
Daftar Isi
Hardja menyetujui tawaran tersebut dengan syarat adanya jaminan berupa cek dari Fenny dan anaknya.
Namun, tanpa penjelasan yang jelas, muncul permohonan praperadilan. Fenny kembali menghubungi Hardja dan menjelaskan bahwa anaknya menolak untuk membuka cek tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, Mulia Wiryanto mengklaim bahwa ia memiliki kerjasama dengan PTPN Jawa Barat, yang katanya sedang menjual gula kepada Pemerintah Jawa Barat.
Ia menjanjikan keuntungan minimal 5 persen per bulan dan menjelaskan bahwa korban hanya perlu menunggu tanpa melakukan aktivitas apapun.
Meskipun awalnya Hardja Karsana Kosasih menolak karena tidak memahami mekanisme pengadaan gula, Mulia Wiryanto meyakinkannya dengan menunjukkan foto-foto aktivitas usaha dan menawarkan titipan modal sebesar Rp10 miliar.
“Terdakwa menjamin bahwa uang korban tidak akan hilang, dan dapat diminta kapan saja. Keuntungan 5% per bulan akan dibagi dua, dan bila ada kerugian, seluruhnya akan menjadi tanggung jawab terdakwa,” ungkap Jaksa Damang Anubowo.
Karena keyakinannya yang dibangun melalui janji-janji dan bukti foto yang ditunjukkan, Hardja Karsana Kosasih setuju dan pada 4 September 2020 menandatangani Perjanjian Kerjasama serta mentransfer uang sebesar Rp10 miliar.
Namun, meskipun uang tersebut telah diserahkan, Hardja Karsana Kosasih tidak pernah melihat secara langsung kegiatan usaha gula yang dijanjikan. Sepanjang periode Februari 2021 hingga Desember 2022, korban hanya menerima total Rp2,3 miliar.
Setelah beberapa waktu, korban mulai meminta pengembalian modal.
Namun, Mulia Wiryanto tak menepati janjinya dengan mengatakan, pengembalian uang baru bisa dilakukan setelah menyelesaikan sengketa hotel dan rencana untuk go public.
Janji-janji tersebut tidak pernah terwujud, sehingga korban mengirimkan surat teguran (somasi) kepada terdakwa. Meski begitu, balasan dari terdakwa tetap berisi janji-janji yang tidak jelas. (ald/van)