SEKRETARIS Forum Silaturrahmi Alumni HMI Lintas Generasi, Adhel Setiawan menilai kader-kader HMI tak mungkin bikin ricuh apabila tidak ada provokasi. Mereka pun melaporkan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono ke Bareskrim Polri atas pidato tanggal 2 November 2016.
Mereka menuding pidato SBY telah memprovokasi masyarakat yang ingin melakukan aksi damai.
Baca Juga: Awali Sambutan di Sertjiab Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid Ajak Doa Bersama untuk Ibunda AHY
"Tidak mungkin mereka melakukan tindakan anarkis tanpa ada provokasi lalu tiba-tiba Pak Jokowi berpidato bahwa aksi kemarin itu diprovokasi atau ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik, kami menilai ada aktor politik di balik demo itu," kata Adhel.
Dia menilai SBY melanggar Pasal 160 KUHP juncto Pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
"Bukti-bukti permulaan yang sudah kami sampaikan adalah video lengkap pidato SBY yang menurut kami sudah memenuhi unsur kedua pasal tersebut," ujarnya.
Baca Juga: Resmi Bergelar Doktor, Ada SBY hingga Khofifah di Sidang Terbuka AHY
Sementara itu Mustaghfirien selaku koordinator Forum Silaturahmi Alumni HMI Lintas Generasi menyebut kader HMI yang ditangkap beberapa waktu lalu dijadikan tumbal atas hasutan dan provokasi dari aktor politik dibalik aksi 411.
"Kami tidak ingin kader kami dijadikan tumbal oleh sengkuni sang aktor politik," ujar Mustaghfirien di Kantor Bareskrim, Gedung Mina Bahari II, Jakarta Pusat (10/11).
Menurut Mustaghfirien pidato SBY tersebut mengandung hasutan dan kebencian. Hal itu, kata Mustaghfirien, telihat dalam kalimat SBY, "Kalau (pendemo) sama sekali tidak didengar, diabaikan, sampai lebaran kuda masih ada unjuk rasa itu."
Baca Juga: Minta Dukung Prabowo, SBY: Negara Kacau Jika Banyak Matahari
Mustaghfirien menilai, kalimat tersebut telah memprovokasi masyarakat yang ingin melakukan aksi damai untuk berbuat anarkistis.
"Awal penyampaian itu cinta damai, tetapi setelah dipelajari pada pidato SBY itu mengandung hasutan dan kebencian kepada etnis tertentu," kata Mustaghfirien.
Sementara Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari mengatakan, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah menetapkan posisi sebagai partai oposisi.
Baca Juga: 29.046 Pemilih Pemula Usia 17 Tahun Siap Berpartisipasi pada Pilkada 2024 di Sidoarjo
Qodari juga menilai, pertemuan Jokowi dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Hambalang, Jawa Barat, sinyal bahwa hubungan mereka tidak ada masalah.
“Momentum krusial justru Pak Jokowi dekat dengan Prabowo. Itu sebabnya saya melihat oposisi yang sesungguhnya Pak SBY, bukan Pak Prabowo. Pak SBY kan sering kali mengkritik, jadi pada hari ini oposisi frontal ya Pak SBY,” kata Qodari.
Yang menarik, lanjut Qodari, dalam demo 4 November, Jokowi menyebut demonstrasi jutaan Aksi Bela Islam II itu ditunggangi aktor politik.
Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Nobar Final Four Proliga 2024 Bareng SBY dan AHY di GBT
Tentu saja, ujar dia, hal ini membuat SBY tambah gusar setelah dirinya mengingatkan Jokowi tidak memakan mentah-mentah informasi intelijen tentang demonstrasi tersebut.
“Saya kira konstelasi menjadi menarik, dan hal ini bisa berimplikasi pada gelaran Pilgub DKI nanti,” jelasnya.
Sebelumnya, dalam akun media sosial Instagramnya, Istri Presiden RI keenam Ani Yudhoyono membantah tuduhan bahwa suaminya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggerakan dan mendanai Aksi Bela Islam II pada 4 November, di depan Istana Negara, Jakarta.
Baca Juga: HUT ke-64 PMII, Khofifah Ajak Mahasiswa Bangun Kualitas Pergerakan dengan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Menurut Ani, tuduhan tersebut merupakan fitnah keji, dan penghinaan luar biasa kepada Presiden keenam RI tersebut. Ani menyatakan hal itu setelah ada beberapa followers-nya yang menanyakan kabar tersebut.
“Itu bukan hanya fitnah yang keji, tetapi juga penghinaan yang luar biasa kepada pak SBY,” tulis Ani dalam akun Instagramnya pada Minggu (6/11). (jpnn/mer/yah/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News