JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyiapkan tindakan tegas terhadap politisi Golkar, Budi Supriyanto jika kembali tidak kooperatif kepada penyidik yang mengusut kasus dugaan suap terkait proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) yang menjeratnya sebagai tersangka.
Budi diketahui mangkir dari pemeriksaan penyidik KPK pada Kamis (10/3) kemarin dengan alasan sakit. Namun setelah dikonfirmasi, pihak Rumah Sakit Roemani Semarang yang surat keterangannya digunakan Budi untuk memperkuat alibi sakitnya membantah pernah mengeluarkan analisis sakit terhadap Budi.
Baca Juga: Diperiksa KPK Empat Jam Lebih, Cak Imin Bantah Aliran Uang ke Politikus PKB
Komisioner KPK, Laode Muhammad Syarief menyatakan, pihaknya sedang mempertimbangkan sejumlah tindakan terhadap Budi. Syarif tak membantah, salah satu tindakan tersebut dengan langsung menahan Budi jika dia kembali tidak bersikap kooperatif.
"Penyidik lagi meneliti, kalau dia tidak kooperatif akan ada tindakan-tindakan lain," kata Syarief saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (11/3).
Komisioner KPK lainnya, Saut Situmorang masih meyakini Budi akan bersikap kooperatif terkait proses hukum yang menjeratnya. Menurut dia, hukum tidak bisa dibangun diatas kecurigaan semata.
Baca Juga: Cak Imin Diperiksa KPK dalam Kasus Suap PUPR, Hanif Dhakiri yang Dampingi Ngaku Tak Ngerti
"Hukum itu tidak bisa dibangun di atas kecurigaan, apalagi dendam. Percaya saja dia sakit, tidak akan lari gunung dikejar, hati orang siapa tahu," ujar dia.
Penetapan Budi sebagai tersangka merupakan pengembangan atas kasus yang juga menjerat koleganya di Komisi V dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti. Surat perintah penyidikan (sprindik) dengan tersangka Budi ditandantangani lima pimpinan KPK pada Senin (29/2) lalu.
Berdasarkan pemeriksaan saksi dan alat bukti yang dimiliki KPK, Budi diduga menerima suap dari Dirut PT Windu Tunggal Utama (WTU), Abdul Khoir. Suap ini diberikan agar PT WTU mendapat proyek di Kemen PUPR.
Baca Juga: Kasus Korupsi PUPR, KPK Panggil Wakil Ketua Dewan Syuro PKB
Atas perbuatan yang dilakukannya, Budi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelum ditetapkan tersangka, Budi sempat melaporkan penerimaan gratifikasi senilai SGD 305.000 kepada Direktorat Gratifikasi KPK pada 1 Februari lalu. Dalam laporannya, Budi yang diwakili penasihat hukumnya menyebut gratifikasi tersebut diterimanya dari rekan Damayanti yang bernama Julia Prasetyarini.
Namun, laporan tersebut ditolak lantaran berdasarkan analisis KPK, gratifikasi yang diterima Budi berkaitan dengan kasus suap terkait proyek Kemen PUPR. Selain itu, pelaporan penerimaan uang tersebut diduga sebagai upaya Budi untuk terlepas dari jeratan pidana.
Baca Juga: Gamblang, Surat Justice Collaborator Musa Zainuddin Sebut Sekjen, Bendum dan Ketum PKB
Kasus ini mencuat saat Tim Satgas KPK menangkap tangan Damayanti, bersama dua rekannya, Julia dan Dessi A Edwin serta Abdul Khoir pada Rabu (13/1).
Selain keempatnya, KPK juga menyita uang sebesar SGD 99.000 yang diduga merupakan bagian dari janji suap sebesar SGD 404.000 atau sekitar Rp 3,9 miliar yang diberikan Abdul Khoir jika Damayanti mengamankan proyek Kemen PUPR tahun anggaran 2016.
Proyek tersebut merupakan pembangunan jalan di Maluku, yang digarap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX. Setelah diperiksa intensif, Damayanti bersama dua rekannya, Julia Prasetyarini, dan Dessy A Edwin ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap.
Baca Juga: Hari Ini KPK Periksa Kiai Abdul Ghofur, Wakil Ketua Dewan Syura PKB Terkait Kasus Suap PUPR
Atas tindak pidana yang dilakukannya, ketiganya dijerat KPK dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Abdul Khoir ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dan disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 33 UU Tipikor. (rol/kcm/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News