Tafsir Al-Anbiya' 89-90: Ajaib, Nenek Tua itu Melahirkan

Tafsir Al-Anbiya Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

Rubrik ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 87-88: "Rahmah Minna" dan "Rahmah Min Indina"

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Anbiya': 89-90. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.

89. Wa zakariyyā iż nādā rabbahū rabbi lā tażarnī fardaw wa anta khairul-wāriṡīn(a).

(Ingatlah) Zakaria ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan), sedang Engkau adalah sebaik-baik waris.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 87-88: Kematian Sebelum Ajal

90. Fastajabnā lah(ū), wa wahabnā lahū yaḥyā wa aṣlaḥnā lahū zaujah(ū), innahum kānū yusāri‘ūna fil-khairāti wa yad‘ūnanā ragabaw wa rahabā(n), wa kānū lanā khāsyi‘īn(a).

Maka, Kami mengabulkan (doa)-nya, menganugerahkan Yahya kepadanya, dan menjadikan istrinya (dapat mengandung). Sesungguhnya mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.


Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 87-88: Nabi Dzu Al-Nun A.S.

TAFSIR AKTUAL

Sebelumnya dikisahkan tentang nabi Yusus A.S. yang pergi meinggalkan kaumnya tanpa pamit Gusti Allah dan mengalami masalah sangat serius yang mengancam nyawanya, yakni “dilahap” ikan paus. Untung dimuntahkan lagi di bibir pantai dan selamat. Memang ajaib, tapi tak pernah ada kesulitan di tangan Tuhan.

Kali ini mengangkat kisah A.S. bersama istrinya yang sudah sama-sama berusia lanjut dan tua renta, keriput, dan sudah sangat lemah. Namun sang buah hati tak kunjung lahir. Hal itu mengakibatkan hubungan suami – istri kurang harmonis. Ya, tapi siapa yang mesti disalahkan?

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 85-86: Dzulkifli A.S., Siapa Dia?

Hanya via doa kepadaNya saja jalan satu-satunya. Zakariya A.S. sangat serius berdoa agar dikarunia momongan. Dua kalimat memelas yang diunggah di hadapan Tuhan, yakni: pertama, “Rabbi La tadzarni farda”. Ya Tuhan, mohon jangan Engkau jadikan aku hidup sendirian tanpa penerus. Dan kedua, “wa anta khairu al-waritsin”. Sedangkan Engkau maha pewaris.

Wa Zakariya idz nada Rabbah”. Ketika Zakariya A.S. berdoa, bahasa yang dipakai pada ayat ini adalah “nada, fa nada Rabbah”. Nada asli artinya memanggil-manggil dengan suara keras. Dalam bahasa arab, adzan disebut juga nida’, makanya adzan harus dengan suara keras.

Lawannya adalah “naja, yunaji, munajah”, artinya berbisik. Berkata-kata dengan suara lirih nan mendekat.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 83-84: Rahmah Minna dan Rahmah Min ‘Indina

Tentu tak pantas bagi seorang Zakariya A.S. berteriak-teriak di hadapan Tuhan memohon agar dikaruniai anak. Maka, lebih sopan dimaknai serius berdoa. Bisa jadi doa itu dipanjatkan dengan suara keras dan bisa juga denga suara lirih sesuai kondisi.

Yang dimaksud dengan, “jangan biarkan aku hidup sendirian” adalah hidup yang hanya satu kali edisi dan berhenti. Hidup yang tidak berkelanjutan, alias tidak punya anak yang mewarisi kelak.

Artinya, orang yang tidak punya anak itu bagaikan tidak punya dokumen hidup yang menginformasikan bahwa dia pernah hidup di dunia. Terputusnya jalur nasab inilah yang paling ditakuti Zakariya A.S. dan lebih dari itu, keberlangsungan dakwah agama juga menjadi sangat penting baginya.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 83-84: Sakit itu Rahmat

“Engkau maha pewaris”, adalah ungkapan pemujian terhadap Dzat yang Maha terpuji. Terpuji dengan sifat-Nya yang maha pewaris, “khair al-warisin”.

Maha mewarisi semuanya, tetapi juga maha memberi semuanya. Pada tesis ini, tidak ada kalimat yang tegas menunjuk sebuah permintaan. Yang ada hanya pemujian secara tetap, menyentuh, dan proporsional.

Dan Tuhan itu Maha cerdas dan Maha belas kasih. Tidak perlu diterjemah dan tidak butuh dijelaskan, karena Dia maha mengerti, yang akhirnya, doa tersebut didengar dan kabulkan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 83-84: Dhan Chux, Aduh, dan Allah

fa istajabna lah”. Kemudian lahirlah seorang anak laki-laki dari perut nenek tua tersebut bernama “Yahya”. “wawahabna lah Yahya”.

Doa super pendek dengan menggunakan bahasa memelas dan sindir itu ternyata efeknya tak terbayangkan. Tuhan Sendiri yang menerjemah dan memberi lebih dari apa yang dikehendaki Zakariya A.S. Bahwa, tidak hanya dianugerahi anak, melainkan bonusnya lebih banyak, antara lain:

Pertama, setelah punya anak, kehidupan rumah tangga Zakariya dan istri semakin harmonis setelah sekian lama “disharmonis” gara-gara belum punya anak, “wa ashlahna lah zawjah”.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 83-84: Nabi Ayub A.S. Mengeluh?

Kedua, Yahya tumbuh menjadi anak super shalih dan diangkat menjadi nabi sejak kecil. Bunga keluarga ini sangat menghiasi rumah tangga Zakariya A.S. hingga semua anggota keluarga menjadi hamba Tuhan yang saling berpacu dalam kebajikan, “innahum kanu yusari’un fi al-khairat”.

Inilah rumah sebagai miniatur surga, di mana semua anggotanya mencerminkan perilaku penghuni surga.

Ketiga, keluarga Zakariya adalah keluarga ilahiah. Di mana semuanya selalu dekat dan terus mendekat kepada-Nya. Dalam situasi apapun dan dalam waktu kapan pun. Suka atau duka, longgar atau sempit tak ada pengaruh apa-apa, pokoknya Allah, ya Allah SWT titik. Itulah makna :’ Wa yad’unana raghaba wa rahaba”.

Keempat, “wa kanu lana khasyi’in”. keluarga Zakariya A.S. sungguh orang-orang yang sangat patuh kepada Tuhan, hingga tak parnah ada keluhan bersujud kepada-Nya. Sungguh sebagai keluarga sangat santun terhadap sesama manusia sehingga siapa pun hormat kepada mereka.

Meski demikian keluhuran jiwanya, tapi tidak begitu bagi kaum Yahudi jahat. Zakariya dan Yahya adalah musuh bebuyutan. Bagi mereka, keduanya harus dihabisi.

Akhirnya, bapak dan anak yang sama-sama nabi ini mati dibunuh oleh mereka. Termasuk keponakannya, yaitu Isa ibn Maryam A.S. tapi tidak berhasil. Kedahuluan dievakuasi oleh Tuhan ke langit. Isa masih di sono, sedangkan Zakariya dan Yahya sudah bahagia di pangkuan Tuhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO