JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Dr Marwah Daud Ibrahim terus membela Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang kini ditangkap polisi gabungan Polda Jawa Timur karena dituduh terlibat pembunuhan terhadap dua pengikutnya. Maklum, Marwah adalah Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang bermarkas di Probolinggo Jawa Timur.
Marwah yang alumnus The American University Washington DC itu mengungkapkan bahwa Taat Pribadi memang punya kemampuan untuk memunculkan uang secara tiba-tiba. Tapi bukan menggandakan.
Baca Juga: Kasus Penipuan Penggandaan Uang ala Dimas Kanjeng Kembali Terjadi, Pelaku Raup Rp 64 Juta
"Tidak ada menggandakan. Beliau punya ilmu bisa memindahkan uang melalui tangannya, atau tiba-tiba ada peti berisi uang, atau ruangan penuh berisi uang," ujar Marwah dikutip Kompas.com, Kamis (29/9).
Marwah mengaku beberapa kali menyaksikan langsung proses munculnya uang dari tangan Taat Pribadi. Namun, ia mengaku tidak tahu dari mana asal usul uang itu. Marwah menjamin uang tersebut bukan uang palsu.
"Itu uang asli, sekarang ada di tangan polisi. Ya kami tantang lah polisi, ada enggak yang palsu?" kata Marwah.
Baca Juga: Dimas Kanjeng Hanya Divonis 18 Tahun Penjara, Istri Korban Histeris, JPU Ajukan Banding
Marwah juga membantah keras tuduhan penipuan oleh Taat Pribadi kepada santri dan orang lain yang mengaku menjadi korbannya. Ia mengakui adanya pemberian uang kepada Taat Pribadi, namun hanya sebagai uang pendaftaran dan iuran rutin di padepokan.
Taat Pribadi membentuk satu organisasi yang tugasnya membagikan uang yang dia hasilkan secara instan itu.
"Ini memang uangnya banyak, kalau Anda terlibat di sini pasti tugasnya membagi duit buat dibagi orang miskin. Kamu sebagai penyelenggaranya pasti dapat banyak. Cuma syaratnya satu kalo daftar, ada uang pendaftarannya," kata Marwah, menirukan ucapan yang kerap dilontarkan Taat Pribadi kepada anak didiknya.
Baca Juga: Anak Buah Dimas Kanjeng Simpan Upal Rp 31,1 M, Polisi juga Temukan Mata Uang dari Lima Negara
Jika ada sumbangan dengan jumlah besar, Marwah menganggapnya wajar karena ada beberapa santri Taat Pribadi yang merupakan pengusaha.
Menurut dia, uang yang dihasilkan Taat Pribadi secara tiba-tiba itu bukan untuk konsumsi pribadinya.
"Dana ini sebagian dibagikan kepada orang yang hadir (di padepokan), atau orang yang miskin. Kita bisa pakai belanja tapi dalam jumlah terbatas," kata Marwah.
Baca Juga: Tafsir An-Nahl 99-100: Shalawat Fulus Dimas Kanjeng
Sementara Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa
Timur Abdusshomad Buchori meminta tidak ada lagi pengkultusan terhadap Taat
Pribadi, pemimpin Pedepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. “Dia orang biasa,
jangan dianggap dia punya karomah (kemuliaan),” kata Abdusshomad saat
berkunjung ke pedepokan yang berada di perbatasan Desa Wangkal dan Desa
Gadingwetan, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, tersebut, Rabu, 28
September 2016.
Karomah adalah kata serapan bahasa Arab yang berarti kemuliaan. Menurut
Abdusshomad, karomah itu hanya dimiliki para wali Allah. Pernyataan Abdusshomad
ini menyangkal keyakinan Ketua Yayasan Pedepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi,
Marwah Daud Ibrahim, yang menyebut Taat memiliki karomah karena dianggap bisa
menggandakan uang.
“Kalau dia disebut punya karomah, kenapa sekarang ditangkap
polisi. Akhlaknya (moralnya) perlu dikaji,” ujar Abdusshomad dikutip Tempo.co.
Abdusshomad juga meminta masyarakat dan media massa tidak menyebut pengikut
Taat sebagai santri. “Di sini bukan pondok pesantren dan mereka bukan santri.
Kalau pondok pesantren itu, ada lembaga pendidikan formalnya dan ada pengajian
kitabnya. Di sini enggak ada,” tuturnya.
Taat ditangkap pasukan gabungan Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kepolisian Resor Probolinggo dalam penggerebekan besar-besaran, 22 September 2016. Ia disangka jadi otak pembunuhan berencana terhadap dua bekas anak buahnya, Ismail Hidayah dan Abdul Ghani, yang diduga berkhianat karena akan membongkar kedok penipuan penggandaan uang yang dilakukan Taat selama ini.
Baca Juga: Terdakwa Pembunuh Santri Padepokan Dimas Kanjeng Tolak Dakwaan JPU
Informasi yang dihimpun menyebutkan Ismail adalah salah satu pembina di pedepokan. Sedangkan Ghani disebut-sebut pengurus yayasan pedepokan. Selain terlibat kasus pembunuhan, Taat dituduh melakukan penipuan dengan modus penggandaan uang. Sejak berdiri 2005, pengikut pedepokan mencapai ribuan dan tersebar di seluruh Indonesia.
Selain salat lima waktu yang dilakukan sehari-hari, aktivitas pedepokan adalah istigasah dengan membaca zikir dan salawat dengan harapan bisa mendapat uang berlimpah secara gaib dengan syarat harus menyetor uang ke Taat atau lewat jaringan kordinator yang tersebar di sejumlah daerah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News