JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Setelah terpilih sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) definitif, Juri Ardiantoro langsung dihadapkan pada dua tugas besar.
Juri yang akan memimpin lembaga penyelenggara pemilihan umum tersebut selama 8 bulan ke depan harus segera menyelesaikan rancangan Peraturan KPU untuk segera ditandatangani dan dikonsultasikan ke DPR. Pemilihan Peraturan KPU ini genting, karena akan digunakan sebagai dasar penyelenggaraan Pilkada 2017, yang akan digelar di 101 daerah di Indonesia.
Baca Juga: Jelang Debat Publik Terakhir, Ketua KPU Tuban Pastikan Pendukung yang Hadir Bertambah
Tugas kedua adalah masalah anggaran KPU. KPU meminta tambahan sebesar Rp 1,025 triliun di tengah seretnya duit pemerintah. Tambahan anggaran ini rencananya dipakai untuk pilkada serentak 2017 dan pilkada serentak 2018 yang rangkaiannya dilakukan sejak 2017.
Sekadar diketahui, rapat pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada Selasa (19/7) memilih Juri Ardiantoro sebagai ketua KPU definitif. Komisioner KPU Sigit Pamungkas mengatakan, pemilihan ketua definitif berlangsung lewat musyawarah. Rapat yang dihadiri enam komisioner KPU memilih Juri Ardiantoro sebagai ketua KPU.
"Jadi, Pak Juri akan menjadi Ketua KPU definitif menggantikan Pak Hadar Nafis Gumay yang menjadi pelaksana tugas Ketua KPU selama tujuh hari (sebelumnya)," kata Sigit.
Baca Juga: Pj Ali Kuncoro dan Ketua DPRD Kota Mojokerto Tinjau Logistik KPU Jelang Pilkada Serentak 2024
Juri terpilih menjadi ketua KPU definitif pada rapat Senin hingga Selasa dini hari kemarin. Sedangkan Hadar, terpilih sebagai pelaksana tugas Ketua KPU, karena Ketua KPU sebelumnya, Husni Kamil meninggal pada Jumat (8/7) lalu.
Usai terpilih, Juri merasa tak ada yang spesial dengan tugas barunya. "Tidak ada yang luar biasa dari penunjukkan saya sebagai ketua," ujar Juri.
Menurut Juri, tidak ada kelebihan sebagai ketua dibanding komisioner lainnya. "Semua berjalan secara kolektif kolegial," katanya.
Baca Juga: KPU Sukses Gelar Debat Publik Pamungkas Pilwalkot Batu 2024
Bila dilihat dari jejak rekamnya, Juri mestinya mampu mengatasi masalah ini. Lulusan Master Sosiologi FISIP Universitas Indonesia pada 2003 ini memang akrab dengan urusan pemilihan.
Dalam profilnya yang tertuang di situs KPU pria yang besar di Brebes, Jawa Tengah, ini salah satu pendiri Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) pada 1996. Lembaga ini terhitung baru mengingat saat itu, Orde baru masih berkuasa dan pemilu selalu memenangkan Golkar.
Setelah Orde Baru diganti Orde Reformasi, Juri sempat belajar pemantauan pemilu ke Filipina. Pada Januari 1999 ia menjadi peserta Delegasi Indonesia untuk Pelatihan Pemantauan Pemilu oleh NAMFREL, Manila, Filipina.
Baca Juga: Bawaslu Kabupaten Pasuruan Rekom Pemecatan 2 Sekretariat PPS Pendukung Paslon 02
Di tahun yang sama, Juri ikut mendirikan Democracy Watch (DEWA), dan menjadi Koordinator Eksekutif hingga tahun 2001. Seiring aktivitas di DEWA, Juri juga meneliti dan mendirikan Institute of Social Transformation for Democracy (INSTAD).
Pada tahun 2003 ia menjadi anggota KPU Provinsi DKI Jakarta. Tiga tahun berselang, Juri didapuk menjadi pelaksana tugas Ketua KPUD Jakarta. Sebabnya, ketua KPUD saat itu tersangkut korupsi. Jabatan Juri bersambung hingga menjadi Ketua KPUD definitif hingga 2013.
Pada Maret 2012, Juri terpilih sebagai komisioner KPU. Komisi Pemerintahan DPR memilih tujuh komisioner KPU periode 2012-2017. Lewat pemilihan voting, Juri mendapat suara paling sedikit, 34 suara. Perolehan komisioner lainnya terpaut beberapa suara. Sigit Pamungkas (45 suara), Ida Budiati (45), Arief Budiman (43), Husni Kamil Manik (39), Ferry Kurnia (35), dan Hadar Nafis Gumay (35). (trb/okz/lan)
Baca Juga: Debat Terakhir Pilkada Nganjuk 2024, Setiap Paslon Gelar Konferensi Pers
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News