JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kementerian BUMN akan melibatkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, untuk membahas rencana penutupan 9 pabrik gula (PG) peninggalan zaman Belanda yang umurnya sekitar 100 tahun, dan tersebar di Jatim.
Kesembilan PG itu adalah tiga PG di wilayah PTPN X, yakni Watoetoelis, Toelangan, dan Meritjaan dan enam PG di wilayah PTPN XI, yaitu Poerwodadie, Redjosarie, Kanigoro, Wringinanom, Olean, dan Pandjie.
Baca Juga: Disperdagin Kota Kediri Lakukan Tera Ulang DCS di Pabrik Gula
"Kita kan belum komunikasi sama pak gubernur (Gubernur Jawa Timur Soekarwo), karena pada dasarnya kita sedang memfinalkan mengenai pemetaan secara total," kata Menteri BUMN Rini Soemarno, baru-baru ini.
Rini menerangkan, pabrik gula (PG) yang rencana akan ditutup, karena usianya sudah lebih dari 100 tahun. "Yang harus kita sadari bahwa, pabrik gula itu dibangun pada permulaan tahun 1900-an. Ada yang 1910, ada 1905, ada yang 1890, jadi sudah lebih dari 100 tahun," ujarnya seperti dilansir Indopos.
Ia mengatakan, pada dasarnya pihaknya melihat efisiensi PG tersebut sudah rendah. Kualitas produknya juga tidak bisa mengikuti kualitas internasional.
Baca Juga: Tanggapi Keluhan Warga Terkait Limbah Pabrik Gula, DLH Kota Madiun Jembatani Kedua Pihak
Jika PG tersebut masih cukup baik, akan dilakukan revitalisasi sehingga kualitas produknya lebih baik dan efisien. Apalagi PG yang bisa menghasilkan produk etanol dan listrik, Kementerian BUMN akan terus melanjutkan operasional PG itu.
"Kalau tidak, ya kita jalankan sekarang sambil membangun yang baru. Kita bangun yang baru dengan kapasitas lebih besar selama lahan tebu itu cukup. Nanti ini (PG baru) jadi, yang lain ditutup," terangnya.
Karena lahan pertanian tebu harus dipersiapkan untuk mendukung operasional PG. "Satu pabrik gula bisa habis Rp 2 triliun. Kalau petani nggak mau tanam tebu, tapi pilih tanaman yang lain, mati lah investasi. Karena itu, kerjasama petani dengan pabrik gula menjadi sangat penting," katanya.
Baca Juga: Kemenperin Dorong Blitar Terus Tingkatkan Produksi Gula
Rini menegaskan, tujuan penutupan PG tidak ingin menimbulkan pengangguran. "BUMN punya tanggungjawab bersama dengan pemerintah daerah supaya masyarakat bisa sejahtera, berarti jangan sampai ada pengangguran," tuturnya.
"Sebagai negara harus sadar kalau punya produk, harus produk yang kualitasnya internasional. Kita harus mampu memproduksi gula sebaik internasional, semurah internasional," jelasnya.
Terpisah, Staf Ahli Menteri Bidang Investasi Kementerian Pertanian (Kementan) Syukur Iwantoro, mengungkapkan sudah ada beberapa investor asing yang berminat membangun pabrik gula di Indonesia, namun baru investor India dan Brunei Darussalam. Sementara investor kebanyakan berasal dari para pengusaha yang selama ini bermain di penggilingan gula rafinasi.
Baca Juga: Pastikan Stok Gula di Jatim Aman, Gubernur Khofifah: Asal Tak Digerakkan Keluar Jatim
"Ada banyak yang sudah masuk (berminat), saya tidak hapal, sebagian besar komitmennya tinggi. Tapi kalau sudah penjajakan lahan dan tahap lenjut itu baru India dan Brunei. Beberapa sudah datang ke sini, minta difasilitasi cari lahan," kata Syukur.
Para investor tersebut, jelas Syukur, lebih mengincar membangun pabrik dan lahan tebu yang berada di luar Pulau Jawa. Investor Brunei saat ini sudah menjajaki lahan di Kabupaten Sampit, Kalimantan Tengah, sementara investor India sedang menggarap perizinan di Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku.
"Ini sedang komplitkan pengurusan lahan. Sementara ada lagi 11 pabrik gula rafinasi yang juga sedang gencar melakukan kerjasama dan pembicaraan dengan Perhutani di Jawa seperti di Indramayu, Blitar, Blora, dan Lamongan," jelas Syukur.
Baca Juga: Gubernur Sarankan Revitalisasi daripada Bangun Pabrik Gula Baru
Menurut Syukur, dari target penambahan luas tanam tebu 700.000 hektare, pihaknya sudah memetakan lahan-lahan potensial untuk dijadikan perkebunan tebu. Meliputi Hutan Produksi (HP) seluas 227.812 hektar di Jawa, dan 724.716 hektar di luar Jawa. Ditambah Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 103.206 hektar, serta Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 1,24 juta hektar.
Perlu diketahui, saat ini produksi gula domestik baru 2 juta ton, sementara kebutuhan nasional mencapai 6 juta ton per tahun, baik gula konsumsi maupun gula rafinasi. Artinya sebanyak 4 juta masih harus diimpor.
Sebelumnya, kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian BUMN dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang menutup sembilan Pabrik Gula (PG) di Jatim pada Tahun 2017 banyak menuai komentar miring. Pasalnya, kebijakan tersebut mengabaikan kepentingan rakyat.
Baca Juga: Pabrik Gula Toelangan Berhenti Operasi
Padahal, ujar Anggota Komisi B DPRD Jatim, Subianto, salah satu fungsi negara dan pemerintah (BUMN) adalah harus hadir ketika rakyat sedang membutuhkan.
"Ini semakin menguatkan dugaan kalau negera ini berubah menjadi liberal karena mengedepankan kepentingan pemerintah dibanding rakyatnya," tegas Anggota Komisi B DPRD Jatim, Subianto, usai sidak di PG Meritjan Kediri beberapa hari berselang seperti dilansir Jatimtimes.
Menurut Subianto, penutupan sembilan PG di Jatim otomatis akan mengurangi produktivitas gula hingga 120-140 ribu ton.
Baca Juga: Tinjau Lokasi Proyek PG Glenmore, Anggota Fraksi PKB DPR RI Minta Direksi Tertib Audit
Padahal dari tahun ke tahun produksi gula di Jatim terus menurun, dari 1,26 juta ton di tahun 2014 turun menjadi 1,20 juta ton pada tahun 2015 dan turun lagi menjadi 1,01 juta ton pada 2016.
"Kalau 9 PG jadi tutup maka produksi gula Jatim tinggal sekitar 800 ribu ton sehingga sumbangsih gula Jatim terhadap kebutuhan gula nasional juga turun dari 40% menjadi 30%," ungkap politisi asal Partai Demokrat tersebut.
Dampak lainnya, luasan areal tanaman tebu juga akan berkurang karena petani tebu di sekitar PG yang ditutup akan beralih ke komoditas lain. Padahal dari tahun ke tahun luasan areal tebu di Jatim juga terus berkurang.
Baca Juga: Pabrik Gula PT Kebun Tebu Mas di Lamongan Mulai Produksi Bulan Juni Depan
"Masyarakat enggan menanam tebu karena nilai ekonomisnya terus menurun akibat PG tak melakukan revitalisasi mesin sehingga rendemen tebu juga turun," dalih Subianto.
Politisi asal Kediri, secara prinsip petani tebu di daerah Kediri menolak penutupan PG Meritjan karena biaya yang akan ditanggung petani menjadi semakin tinggi dan tidak ada jaminan petani makin sejahtera.
Karyawan di PG Meritjan yang berjumlah 15 ribu orang, lanjut Subianto juga tetap berharap giling (produksi). Mengingat, jika pabrik ditutup otomatis mereka akan menganggur.
"Kalau setiap pekerja itu memiliki tanggungan 5 orang dalam keluarganya maka akan ada 75 ribu orang yang hidupnya akan merana," katanya. (mdr/indopos.co.id/detik.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News