BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com – Warga di sekitar Kecamatan Gayam, Bojonegoro mengeluhkan suhu panas yang terjadi pada musim kemarau tahun ini. Suhu panas di sekitar wilayah itu lebih tinggi di banding wilayah lain di Kota Ledre, bahkan di lebih tinggi di banding suhu panas di Makkah, Arab Saudi.
Jika di Makkah suhu panasnya antara 37° hingga 38° celcius, di sekitar proyek migas Blok Cepu mencapai 41° hingga 42° celsius pada siang hari. "Di sana (Makkah,red), waktu saya lihat di handphone, suhu menunjukan 37° celcius pada siang hari," ujar Rusno, warga Desa Temu, Kecamatan Kanor yang usai melakukan ibadah haji di Makkah beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Dorong Petani Mandiri, EMCL Adakan Program Sekolah Lapang Pertanian
Di Kecamatan Gayam itu terdapat lokasi pengeboran minyak dan gas bumi (migas) Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, yang dikelola ExxonMobil Cepu Limited (EMCL).
Selain suhu panas akibat dampak musim kemarau, di lokasi proyek itu saat ini sedang berlangsung pembakaran gas suar bakar (flaring) di tapak sumur (well pad) B Lapangan Migas Banyu Urip, Blok Cepu dengan volume gas sebesar 23 Milion Standart Cubic Feed For Day (MMSCFD).
Desa yang suhu panasnya paling tinggi yakni Mojodelik. Sebab, di desa itu yang ditempati pengeboran migas Banyu Urip Blok Cepu. Meski tempatnya di situ, namun dampak hawa panasnya sampai di mana-mana, bahkan hampir se-kecamatan Gayam kepanasan. Papan suhu yang ada di Desa Mojodelik pada pukul 13.00 WIB kemarin menyebutkan, suhu panas di desa itu mencapai 41° celcius.
Baca Juga: APBD Bojonegoro Bisa Rp 7,5 Triliun, Sayang Bupati-Wakil Bupati Bertengkar depan Publik
"Selain kecamatan itu rata-rata suhunya 33° sampai 35° celsius pada siang hari. Jadi, di sekitar Kecamatan Gayam kalau siang hari suhunya panas sekali," ujar salah satu warga Mojodelik, Rokib, Selasa siang (3/11).
Sementara itu, Darmin (50), salah satu warga Dusun Ledok, Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam mengaku, jarak rumahnya dengan lokasi flaring well pad B Banyu Urip Blok Cepu hanya sekitar 500 meter. Sejak ada pembakaran gas suar dan musim kemarau tiba ia dan warga lainnya merasa tidak nyaman.“Rasanya panas sekali, gerah. Kalau malam sulit tidur. Hewan ternak seperti sapi juga sulit tidur karena kepanasan,” ujar Darmin.
Sebenarnya, kata dia, warga sudah tidak betah tinggal di sekitar lokasi pada siang hari, tetapi tidak ada pilihan lain selain bertahan. “Pembakaran gas suar itu juga menimbulkan bau tidak sedap seperti telur busuk,” ungkapnya.
Baca Juga: SMAN 1 Tuban Juarai Kompetisi Student Company Regional EMCL
Pembakaran gas suar bakar (flaring) itu saat ini masih sebesar 23 MMSCFD. Ke depan, pembakaran gas suar itu akan ditingkatkan hingga 70 MMSCFD. Tujuannya, untuk proses eksploitasi migas di dalam perut bumi. (nur/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News