Petani Tembakau: Rokok Rp 50 Ribu Untungkan Pabrik, Waspadai Kepentingan Asing

Petani Tembakau: Rokok Rp 50 Ribu Untungkan Pabrik, Waspadai Kepentingan Asing Keberadaan buruh linting rokok di sejumlah perusahaan rokok terancam jika harga dinaikkan Rp 50 ribu per bungkus.

SEMARANG, BANGSAONLINE.com - Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia (Gemati) menilai gagasan menaikkan harga hingga Rp 50 ribu per bungkus hanya akan menguntungkan produsen .

Wacana ini pertama kali diusung Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany. Rencana ini dianggap tak menyentuh kepentingan petani tembakau yang selama ini sebagai penyuplai bahan baku.

“Pabrik yang diuntungkan, belum jaminan petani sejahtera karena belum tentu harga tembakau ikut naik,” kata Sekretaris Gemati Syukur Fahrudin, kemarin (21/8).

Syukur menilai gagasan menaikkan harga hingga Rp 50 ribu per bungkus hanya sebuah tekanan terhadap pemerintahan Joko Widodo, yang belum meneken ratifikasi kontrol tembakau internasional atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

“Di sisi lain, kebijakan pemerintah belum dirasakan berpihak terhadap mata rantai pertembakauan,” Syukur menambahkan.

Syukur mencurigai wacana menaikkan harga sengaja digerakkan kelompok antitembakau dengan agenda internasional. Menurut dia, naiknya harga diasumsikan menekan konsumen . Sedangkan sektor produksi bahan baku, yakni petani tembakau, diabaikan.

“Kecuali yang dinaikkan harga tembakau, ini akan mempengaruhi biaya produksi dan sektor lain ikut naik. Karena terdorong bahan utama tembakau,” katanya. Ia menyebutkan kebijakan menaikkan hingga Rp 50 ribu justru membuat penikmat Indonesia malah beralih ke tradisi lama, yaitu melinting dan cangklong.

Peneliti dari Pusat Studi Kretek Indonesia Universitas Muria Kudus (UMK), Zamhuri, menilai sektor pertembakauan merupakan salah satu sumber pendapatan nasional yang strategis. Kontribusinya signifikan bagi penerimaan negara dan menopang perekonomian rakyat.

“Tahun 2015 saja sumbangan sektor pertembakuan dari cukai mencapai Rp 139,1 triliun. Ini belum termasuk pajak dan retribusi lain,” tutur Zamhuri.

Ia mencatat data Komisi Nasional Penyelamat Kretek (KNPK) menunjukkan 30-35 juta orang bekerja dalam rangkaian produksi tembakau, cengkeh, industri kretek, serta perdagangan tembakau.

Besarnya jumlah orang yang menggantungkan perekonomiannya dari sektor tembakau bisa lebih besar jika kita melihat dampak ganda dari keberadaan produk-produk tembakau. “Seperti usaha di bidang kertas, percetakan, advertising, jasa transportasi, hingga bergeraknya pasar tradisional dan modern dan lain sebagainya,” ucapnya.

Sumber: jpnn.com

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO