
Daftar Isi
SURABAYA,BANGSAONLINE.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis 3 tahun penjara kepada Mulia Wiryanto, Direktur PT Karya Sentosa Raya (KSR) setelah terbukti melakukan tindak pidana penipuan yang merugikan pengacara senior HK. Kosasih sebesar Rp10 miliar.
Putusan ini dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Djoanto pada Jumat (2/5/2025) di ruang Candra PN Surabaya. Sebelum membacakan amar putusan, Majelis Hakim mempertimbangkan sejumlah hal, baik yang memberatkan maupun yang meringankan.
Hal yang meringankan bagi terdakwa, menurut hakim, adalah sikap sopan yang ditunjukkan selama persidangan.
Namun, hal yang memberatkan adalah sikap terdakwa yang berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
“Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Mulia Wiryanto selama 3 tahun, karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP,” ujar Hakim Djoanto.
Atas putusan tersebut, kuasa hukum terdakwa, Fransiska Xaveria Wahon, menyatakan banding. Hal yang sama juga dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Damang Anubowo dari Kejaksaan Negeri Surabaya yang mengajukan banding atas keputusan Majelis Hakim.
Putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan JPU, yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan atas pelanggaran Pasal 378 KUHP.
Setelah sidang putusan, Hardja Karsana Kosasih mengungkapkan bahwa hingga saat ini ia belum menerima pengembalian uang sebesar Rp10 miliar yang diserahkan kepada Mulia Wiryanto.
“Satu rupiah pun belum dikembalikan,” cetus Hardja.
Kasus Berawal
Kasus ini bermula dari kerja sama bisnis gula yang ditawarkan oleh terdakwa. Hardja sebelumnya telah menerima uang sebesar Rp2,3 miliar secara bertahap dari Mulia. Namun, terdakwa kemudian meminta suntikan modal tambahan sebesar Rp2,5 miliar.
Istri terdakwa, Fenny, sempat menghubungi Hardja dan menawarkan solusi pembayaran secara bertahap hingga Desember 2025.
Hardja menyetujui tawaran tersebut dengan syarat adanya jaminan berupa cek dari Fenny dan anaknya.
Namun, tanpa penjelasan yang jelas, muncul permohonan praperadilan. Fenny kembali menghubungi Hardja dan menjelaskan bahwa anaknya menolak untuk membuka cek tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, Mulia Wiryanto mengklaim bahwa ia memiliki kerjasama dengan PTPN Jawa Barat, yang katanya sedang menjual gula kepada Pemerintah Jawa Barat.
Ia menjanjikan keuntungan minimal 5 persen per bulan dan menjelaskan bahwa korban hanya perlu menunggu tanpa melakukan aktivitas apapun.
Meskipun awalnya Hardja Karsana Kosasih menolak karena tidak memahami mekanisme pengadaan gula, Mulia Wiryanto meyakinkannya dengan menunjukkan foto-foto aktivitas usaha dan menawarkan titipan modal sebesar Rp10 miliar.
“Terdakwa menjamin bahwa uang korban tidak akan hilang, dan dapat diminta kapan saja. Keuntungan 5% per bulan akan dibagi dua, dan bila ada kerugian, seluruhnya akan menjadi tanggung jawab terdakwa,” ungkap Jaksa Damang Anubowo.
Karena keyakinannya yang dibangun melalui janji-janji dan bukti foto yang ditunjukkan, Hardja Karsana Kosasih setuju dan pada 4 September 2020 menandatangani Perjanjian Kerjasama serta mentransfer uang sebesar Rp10 miliar.
Namun, meskipun uang tersebut telah diserahkan, Hardja Karsana Kosasih tidak pernah melihat secara langsung kegiatan usaha gula yang dijanjikan. Sepanjang periode Februari 2021 hingga Desember 2022, korban hanya menerima total Rp2,3 miliar.
Setelah beberapa waktu, korban mulai meminta pengembalian modal.
Namun, Mulia Wiryanto tak menepati janjinya dengan mengatakan, pengembalian uang baru bisa dilakukan setelah menyelesaikan sengketa hotel dan rencana untuk go public.
Janji-janji tersebut tidak pernah terwujud, sehingga korban mengirimkan surat teguran (somasi) kepada terdakwa. Meski begitu, balasan dari terdakwa tetap berisi janji-janji yang tidak jelas. (ald/van)