Dini Rahmania, Anggota DPR RI saat menerima penghargaan dari Forkom Jurnalis Nahdliyin
“Madrasah dibangun dengan semangat gotong royong dan keikhlasan. Negara harus hadir untuk memastikan guru-gurunya tidak hanya dihormati secara moral, tetapi juga dihargai secara ekonomi,” ucapnya.
Melalui penghargaan yang diterimanya, Dini berharap semangat dan perjuangannya dapat menginspirasi generasi muda Nahdliyin untuk terus memperjuangkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan dalam pendidikan.
“Saya ingin penghargaan ini menjadi pengingat bahwa perjuangan belum selesai. Guru madrasah, santri, dan lembaga pendidikan Islam harus diperjuangkan agar setara dan sejahtera,” pungkasnya.
Sementara itu Ketua Umum Forkom Jurnalis Nahdliyin (FJN), Muhamad Didi Rosadi, menegaskan bahwa perjuangan yang diusung Dini Rahmania selaras dengan hasil riset terbaru mengenai kesenjangan kesejahteraan guru madrasah.
Berdasarkan data Pusat Riset Pendidikan dan Kebudayaan BRIN (2024), rata-rata pendapatan guru madrasah swasta di Indonesia masih berada di bawah 40% dari standar gaji guru sekolah negeri.
“Data menunjukkan masih ada ketimpangan struktural. Jika negara tidak melakukan intervensi anggaran dan reformasi kebijakan pengangkatan, kualitas pendidikan Islam akan terus tertinggal,” ujarnya.
Diday menambahkan, FJN mendukung langkah-langkah konkret DPR dan Kementerian Agama dalam memperkuat ekosistem pendidikan Islam yang berkeadilan, termasuk pemerataan tunjangan profesi dan digitalisasi data guru madrasah agar kebijakan lebih tepat sasaran.
“Kami mendorong agar isu kesejahteraan guru madrasah tidak hanya dibahas saat momentum politik atau hari besar keagamaan, tetapi menjadi agenda strategis pembangunan nasional,” tegasnya.
Tahun ini, FJN sendiri memberikan apresiasi kepada 16 Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2025. Apresiasi ini merupakan kegiatan rutin FJN sejak berdiri pada 13 Mei 2020.
"Apresiasi ini murni dari kawan-kawan FJN kepada figur Nahdliyin yang rekam jejak dan karyanya bisa menginspirasi generasi muda," kata Diday.
Diday menambahkan, FJN sebagai perkumpulan jurnalis berbasis Nahdlatul Ulama (NU) mengkhususkan apresiasi ini kepada figur Nahdliyin, baik struktural maupun kultural, sebagai bentuk komitmen dalam mendukung NU.
"Kami ini bagian dari NU, karena itu kami fokus pada figur-figur Nahdliyin. Hal ini sejalan pada misi FJN yang memberi support kepada NU secara lembaga, maupun individunya," ujarnya.
Kriteria utama dalam menentukan figur yang diapresiasi adalah seorang Nahdliyin yang masuk kategori muda atau penggerak pemuda. Proses penentuan dilakukan secara kolektif dan independen oleh internal FJN.
"Kami juga memegang prinsip independen dan imparsial. Bahkan tidak ada komunikasi yang kami lakukan dengan figur-figur yang menjadi nominator sampai diumumkan," pungkas Diday. (mdr/van)










