Pegiat HAM Tolak Hukuman Kebiri, Khofifah: Haknya Korban Bagaimana?

Pegiat HAM Tolak Hukuman Kebiri, Khofifah: Haknya Korban Bagaimana? Khofifah Indar Parawansa

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perppu tersebut mengatur pemberatan hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual dengan ancaman hukuman dengan bahan kimia hingga hukuman mati. Namun, sejumlah kalangan menilai hukuman tak perlu dilakukan karena bisa melanggar HAM.

Baca Juga: Biadab! Bapak di Jombang Setubuhi Dua Anak Kandungnya Sekaligus, Pelaku Terancam Hukuman Kebiri

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pun angkat bicara. Menurutnya, Perppu tersebut harus dilihat secara utuh tak bisa secara parsial. Dia juga membantah jika Perppu tersebut disebut sebagai Perppu Kebiri.

"Bukan Perppu , opini yang terbangun terlanjur begitu. Enggak, sekarang di dalam revisi kedua UU Perlindungan Anak, Perppu No 1 Tahun 2016. Di dalam Perppu ini kalau mau dilihat konsiderannya justru dasar hukumnya pasal 28 B ayat 2 tentang hak anak harus dijamin oleh negara termasuk tumbuh kembangnya termasuk anak harus dijamin tidak mendapat kekerasan dan diskriminasi. Jadi itu justru pasal tentang HAM. Loh pasal 28 B itu ayat 2 itu tentang anak," kata Khofifah.

Khofifah mengimbau kepada pihak yang menolak Perppu tersebut untuk datang ke tempat korban kejahatan seksual. Di sana akan bisa dilihat efek yang diakibatkan dari kejahatan tersebut terhadap korban dan keluarga.

Baca Juga: Ning Lia Dukung Pemberlakuan Hukuman Kebiri Kimia bagi Pelaku Kejahatan Seksual di Jatim

"Banyak yang bilang ini melanggar HAM. Nah sekarang haknya korban bagaimana? Saya kok enggak pernah dengar mereka bicara haknya korban. Mereka bicara soal pelaku. Ini korban sudah jadi korban dan trauma," kata Khofifah.

"Saya datang ke makam korban, saya bilang maafkan Bu Khofifah ya nak. Ini (kejahatan seksual) bisa jadi pertanyaan di alam kubur loh. Jangan sampai ini jadi pertanyaan buat saya di alam kubur loh," katanya.

Menurutnya, hukuman diberikan setelah melalui sejumlah ketentuan yang sudah diatur dalam Perppu tersebut. Hukuman tak akan serta merta begitu saja diberikan.

Baca Juga: Kejari Bangkalan: ​PP Kebiri Pelaku Kekerasan Seksual Tidak Bisa Diterapkan Pada Perkara Lama

"Ketika korban anak-anak, pelaku pedofil dan korbannya berkali-kali maka bisa ditambah hukuman setelah hukuman pokok," katanya.

Ketua Umum PP Muslimat NU ini mengatakan, hukuman dilakukan dengan cara menyuntik kimia ke pelaku. Hukuman juga dilakukan dengan batas waktu tertentu yakni dua tahun.

"Jadi kalau ada yang menolak, saya tanya kenapa? Kalau soal kekhawatiran hukuman memutus keturunan pelaku, ini hukuman berjangka berlaku dua tahun, tidak selamanya," katanya.

Baca Juga: DPR Setujui Perpu Kebiri Jadi UU: IDI belum Beri Tanggapan, PKS dan Gerindra Menolak

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, pandangan terkait HAM memang tidaklah sama dengan berbagai kalangan maupun negara. Namun, menurut dia, para pelaku kekerasan seksual pun telah melanggar HAM. Sehingga harus mendapatkan hukuman yang dapat membuatnya jera.

"Orang yang memperkosa siapa pun anak apalagi itukan juga melanggar HAM. Jadi memang ada sanksi hukum seperti itu bahwa orang yang melanggar ya harus dihukum," kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (27/5).

Perbedaan pandangan pelanggaran HAM juga terjadi pada penerapan hukuman mati. Namun, menurut JK, penegakan hukum ini diperlukan sesuai dengan kondisi saat ini. "Jadi sama saja dengan hukuman mati, pandangan orang dewasa ini itu melanggar HAM, kalau kita ya bayangkan berapa akibatnya," kata JK.

Baca Juga: Sempat Jadi Kontroversi, UU Kebiri Akhirnya Disahkan

Sebelumnya, sejumlah pegiat HAM menolak diberlakukanya hukuman bagi pelaku perkosaan. Komisioner Perlindungan Perempuan, Adriana Venny Aryani mengatakan, hukuman mati atau untuk pelaku kejahatan seksual akan menciptakan trauma bagi keluarga pelaku. Menurutnya, hukuman mati dan lebih bersifat balas dendam dibandingan memberi efek jera.

"Kita mau balik lagi ke zaman primitif, mata dibalas mata, tangan dibalas potongan tangan," katanya, Jumat (26/5).

Adriana menjelaskan, Rancangan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Seksual yang didorongan oleh komisi Perlindungan Perempuan tidak memasukan hukuman mati dan . Dalam rancangan Undang-undang tersebut memang mencantumkan untuk memberi efek jera kepada pelaku atau calon pelaku.

Baca Juga: Diprotes PKS dan PAN, Perppu Kebiri Dibatalkan, Pakar Hukum: Negara Legalkan Perzinaan

Tapi hanya hukuman seumur hidup yang mencegah pelaku mengulangi perbuatannya lagi. Adriana mengatakan, hukuman mati dan melanggar hak asasi manusia dan konvensi anti-penyiksaan, sementara pencegahan kekerasan seksual harus dilakukan dengan bermartabat.

"Kalau hukumannya diperberat, iya, tapi tidak hukuman mati, hukumannya seumur hidup, kalau hukuman mati sama juga melanggar konvensi anti-penyiksaan gitu, itu sama dengan kemudian hukuman cambuk juga kan penghukuman yang tidak manusiawi," tambahnya.

Hal serupa dilontarkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang tidak merekomendasikan adanya hukum . Akan lebih baik apabila negara menggunakan hukum seberat-beratnya bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Baca Juga: Tujuh Fraksi Setuju Perppu Kebiri jadi UU, IDI Menolak jadi Eksekutor

"Sebaiknya Perppu tidak sampai terbit," ujar Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution.

Komnas HAM mendesak pemerintah agar memperbaiki sistem pemidanaan pelaku kekerasan seksual daripada membuat peraturan baru. Penjatuhan pemberatan hukuman seperti kimiawi berpotensi merendahkan martabat manusia dan kurang etis. (rol/mer/yah/lan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO