Para Pelaku Poligami Gelar Silatkernas, Mau Revisi UU Perkawinan

Para Pelaku Poligami Gelar Silatkernas, Mau Revisi UU Perkawinan Demo Anti Poligami. foto: TEMPO

BANDUNG, BANGSAONLINE.com - Para pelaku poligami yang tergabung dalam Forum Keluarga Sakinah (FKPS) menggelar silaturahim dan rapat kerja nasional (silatkernas) yang digelar di Pondok Pesantren Asy-Syifa Wal Mahmuudiyyah, di Tanjung Sari, Kabupaten Sumedang, pada Sabtu, 2 Januari 2016. Kegiatan itu bertujuan mengumpulkan seluruh anggota FKPS dan membahas masalah permasalahan yang kerap kali mendera para pelaku poligami di Indonesia.

Sekretaris Jendral (Sekjen) FKPS, Fakhruddin Rusyibani, mengatakan saat ini para pelaku poligami kerap kali cenderung sembunyi-sembunyi dan tidak mau diketahui oleh khalayak masyarakat lantaran stigma masyarakat terhadap orang yang melakukan poligami cenderung diskriminatif.

"Kami mencoba mulai terbuka dan memberikan pemahaman yang benar terkait poligami kepada masyarakat, bahwa ketika mendengar poligami itu, ya mereka nggak usah mengerutkan kening," ujar Fakhruddin, di sela kesibukannya memandu acara itu, seperti dikutip tempo.co.

Menurut dia, stigma itu yang harus mulai diluruskan. Pasalnya, kata dia, masalah poligami itu ada ketentuannya dan dibolehkan oleh agama. "Dalam Islam itu ada landasan syariatnya, di surat An-Nisa ayat 3, bahkan di ayat itu disebutkan nikahilah dua, tiga, atau perempuan perempuan, tidak disebutkan satu perempuan," kata dia.

Fakhruddin menjelaskan poligami menjadi polemik ketika ada sejumlah orang yang tidak setuju dengan poligami. Hal ini, kata dia, kebanyakan disuarakan oleh kaum feminis yang melarang pria untuk menikahi perempuan lebih dari satu.

"Biasanya mereka (feminis) landasannya pada masalah adil. Memang benar tidak akan ada yang bisa adil, tapi ketidakadilan itu tidak serta-merta menggugurkan perintah sebelumnya," ucapnya.

Bahkan, kata Fakhruddin yang kini memiliki dua orang istri, adil itu sifatnya subjektif sekali kalau dalam masalah poligami. Artinya, yang berhak menilai adil itu yakni perempuan yang tengah dipoligami dan suami hanya berusaha untuk melakukan adil terhadap istri-istrinya.

"Adil itu sifatnya subjektif dan tidak bisa diukur parameternya, nggak bisa di generalisasi dong, tapi adil itu bisa kita upayakan secara wujudnya dan yang berhak menjustifikasi adil itu istri-istri yang dipoligami dan landasannya keridaan," ujarnya.

Sebetulnya, kata dia, masalah yang paling berat bagi dia beserta keluarganya yakni masalah persepsi sosial. Padahal, kalau dari segi kehidupan berkeluarga secara personal dia mengaku tidak mengalami masalah yang berat.

"Kebanyakan masalah terberat yang kami alami itu dari persepsi sosial ya. Kalau masalah personal antara suami dengan istri-istrinya nggak jadi masalah sih adem ayem aja, tapi kadang masyarakat yang justru memberikan stereotip jelek," ucap dia.

Sumber: Tempo.co

Lihat juga video 'Video Nissa Sabyan Soal Poligami Kembali Viral':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO