KPK Diminta Usut Pimpinan Komisi V DPR, Hakim Vonis Damayanti 4,5 Tahun Penjara

KPK Diminta Usut Pimpinan Komisi V DPR, Hakim Vonis Damayanti 4,5 Tahun Penjara Terdakwa penerima suap proyek jalan Ambon-Maluku, Damayanti Wisnu Putranti bersalaman dengan tim penuntut umum seusai menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/9).

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis anggota Komisi V DPR RI, Damayanti Wisnu Putranti, dengan hukuman 4,5 tahun penjara. Ia juga diharuskan membayar denda Rp 500 juta dengan subsider tiga bulan kurungan penjara.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa penjara selama empat tahun enam bulan dan denda Rp 500 juta dengan ketentuan bila terdakwa tidak dapat membayar denda maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan," kata Ketua Majelis Hakim, Sumpeno, dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Koruspi (Tipikor) Jakarta, Kemayoran, Jakarta, Senin (26/9).

Baca Juga: Diperiksa KPK Empat Jam Lebih, Cak Imin Bantah Aliran Uang ke Politikus PKB

Majelis menilai Damayanti telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan beberapa kali, sebagaimana dakwaan pertama. Ia terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Dia menerima suap sebesar Rp 8,1 miliar dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir, bersama-sama dengan anggota Komisi V DPR lainnya, Budi Supriyanto, dan dua stafnya, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini. Pemberian uang dilakukan beberapa kali dengan rincian, 328 ribu dolar Singapura, 1 miliar dalam dolar AS dan 404 ribu dolar Singapura.

Uang sebanyak itu diberikan kepada Damayanti dengan tujuan agar Damayanti mengusahakan proyek pembangunan jalan di provinsi Maluku dan Maluku Utara masuk ke dalam program aspirasi Komisi V DPR dan diharapkan dapat masuk dalam RAPBN KemenPUPR tahun 2016.

Baca Juga: Cak Imin Diperiksa KPK dalam Kasus Suap PUPR, Hanif Dhakiri yang Dampingi Ngaku Tak Ngerti

Namun, majelis hakim tak sependapat dengan penuntut umum ihwal tuntutan pencabutan hak politik untuk dipilih. Hakim menilai, hukuman pidana sudah cukup bagi terdakwa supaya tidak mengulangi perbuatannya tersebut.

"Majelis tidak sependapat dengan penuntut umum, hukuman pidana penjara sudah memberikan efek jera terhadap terdakwa," ujar Hakim Sigit Herman Binaji.

Dalam pertimbangannya, hakim juga membacakan hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Adapun yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah yang tengah giat memberantas korupsi. Selain itu, perbuatan terdakwa juga dinilai merusak tatanan demokrasi check and balanced antara legislatif dan eksekutif.

Baca Juga: Kasus Korupsi PUPR, KPK Panggil Wakil Ketua Dewan Syuro PKB

Sedangkan yang meringankan yakni bersikap sopan selama persidangan, terdakwa tidak pernah dihukum, berterus terang dan mengakui perbuatannya, memiliki tanggungan keluarga dan telah mengembalikan uang.

Selain itu, terdakwa juga telah bersedia bekerja sama dengan penegak hukum dengan menjadi justice collaborator. Atas keterangan tersebut juga membongkar aliran dana ke anggota DPR lainnya Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, serta mengungkap sejumlah hal yang terjadi di komisi V DPR RI.

"Dari keterangan saudara juga ada Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro yang turut menerima aliran dana, sehingga hakim sependapat dengan penuntut umum sebagai JC untuk pertimbangan meringankan," kata Hakim Sigit.

Baca Juga: Gamblang, Surat Justice Collaborator Musa Zainuddin Sebut Sekjen, Bendum dan Ketum PKB

Atas putusan hakim, Damayanti bersama penasihat hukum dan penuntut umum menyatakan pikir-pikir. Adapun putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa pada KPK yang menuntut pidana 6 tahun penjara dikurangi masa tahanan dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Usai persidangan, Damayanti Wisnu Putranti meminta KPK mengusut pimpinan Komisi V DPR dalam perkara suap persetujuan anggaran Kempupera dalam APBN 2016.

"Ya secara spesifik atasannya Damayanti kan ketua komisi. Jadi kami mengarahnya ke sana. Yang harusnya itulah tindak lanjut dari Damayanti itu," kata penasihat hukum Damayanti, Wirawan Adnan.

Baca Juga: Hari Ini KPK Periksa Kiai Abdul Ghofur, Wakil Ketua Dewan Syura PKB Terkait Kasus Suap PUPR

Menurutnya, Damayanti bukanlah aktor utama dalam perkara suap pembangunan infrastruktur jalan di Kempupera. Hal itu diperkuat oleh pengadilan yang menetapkannya sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator).

Adnan menuding pelaku utama dalam kasus suap Damayanti justru pimpinan Komisi V DPR Fary Djemi Francis yang telah diungkap dalam persidangan. Fary telah diperiksa penyidik KPK dan telah dihadirkan di persidangan kliennya.

"Kalau bukan pelaku utama kan telah disebutkan dalam pembelaan kami. Pelaku utamanya adalah atasan-atasannya Damayanti," tegasnya.

Baca Juga: KPK Panggil A Muhaimin Iskandar dalam Kasus Suap Proyek PUPR

Lantaran mau bekerjasama dalam memberikan keterangan seputar suap, Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta menyetujui penetapan mantan anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti, sebagai justice collaborator.

Damayanti dinilai bertindak sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

"Majelis sependapat pada jaksa dan pimpinan KPK bahwa terdakwa patut disematkan status sebagai justice collaborator, atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum," ujar hakim Sigit.

Baca Juga: Korupsi Proyek PUPR, Politisi PDI P Bakal Kembali Diperiksa KPK

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai, Damayanti telah mengakui perbuatannya dan berterus-terang sehingga perkara hukum menjadi jelas.

Ia dianggap telah membuka perbuatan pihak lain yang terlibat, yakni pengusaha Abdul Khoir, dan dua staf Damayanti, yaitu Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.

Keterangan Damayanti juga membuat terang mengenai adanya skenario oleh pihak-pihak tertentu di Komisi V DPR serta pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dalam rangka pengurusan persetujuan anggaran Kementerian PUPR dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.

Baca Juga: Dipanggil KPK, Empat Politisi PKB Mangkir

Selain itu, keterangan Damayanti telah membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menetapkan tersangka lain, yakni anggota Komisi V DPR, Budi Supriyanto dan Andi Taufan Tiro, serta Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary.

"Dengan demikian, penetapan justice collaborator harus dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan," kata hakim Sigit.(kcm/rol/rmol/lan)

Sumber: kompas.com/republika.co.id/rakyatmerdekaonline

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO