Direktur YLBH FT Sebut Pagar Laut di Pesisir Berpotensi Melawan Hukum

Direktur YLBH FT Sebut Pagar Laut di Pesisir Berpotensi Melawan Hukum Direktur YLBH FT, Andi Fajar Yulianto.

GRESIK, BANGSAONLINE.com - YLBH Fajar Trilaksana (FT) merespons polemik penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM)  yang tengah menjadi perhatian.

Direktur YLBH FT, Andi Fajar Yulianto, meminta pihak berwenang untuk mengusut tuntas hal tersebut.

Baca Juga: Heboh Pagar Laut, Dewan Sebut Banyak Industri Sewa Area Pesisir untuk Perluasan Pabrik di Gresik

"Kalau munculnya SHGB di areal pesisir itu tidak prosedural, tak sesuai perundangan berlaku, maka pelakunya masuk kategori perbuatan melawan hukum," katanya kepada BANGSAONLINE.com, Rabu (22/1/2025).

Menurut dia, kawasan pesisir pada dasarnya tidak dapat dijadikan sebagai objek hak guna bangunan (HGB) atau SHM. Jika bisa, Fajar menyebut diperlukan mekanisme yang sangat ketat.

"Karena pesisir berfungsi sebagai penjaga ekologi, yang menjadi habitat berbagai biota laut," ucapnya.

Baca Juga: Ditanya Heboh Pagar Laut, Aguan Tak Mau Jawab

Ia menjelaskan, kawasan pesisir memiliki fungsi ekologis yang sangat penting dalam penjagaan berbagai flora dan fauna, berperan dalam siklus hidrologi, hingga sebagai batas wilayah. Karena itu, mengubah status pesisir menjadi SHGB atau SHM dapat mengancam fungsi-fungsi ekologis laut,  serta dapat mengancam kelestarian ekosistem pesisir.

"Ketika terbukti senyatanya pesisir laut menjadi SHGB bahkan SHM, jika memang ini bisa lolos dengan tanpa memperhatikan faktor keselarasan dari ekosistem dan regulasi yang disimpangi, maka hal demikian adalah perbuatan melawan hukum berjamaah antara oknum pejabat pemerintah dan mafia tanah," paparnya.

Fajar menyampaikan, status pemanfaatan pesisir laut telah diatur dalam Undang-Undang 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Baca Juga: Pemprov Pastikan Tidak Ada Pagar Laut yang Membentang di Garis Pantai Jawa Timur

"Perundangan ini menjadi landasan utama dalam mengatur pemanfaatan kawasan pesisir di Indonesia. Di samping secara teknis tata kelola adanya regulasi dalam wujud peraturan daerah (Perda) di setiap daerah. Regulasi itu jelas termasuk pembagian zona pemanfaatan pesisir laut, di antaranya beberapa zona dengan fungsi dan peruntukan yang berbeda, seperti zona inti, zona pemanfaatan, dan zona rehabilitasi," ungkapnya.

Ditegaskan olehnya, dalam Ketentuan Umum UU 27/2007 memberikan ruang hak pengusahaan perairan pesisir (HP3). Artinya hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir seperti untuk usaha kelautan, perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya pesisir.

Oleh karena itu, Fajar menilai SHGB atau SHM tidak mungkin terbit di atas laut, lantaran belum terlihat pengusahaannya.

Baca Juga: Keganjilan Pagar Laut Misterius

"Apalagi masih berupa laut dan belum terlihat daratannya. Namun jika SHGB bahkan SHM bisa terbit, hal ini dapat terjadi kecuali adanya kongkalikong dengan oknum pejabat, dan mafia tanah, serta ada kemungkinan nantinya muncul pembeli terakhir dari objek pesisir yang kurang teliti posisi objek yang dijual dan percaya saja sama perantara, sehingga potensi sebagai korban di level paling bawah," bebernya.

"Dengan adanya SHGB/SHM di atas laut, tentu dari segi proses mekanisme terbitnya hak itu telah memenuhi syarat regulasi-regulasi yang disiapkan, dan mendukung proses tersebut. Akhirnya kepemilikan menjadi sah tertutupi, terpayungi, dan terlegitimasi. Namun, jika tidak, maka inilah sebuah penyerobotan objek wilayah pesisir laut yang terlegitimasi," pungkasnya. (hud/mar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO