SUMENEP, BANGSAONLINE.com – Meski aktivitas nelayan cukup menjanjikan, tapi rupanya banyak nelayan di Kabupaten Sumenep justru meninggalkan profesi itu. Banyak nelayan justru berbondong-bondong ke luar daerah dengan mendirikan toko. Hal itu biasanya terjadi saat nelayan memasuki musim paceklik.
Menurut anggota Komisi II DPRD Sumenep, Masdawi, musim paceklik bagi nelayan biasanya terjadi pada bulan April, Mei dan Juni. Katanya, di bulan-bulan inilah banyak nelayan justru meninggalkan aktivitasnya menangkap ikan. Dan mereka memilih bermigrasi ke luar daerah, seperti halnya ke Jakarta, untuk membuka usaha lain.
Baca Juga: Jadi Penyambung Lidah dengan Pemerintah, HNSI Sumenep Siap Perjuangkan Kesejahteraan Nelayan
“Dalam bulan-bulan itu memang tidak ikan,” ujar pengusaha ikan laut itu, Jum’at (23/4).
Meski dalam 3 bulan itu tidak ada ikan, kata Masdawi, seharusnya nelayan tidak boleh pindah profesi. Sebab, dalam bulan itu sebenarnya ikan sedang bertelur, lalu mengeram dan menetaskan ikan-ikan baru. Artinya, selepas bulan tersebut ikan-ikan akan banyak lagi, karena akan kembali lagi ke permukaan laut.
“Ini yang tidak banyak diketahui oleh kalangan nelayan,” papar politisi partai Demokrat itu.
Baca Juga: Demi Ekosistem Laut, 105 Modul Rumah Ikan Siap Ditenggelamkan Nelayan Sumenep
Oleh sebab itu, dia berharap instansi terkait melakukan sosialisasi tentang waktu perkembangbiakan ikan tersebut, sehingga para nelayan tidak putus asa saat tidak ada ikan, dan tidak putus asa dengan menggeluti usaha lain.
Terlebih potensi ikan di Kabupaten Sumenep cukup besar, dan kebanyakan masyarakat memang berprofesi sebagai nelayan. Oleh sebab itu, Masdawi menginginkan agar nelayan tetap menekuni profesinya dengan dorongan yang diberikan instansi terkait.
Data yang berhasil dihimpun, nelayan di Kabupaten Sumenep 40.200 orang, sementara yang sudah memiliki kartu nelayan sebanyak 10.400 orang. (mat/rev)
Baca Juga: Proyek ICS Kurang Bermanfaat, DPRD Sumenep Bakal Panggil Dinas Terkait
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News