MALANG, BANGSAONLINE.com - Lembaga Politik dan Rekayasa Kebijakan (LaPoRa) Universitas Brawijaya (UB) Malang membeberkan hasil survei perilaku pemilih warga Kabupaten Malang pada Pilkada 2015. Survei yang dilakukan pertengahan November lalu itu melibatkan 220 enumerator yang disebar ke 16 kecamatan, dengan responden sebanyak 669 orang, dengan metode multistage random.
Dari hasil survei LaPoRa menyebut, calon petahana Rendra Kresna-Sanusi unggul, dengan raihan suara 63,7 persen.
Baca Juga: Bawaslu RI: Kabupaten dan Kota Malang Masuk Daerah Tingkat Rawan Tinggi di Pilkada 2024
“Sementara calon dari PDI Perjuangan, Dewanti Rumpoko-Masrifah Hadi, berada di urutan kedua, dengan 26,8 persen, disusul pasangan Nurkholis-Mufidz dengan 1,5 persen tingkat popularitasnya, dan sisanya 8,1 persen belum mempunyai pilihan. Ini hasil survei terakhir yang berkaitan dengan elektabilitas,” kata peneliti LaPoRa, Fazadora, saat mejelaskan hasil rilisnya, Selasa (01/12)
Namun hasil itu masih bisa berubah, mengingat responden yang diteliti LaPoRa masih ragu-ragu dengan pilihan sementaranya. Fazadora mengatakan, setelah memberikan pilihan politiknya, sebanyak 50 persen responden itu ternyata belum tahu apakah mencoblos calon yang sementara dipilihnya atau tidak. Sebanyak 45 persen sudah pasti memilih apa yang mereka sebut dalam survei, dan sisanya 5 persen menyatakan tidak pasti dan bisa berubah.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang bisa mengubah pilihan, di antaranya money politics, ada tokoh menarik di balik pasangan calon, program partai dan beberapa faktor lain. “Kalau masalah money politics diakui tentu masih ada, tapi itu tidak banyak mempengaruhi,” tambahnya. Fazadora merinci beberapa pemilih menerima politik uang tapi tetap memilih berdasarkan hati nuraninya.
Baca Juga: Pascadebat Pilbup Malang, Direktur Pusdek Ingatkan HM Sanusi Tak Lupakan Masalah Kompleks ini
Sementara itu, pengamat politik dari UB, Wawan Sobari, menegaskan, meski Rendra-Sanusi leading dengan elektabilitas 63,7 persen, namun hasil survei LaPoRa menegaskan, ada 50 persen ‘swing voters’ yang bisa mengubah peta.
Kekuatan figur dan pencitraan sangat dominan dan spontan. Tingginya angka swing voters bisa dilakukan dengan memetakan basis yang kuat dengan menjamin pemilih datang ke tempat pemilihan suara (TPS). Pemetaannya harus bergerak berdasar basis atau memetakan grey area. (thu/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News