SUMENEP, BANGSAONLINE.com - Pulau Gili Labak yang berada di Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep, dalam lima tahun terakhir, kabar keindahan pulaunya terus menyeruak ke permukaan. Tak heran jika Pemkab Sumenep menetapkan salah satu dari gugusan 126 pulau yang ada di Sumenep itu jadi obyek kunjungan wisata dalam Visit Sumenep Year 2018.
Bentangan pantai pasir putih, laut yang tampak biru dan jernih serta keindahan alam bawah lautnya tersaji dalam satu kesatuan. Gili Labak termasuk pulau kecil yang indah dan hanya dikategorikan satu dusun. Tak heran jika dicari di Google Maps pun sulit ditemukan karena kurang besar.
Baca Juga: Puncak Acara Traveling Let’s Get Lost At Gili Labak Dimeriahkan Tari Topeng
Penghuni pulau ini pun tergolong minim, yakni 34 KK atau hanya 100 jiwa. Untuk mengelilingi pulau sebesar lapangan sepak bola ini, dengan menyewa kapal hanya membutuhkan waktu setengah jam.
(Wakil Bupati Sumenep, Achmad Fauzi saat di pantai Gili Labak)
Baca Juga: Perolehan PAD dari Sektor Pariwisata di Sumenep Capai 62 persen pada Pertengahan 2024
“Tahun ini kita targetkan ada 20 kapal asing yang melakukan kunjungan wisata ke sini. Mereka berasal dari berbagai negara seperti Inggris, Belanda maupun Perancis,” ujar Wakil Bupati Sumenep, Achmad Fauzi menyambut rombongan tamu wartawan dan tim SKK Migas di pulau Gili Labak.
Soal keindahan, Fauzi menjamin tak kalah indah dengan pulau-pulau wisata yang lain. Namun, dia menceritakan, untuk mencapai kondisi seperti saat ini ada kisah yang menarik. Gili Labak dulunya dikenal sebagai pulau tikus. Disebut demikian karena Gili Labak memang dihuni banyak tikus kala itu.
Namun berkat ketekunan masyarakat dan berbagai upaya, termasuk menggunakan supranatural, Gili Labak akhirnya bersih dari tikus. Gili Labak akhirnya mulai dikenal masyarkat sebagai pulau yang penuh dengan keindahan dan memesona.
Baca Juga: Kades Pandian Sumenep Resmikan Ekowisata Bumdes Tambak Keraton
“Tetapi masyarakat di sini juga memiliki pantangan. Darah kambing dan sapi tidak boleh menetes di pulau Gili Labak,” ujar Wakil Bupati.
Kalau sampai darah kedua binatang itu menetes di Gili Labak, maka para tikus itu akan datang kembali ke Gili Labak dan bermukim di sana. Meski demikian, bukan berarti warga tidak bisa berkurban atau memakan daging kedua binatang tersebut.
“Oleh warga biasanya mereka akan memotong kedua binatang tersebut di luar Gili Labak. Daging dibawa ke kembali sudah dalam keadaan jadi. Sehingga tidak ada darah kambing maupun sapi yang bakal menetes,” ujar Ahmad Fauzi berkisah.
Baca Juga: Upaya Tingkatkan PAD, Disbudporapar Sumenep Naikkan Harga Tiket Masuk Objek Wisata
Mitos itu sendiri sampai saat ini masih dipegang dan dipercaya penuh oleh masyarakat setempat. Saat dikelilingi pulau tersebut, sulit untuk menemukan sapi atau kambing yang biasanya dipelihara oleh kebanyakan masyarakat Madura.
Demikian juga dalam hal penyajian makanan, sulit menemukan makanan dari olahan daging sapi maupun kambing. Olahan kebanyakan, seperti khasnya masyarakat pesisir, adalah maskan ikan laut mulai dari dibakar, digoreng hingga diolah dengan kuah. (nur syaifudin)
Baca Juga: Pemkab Sumenep Siapkan 100 Kegiatan pada Kalender Wisata 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News