JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Skandal kasus korupsi terbesar pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) benar-benar menyeret nama-nama besar dan petinggi negeri ini. Nama-nama mereka dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada sidang tindak pidana korupsi pada Kamis, 9 Maret 2017. Ternyata bukan hanya nama Gamawan Fauzi yang terseret tapi juga Yasonna Laoly, yang kini Menteri Hukum dan HAM.
Seperti dilansir Tempo.co, dua orang mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri hari ini menjalani sidang agenda pembacaan dakwaan. Mereka adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan di Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto. Jaksa menyebut keduanya memperkaya diri sendiri dan 76 orang lain serta enam korporasi hingga menyebabkan negara rugi Rp 2,3 triliun.
Baca Juga: Tolak Jadi Menteri, Cak Imin Disebut Jajaki Maju Calon Gubernur Jatim
"Perbuatan melawan hukum yang dimaksud yaitu para terdakwa dalam proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket KTP elektronik telah mengarahkan untuk memenangkan perusahaan tertentu," kata Jaksa Irene Putri saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, 9 Maret 2017.
Beberapa nama yang turut diperkaya Irman dan Sugiharto di antaranya adalah Menteri Dalam Negeri era Susilo Bambang Yudhoyono, Gamawan Fauzi; anggota DPR Yasonna Laoly--kini Menteri Hukum dan HAM; Diah Anggraini, Dradjat Wisnu Setyawan beserta enam panitia pengadaan dan Husni Fahmi beserta lima anggota tim teknis.
Mereka yang diduga diperkaya termasuk sejumlah politikus antara lain mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan Ketua DPR Marzuki Ali, politikus Olly Dondokambey, Melchias Marchus Mekeng, Ganjar Pranowo, Chairuman Harahap, Arief Wibowo, Miryam S Haryani, Agun Gunandjar Sudarsa, Tamsil Lindrung, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno, Jamal Aziz. Dakwaan menyebut pula 37 anggota Komisi II DPR lain.
Baca Juga: Wapres Ma’ruf Amin Berharap Hak Angket Tidak Berujung Pemakzulan Jokowi
Selain orang per orang, jaksa menyebut terdakwa memperkaya korporasi yakni Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI), PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sandipala Artha Putra, PT Sucofindo, Manajemen besama konsorsium PNRI.
Jaksa menyatakan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain ini mereka lakukan bersama Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang/jasa pada Kementerian Dalam Negeri, Isnu Edhi Wijaya selaku Ketua Konsorsium Percetakan Negara, Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Golkar, dan Drajat Wisnu Setyawan selaku Ketua Panitia Pengadaan barang/jasa di lingkungan Direktorat Jenderal Dukcapil.
Jaksa membeberkan korupsi proyek KTP elektronik bermula dari usulan Gamawan Fauzi selaku Menteri Dalam Negeri. Ia mengusulkan perubahan sumber pembiayaan proyek dari pinjaman hibah luar negeri menjadi bersumber dari anggaran rupiah murni pada 2009. Usulan pun dibahas dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat antara Kementerian Dalam Negeri dengan Komisi II DPR.
Baca Juga: Kebakaran Jenggot soal Hak Angket, Timnas AMIN: Jika Pemilu Jurdil Seharusnya Santai Saja
Pada awal Februari 2010, setelah rapat pembahasan anggaran Kementerian Dalam Negeri, Ketua Komisi II DPR Burhanudin Napitupulu meminta sejumlah uang kepada Irman agar usulan proyek e-KTP segera disetujui Komisi II. Permintaan disepakati sepekan kemudian, yakni untuk mendapatkan persetujuan anggaran dari Komisi II DPR, akan diberikan sejumlah uang oleh pengusaha yang sudah terbiasa menjadi rekanan Kementerian Dalam Negeri yaitu Andi Narogong. Kesepakatan itu disetujui oleh Diah.
BERITA TERKAIT:
- Korupsi e-KTP Seret Puluhan Nama Besar, Gerindra: Penjarakan Semua!
- Bolak-balik Dipanggil KPK, Ketua DPR Dinilai Bikin Malu
- Sidang Korupsi e-KTP, KPK Waspadai Serangan Politik, Jaksa Pastikan Keterlibatan Setnov Cs
Rencananya, Jaksa penuntut umum KPK berencana mengajukan total 133 orang saksi dalam persidangan-persidangan terdakwa Irman dan Sugiharto yang akan datang.
Baca Juga: Seru! Cak Imin, Anies, Jokowi Setuju DPR Gunakan Hak Angket Terkait Dugaan Kecurangan Pemilu
"Sampai kemarin, kami menetapkan 133 saksi yang akan kami panggil," ujar jaksa Irene kepada majelis hakim, Kamis, 9 Maret 2017, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat.
Jumlah saksi yang diajukan tersebut bukanlah total keseluruhan saksi yang diperiksa jaksa dalam pengusutan kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Irene mengatakan JPU berencana tidak akan memanggil keseluruhan saksi karena pertimbangan jumlah saksi yang amat banyak, yakni 294 saksi. Hanya saksi yang relevan yang akan dipanggil.
Ditanya apakah saksi yang akan dipanggil termasuk Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto, Irene mengiyakan. Ia menuturkan semua pihak yang terlibat dalam proses penganggaran akan dihadirkan sebagai saksi.
Baca Juga: Baru 19 Jam, Penonton Dirty Vote, Film Bongkar Kecurangan Pemilu, Tembus 3 Juta Lebih
"Bahkan sampai pihak Kementerian Keuangan akan kami panggil," ucap Irene. "Sebab, menurut saya, ini kasus korupsi yang paling besar."
Dengan banyaknya jumlah saksi tersebut, JPU berencana memanggil maksimal sepuluh saksi dalam setiap persidangan dengan persidangan sebanyak dua kali dalam seminggu.
Sidang selanjutnya akan digelar pada Kamis, 16 Maret 2017, dengan agenda pembacaan saksi.
Baca Juga: Sempat Terkendala Izin Tempat, Kampanye Ganjar di Tuban Tetap Berjalan Lancar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News