , pengembang harus membangun terlebih dulu.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Raih UHC Award 2024, Anggarkan Rp500 Miliar per Tahun untuk Warga Berobat Gratis
Baru setelah itu meminta pedagang untuk membayar stan. Anehnya, pengembang meminta pedagang membayar dulu baru stan dibangun. “Uang yang digunakan membangun Pasar Turi itu uang pedagang. Henry J Gunawan itu tidak mengeluarkan uang sepeser pun,” katanya.
Dosen di Universitas Airlangga (Unair) ini menilai, Pemkot lamban dalam menindak pengembang. Saat ini, semua pedagang Pasar Turi, khususnya yang berstatus korban kebakaran 2007, sudah melunasi biaya stan.
Anehnya, meski sudah lunas, tapi surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) belum diserahkan pengembang ke pedagang. Akhirnya dia menduga ada kongkalikong antara Pemkot dengan pengembang. “Berdasarkan informasi yang saya terima, ada sejumlah pejabat tinggi di lingkungan Pemkot yang memiliki stan di Pasar Turi,” ujarnya. (lan/dur)
Baca Juga: Anak Anggota DPRD Surabaya Jadi Korban Jambret di Galaxy Mall
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News