Tafsir Al-Anbiya' 96-97: Ya'juj Wa Ma'juj yang Sesungguhnya

Tafsir Al-Anbiya Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Anbiya': 96-97. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.

96. Ḥattā iżā futiḥat ya'jūju wa ma'jūju wa hum min kulli ḥadabiy yansilūn(a).

hingga apabila (tembok) Ya’juj dan Ma’juj dibuka dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.

97. Waqtarabal-wa‘dul-ḥaqqu fa iżā hiya syākhiṣatun abṣārul-lażīna kafarū, yā wailanā qad kunnā fī gaflatim min hāżā bal kunnā ẓālimīn(a).

(Apabila) janji yang benar (yakni hari Kiamat) telah makin dekat, tiba-tiba mata orang-orang yang kufur terbelalak. (Mereka berkata,) “Alangkah celakanya kami! Kami benar-benar lengah tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang zalim.”


TAFSIR

Setelah membicarakan umat terdahulu dan ada yang berbuat kerusakan, kemudian dibinasakan, kini Tuhan berbicara tentang Ya’juj wa Ma’juj, sebangsa makhluk perusak, perampas, pembunuh, dan bahkan kanibalis. Orang barat mengerti kisah ini dari sejarawan mereka dan menyebutnya sebagai Gog and Magog.

Perkara apakah mereka itu jenis manusia atau setengah manusia, apakah itu nama satu makhluk atau satu etnis atau dua yang punya kesamaan perilaku, maka itu debatable. Sementara yang ditekankan oleh Al-Qur’an adalah perilakunya yang sangat brutal dan kebinatangan, bukan nama atau bangsa apa.

Jika Ya’juj wa Ma’juj dikisahkan sebagai makhluk perampas dan pembunuh, tidak pernah berpikir barang ini milik siapa, tidak pernah pula kasihan terhadap nasib korbannya, apalagi berpikir apa hukumnya, maka siapa pun yang berbuat semacam itu, maka dialah sesungguhnya yang Ya’juj wa Ma’juj, meski dia pakai jas dan berdasi.

Memang begitu kisah di dalam Al-Qur’an di-blow up. Bukan untuk sekadar cerita masa lalu, melainkan sebagai pitutur yang sangat bagus agar orang beriman mengambil pelajaran. Lalu berbuat baik mencontoh yang baik atau segera berghenti dari perbuatan buruk, lalu memperbaiki diri.

Simaklah baik-baik pada akhir pemerintahan ini. Baru saja berita di berbagai media ramai sekali soal korupsi di tambang timah yang besarannya sekitar dua ratus tujuh puluh triliun rupiah dan hingga kini belum beres. Kemudian disusul korupsi raksasa dan terbesar di dunia, sebesar tiga ratus triliun rupiah.

Sementara Ya’juj wa Ma’juj, paling merampas makanan, ternak penduduk, dan sebangsanya.

Yang mengejutkan adalah keputusan pengadilan atas tindak korupsi itu, Malingnya hanya dihukum tiga tahun penjara dan denda lima ribu rupiah. Bukankah maling ini yang Ya’juj wa Ma’juj sesungguhya. Termasuk juga hakim pemutus. Ya, karena sudah pasti uang haram itu dibagi dan dinikmati bersama, seperti hasil rampasan Ya’juj wa Ma’juj yang dimakan barsama.

Lalu, markas Ya’juj wa Ma’juj ditutup oleh Raja Dzu al-Qarnain seperti dijelaskan pada surah al-Kahfi yang lalu. Mereka, hingga kini terkurung di dalamnya tanpa mampu keluar sampai nanti menjelang kiamat. Penjara alam tersebut hingga kini tetap misteri dan sengaja dibuat begitu oleh Tuhan.

Selanjutnya, pada ayat kaji ini dijelaskan, bahwa nanti mereka akan keluar dengan jumlah sangat banyak, ada di mana-mana seperti air banjir yang mengalir dan menggenangi daratan. “wahum min kull hadab yansilun”. Lalu, siapa yang bisa membendung air bah tersebut?

Karena ini akan terjadi pada menjelang hari akhir, maka itulah merupakan azab bagi mereka yang hidup saat itu. Mereka kufur dan terlena, mereka durhaka dan membelakangi Tuhan dan berakibat jauh dari rahmat-Nya.

Dan kiamat endingnya, penyesalan menimpanya dan tidak berguna pertobatannya. “Ya wailana qad kunna fi ghaflah min hadza bal kunna dzalimin”.

Kini persoalan justru menuju kepada tindakan manfaat yang dilakukan oleh sang raja adil dan pemberani, Dzu al-Qarnain. Ya’juj wa Ma’juj dikurung di antara dua lembah, ditutup kuat-kuat dengan cor-coran dari besi mendidih nan cair. Sangat kokoh dan dunia menjadi aman seperti yang kita saksikan sekarang.

Untuk itu, menghadapai Ya’juj wa Ma’juj modern di negeri tercinta ini adalah, sungguh sangat dibutuhkan pemimpin super adil, tegas, kuat dan berani membuntu semua ruang gerak Ya’juj wa Ma’juj negeri ini. Di manapun ruang itu ada dan seberapa pun.

Ingatlah, bahwa kehancuran dan amblasnya aset negeri ini sudah sangat melampaui batas. Bisa dibilang, negeri ini termasuk kelas atas negara dengan pejabat terkorup. Maka rakyat sangat menunggu presiden yang berani menghukum mati koruptor, menghabisi mereka tanpa ragu, tanpa takut Bank Dunia, tanpa takut IMF, tanpa takut HAM, dan lain-lain.

Negeri ini mayoritas berpenduduk muslim. Ada Majelis Ulama’, ada NU, Muhammadiyah, al-Irsyad, Jamiyah al-Wasliyah, dan lain-lain. Ribuan ahli agama, penghafal Al-Qur’an, pondok pesantren, perguruan tinggi agama islam, kiai, profesor dan lain-lain.

Mereka sangat percaya adanya Allah SWT sebagai Tuhan yang maha kuasa yang melindungi negeri ini, jika penguasanya benar-benar menuruti kehendak-Nya. Seperti dulu Tuhan menganugerahi negeri ini bisa merdeka dari penjajahan. Itu semua karena kesungguhan para pejuang dan keikhlasan mereka, meskipun persenjataan rakyat sangat tidak seimbang dengan persenjataan penjajah.

Dan sebagai renungan: Presiden RRC yang kafir, tidak kenal Al-Qur’an, tidak kenal al-Hadis, tidak membaca kitab kuning, tidak puya MUI, tidak didukung para kiai saja, berani menghukum mati koruptor dan tuntas. Hasilnya sungguh luar biasa dan membuat RRC negara besar dan bermartabat, maju dan kaya