JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan segera mereshuffle kabinet. Sumber BANGSAONLINE.com menyebutkan, Presiden Jokowi sengaja menunggu selesainya Munaslub Golkar karena partai warisan Orde Baru itu memang dijanjikan dapat satu kursi di kabinet.
Bahkan santer diberitakan bahwa Jokowi - lewat Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan - ikut “menentukan” terpilihnya Setya Novanto (Setnov) sebagai ketua umum Golkar dalam Munaslub tersebut. Jokowi juga tak mengelak soal keterlibatan Luhut dalam gerilya politik di Golkar untuk memenangkan Setnov sebagai ketua umum. Ketika memberi sambutan dalam pembukaan Munaslub Golkar Jokowi terang-terangan mengatakan apa salahnya Luhut mengumpulkan DPD Golkar karena dia dulu adalah Dewan Pertimbangan Golkar.
Baca Juga: Soal Sri Mulyani dan Basuki Diminta Mundur Dari Kabinet Jokowi, Ini Kata Istana
Lalu siapa kira-kira yang diplot jadi menteri dari Golkar?
”Dari Golkar yang ditunjuk sebagai menteri Idrus Marham (sekjen Golkar-red), sedang dari PAN Taufik Kurniawan (Wakil Ketua DPR dari PAN-red),” kata sumber BANGSAONLINE.com di Jakarta.
Jokowi kini memang sudah meninggalkan prinsip politik koalisi tanpa syarat. Jika dalam kampanye pilpres dan awal menjabat presiden, Jokowi terkesan “Jaim” (jaga image) dan selalu mengatakan koalisi tanpa syarat, kini justru terang-terangan melakukan politik transaksional. Yakni memberi Golkar jatah satu kursi dengan catatan Golkar mendukung penuh Jokowi. Gayung pun bersambut. Setnov “pagi-pagi” sudah mendukung Jokowi untuk piplres 2019.
Baca Juga: Heboh Lagi! 90 Persen Keuntungan Hilirisasi Nikel Mengalir ke Cina
Sementara peneliti CSIS Arya Fernandes mengatakan bahwa reshuffle kabinet mungkin akan menyenangkan buat Golkar dan PAN namun jadi tantangan berat bagi Presiden Jokowi.
"Di reshuffle kali ini tantangan yang dihadapi Jokowi jauh lebih sulit karena harus mengakomodir PAN dan Golkar. Dia harus menjelaskan kepada parpol yang lebih awal mengusungnya. Jokowi harus bicara dengan pentolannya seperti Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum NasDem Surya Paloh, JK sebagai wapres dan lainnya," kata Arya Fernandes kepada wartawan, Kamis (2/6/2016).
Situasi akan menjadi sulit karena Jokowi kemungkinan besar harus mengurangi jatah menteri parpol pendukungnya. Lantaran kalau main tambah menteri asal parpol maka komitmen Jokowi mewujudkan kabinet profesional bakal dipertanyakan.
Baca Juga: Reshuffle Tak Signifikan: Mendepak Yang Tak Sealiran, Mengakomodasi Ketum PAN
"Apalagi kalau ada pengurangan jatah menteri dari parpol, tentunya tidak mudah karena akan mendapatkan perlawanan dari parpol pengusungnya," kata Arya.
Belum lagi Jokowi harus menjelaskan kepada masyarakat. Meskipun reshuffle kabinet adalah hak prerogatif presiden, tapi masyarakat berhak tahu alasan Jokowi mengganti menterinya.
"Jokowi harus menjelaskan kepada publik karena dia berjanji membentuk kabinet profesional. Kalau dalam reshuffle kabinet jilid dua ini lebih banyak anggota parpol, Jokowi harus menjelaskan kepada masyarakat. Dia juga harus menjelaskan indikator utama kenapa menteri ini direshuffle, kenapa menteri ini tidak," paparnya seperti dikutip detik.com
Baca Juga: M Luthfi dan Sofyan Djalil Dicopot, Zulkifli Hasan Masuk Kabinet, ini Daftar Menteri Baru
Tentu Jokowi harus cermat sebelum memutuskan mengganti menteri tertentu. Kalau Jokowi mengganti menteri yang kinerjanya positif dan punya semangat antikorupsi, tentu masyarakat pun akan meragukan pertimbangan Jokowi.
"Kemudian kalau menteri yang masuk itu profesional mungkin publik akan menerima. Tapi kalau tidak qualified mungkin publik juga akan kecewa," pungkasnya.
Berbeda dengan Arya, pengamat politik senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti mengatakan bahwa perombakan Kabinet Kerja dinilai sudah menjadi kebutuhan sehingga tak perlu ditunda-tunda lagi.
Baca Juga: Reshuffle Kabinet 15 Juni, 63,1 Persen Publik Setuju Jokowi Rombak Menteri
Menurut dia, Jokowi sudah mengetahui bagaimana kinerja para menteri. Secara politik, dukungan partai politik sudah kuat, apalagi setelah Partai Golkar menyelesaikan konflik internal dan menyatakan mendukung pemerintah. “Sekarang saatnya Presiden Jokowi melakukan reshuffle,” katanya.
Ikrar berharap Presiden Jokowi mempertahankan komposisi zaken kabinet (kabinet ahli) yang mayoritas dari kalangan profesional, yakni 14 menteri dari partai dan 20 dari profesional. Dengan kata lain, jumlah menteri dari partai dan profesional tak perlu diutak-atik. "Sudah pas komposisinya," ujarnya seperti dikutip Tempo.
Ikrar juga berpendapat, ini harus menjadi reshuffle terakhir hingga masa kerja Presiden Jokowi berakhir pada Oktober 2019 supaya stabilitas politik dan ekonomi tetap terjaga. Ikrar menjelaskan, beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi sudah menyinggung kinerja beberapa menterinya. Publik pun sudah menyoroti kerja menteri-menteri.
Baca Juga: Cak Imin Dituding Pemicu Demo 11 April, Luhut, dan Bahlil Tersudut, Politikus PDIP Desak Dicopot
Ikrar mencontohkan, ada masalah rekrutmen pendamping desa di Kementerian Desa, Transmigrasi, dan Daerah Tertinggal, lalu masalah Blok Masela, kemudian kinerja Kementerian. “Presiden mesti melihat siapa menteri yang gede bacotnya doang,” ucap Ikrar.
Adapun soal dukungan politik, dia menuturkan, Golkar sebagai pemenang kedua Pemilu 2014 memberikan tawaran yang tinggi kepada Presiden Jokowi. Menurut Ikrar, tawaran itu cukup melegakan untuk kemapanan politik, yakni keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP) dan akan mencalonkan Jokowi dalam pemilihan presiden 2019.
Golkar secara tak langsung membubarkan koalisi pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada pemilihan presiden 2014 dengan menyatakan mundur dari KMP. Sebab, kekuatan politik KMP jadi berkurang. Bahkan Partai Amanat Nasional yang lebih dulu menyatakan ingin bergabung dengan pemerintah tak pernah menyatakan mundur dari KMP. (tim)
Baca Juga: Isu Reshuffle Menguat, Ning Lia Usulkan Kiai Asep dan Prof Ridlwan Nasir Gantikan Nadiem Makarim
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News