Sejumlah BUMN Bakal Digabung, Sri Mulyani: Kondisi BUMN Memalukan

Sejumlah BUMN Bakal Digabung, Sri Mulyani: Kondisi BUMN Memalukan Sri Mulyani

Di sisi lain, reaksi mengenai rencana penggabungan sejumlah temasuk yang bergerak dalam bidang migas mulai bermunculan.

Dalam seminar "Arah Revisi UU dalam Memperkuat Perekonomian Nasional" yang diselenggarakan Kaukus Muda Indonesia (KMI) muncul rekomendasi Kemententerian diminta untuk menunda wacana holdingisasi sampai revisi Undang-undang (UU) selesai dibahas. Dengan demikian ada kejelasan payung hukum.

Diskusi itu menghadirkan anggota DPR Komisi VI, Arya Bima; ekonom senior yang juga bekas Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri; anggota BPK, Komisaris Jasa Marga, Refly Harun' dan Rektor Paramdina, Firmanzah.

Arya Bima pada kesempatan itu mengatakan, wacana holdingisasi sebaiknya menunggu hingga revisi UU selesai agar ada payung hukum yang jelas bagi keputusan nan strategis tersebut. Menurut politisi PDI Perjuangan tersebut, keputusan itu pastinya berpengaruh pada masalah struktur modal di .

"Maka sejatinya holding itu adalah kewenangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Jadi bukan Kementerian . Kewenangan perubahan struktur modal adalah kewenangan Kemenkeu RI. Bukan Kementerian . Itu juga salah satu poin yang nanti akan dirubah di revisi UU ," ujarnya.

Dia menambahkan dengan core bisnis yang menyangkut hajat hidup orang banyak (semisal sektor energi), mutlak dan wajib hukumnya dikuasai oleh negara dan bukan badan usaha privat atau swasta.

"Yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti sektor energi, wajib dikelola dan dikuasai oleh Negara, tidak boleh swasta, karena dikhawatikan yang terjadi justru monopoli, dan itu bahaya," tegas Arya.

Hal senada disampaikan Faisal Basri bahwa rencana Menteri untuk membentuk Holding Migas, selain banyak menabrak aturan hukum ternyata hal itu tidak lazim dilakukan di dunia korporasi dan investasi.

"Dengan skema Holding dari Kementerian ini, PGN (Perusahaan Gas Negara/salah satu yang diakuisisi), tidak lagi berstatus sebagai , melainkan swasta murni yang tunduk sepenuhnya pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas," katanya.

Sementara Prof. Firmanzah berpendapat bawah wacana holding diperlukan pembahasan yang lebih komprehensif, mengingat hal ini masih baru dan bagaimana in-line dengan konstitusi yang ada dan pembagian peran masing-masing lembaga negara terkait.

"Saya rasa niatannya untuk memajukan . Tinggal bagaimana pengaturan atau penyesuaiannya," ujar Staf Khusus Kepresidenan Bidang Perekonomaian era Presiden SBY ini.

Sebelumnya UU 19/2003 tentang dinilai mendesak untuk direvisi. Poin-poin yang menjadi kelemahan menurut banyak pengamat dan akademisi diantaranya adalah, tumpang tindihnya kewenangan dalam tata kelola (antara Kemen dengan Kemenkeu) serta UU ini yang dinilai tidak relevan guna menghadapi era pasar global.

Namun DPR sendiri hingga kini, belum dapat memastikan kapan pastinya revisi UU ini akan selesai, dan dapat segera dijadikan dasar hukum yang memayungi bidang paling strategis di negeri ini. (rmol/mer/kcm/tic/lan)

Sumber: rakyatmerdeka/merdeka.com/kompas.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Kiai Asep Minta Pajak Sembako Ditujukan Masyarakat Kelas Atas':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO