Tujuh Fraksi Setuju Perppu Kebiri jadi UU, IDI Menolak jadi Eksekutor

Tujuh Fraksi Setuju Perppu Kebiri jadi UU, IDI Menolak jadi Eksekutor Yohana Yambise dan Khofifah Indar Parawansa saat hadir di Komisi VIII DPR.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise menyambut baik dengan disetujuinya Perppu menjadi undang-undang.

"Kami apresiasi semua fraksi. Mereka mayoritas setuju Perppu dibawa ke paripurna berikutnya. Kalau sudah disetujui dan diangkat sebagai undang-undang berarti siapapun tetap harus tunduk di bawah hukum," kata Yohanna.

Menteri Khofifah menuturkan sepuluh fraksi di DPR telah setuju untuk mengundangkan perpu ini. Dengan rincian, empat fraksi setuju meneruskannya menjadi undang-undang serta lima fraksi ingin ada catatan soal mekanisme dan pemasangan chip. Sedangkan satu fraksi setuju tanpa catatan.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Mohammad Faqih meminta pemerintah menunjuk petugas eksekutor hukuman untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau perppu .

Hingga kini IDI masih menolak untuk menjadi eksekutor hukuman tersebut, karena terbentur oleh kode etik kedokteran. Menurut dia, para petugas eksekutor yang ditunjuk pun dapat dilatih untuk melaksanakan hukuman .

"Inikan hukuman, dokter secara etika tidak boleh menghukum, dokter bertugas mengobati. Jadi kalau sebagai eksekutor bukan pekerjaan dokter bertentangan dengan etika dokter. Silakan pemerintah menunjuk petugas eksekutor. Dokter itu profesi. Tunjuklah petugas eksekutor, tidak usah dibenturkan," jelas Daeng Faqih.

Daeng Faqih mengatakan, peraturan dan hukum yang baik tidak boleh bertentangan dengan norma, termasuk norma profesi. Menurut dia, dokter memiliki etika dalam menjalankan tugasnya dan memberikan pelayanan medis. Ia menyebut hukuman bukanlah termasuk pelayanan medis yang harus diberikan oleh dokter. Bahkan, menurut dia, hukuman ini melanggar undang-undang praktek kedokteran.

Sementara Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Akatjahjana mengatakan, siapa eksekutor hukuman masih disipkan. Namun, pihaknya mengingatkan pengurus IDI tidak mempertentangkan antara konstitusi dengan kode etik dokter.

Ini disampaikan Eko menanggapi belum jelasnya siapa pihak yang akan mengeksekusi hukuman .

"Ini masih dipersiapkan. Nanti kami lihat. Kalau sakit kan di rumah sakit bisa perawatnya yang nyuntik. Negara kita ini kan basisnya konstitusi, bukan kode etik. Konstitusi yang tertinggi bukan kode etik. Jadi jangan dipertentangkan, nanti kedaulatan hukum kita yang terlihat cidera," kata Eko. (jpnn/yah/lan)

Sumber: jpnn.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO