PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Sidang kasus pemalsuan tanda tangan di PN Bangil dengan agenda putusan terhadap dua terdakwa oknum guru Didin Waridin dan istrinya Khoiriyah asal Kutorejo Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan akhirnya kelar juga. Ketua majelis Hakim Gutiarso, SH menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah dan diganjar hukuman berbeda disesuaikan dengan perannya.
Dalam amar putusannya, terdakwa Didin Waridin divonis hukuman tiga bulan kurungan. Sementara, istrinya Khoiriyah, divonis dua bulan. Meski sudah vonis kurungan penjara, namun kedua terdakwa bisa bisa bernafas lega karena tidak menjalani hukumannya di dalam Rutan Bangil. Hakim memilih untuk menjadikan keduanya sebagai tahanan kota.
Baca Juga: Laporan Dugaan Pungli Kades Karangkliwon Diduga Mandek
Vonis bersalah itu dijatuhkan Ketua Majelis Hakim PN Bangil, Gutiarso dalam sidang putusan atas dugaan pelanggaran tanda tangan palsu yang dilakukan keduanya. Dalam sidang putusan tersebut, Gutiarso memandang terdakwa telah terbukti sah melakukan pelanggaran pasal 263 ayat 1 KUHP tentang pemalsuan surat jo pasal 55 ayat 1 ke 1yang dilakukan bersama-sama.
keduanya divonis berbeda. Vonis Didin lebih berat karena yang menyuruh memalsukan, sementara istrinya Khoiriyah hanya divonis dua bulan tahanan.
“Karena unsur-unsur dari dakwaan alternatif pasal 263 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP terpenuhi, maka dengan ini menyatakan terdakwa bersalah. Dan menolak pembelaan yang disampaikan terdakwa. Memutuskan terdakwa satu (Didin, red) hukuman tiga bulan dan terdakwa dua (Khoiriyah, red) hukuman dua bulan,” tandas Gutiarso.
Baca Juga: Anggota DPRD Kabupaten Pasuruan Dicatut Orang Tak Dikenal untuk Modus Penipuan
Gutiarso menjelaskan bahwa untuk Vonis kepada dua pelaku memang tidak sama pasalnya terdakwa pertama Didin Waridin berperan sebagai “pelopor” yang menyuruh istrinya, Khoiriyah untuk menandatangani hasil ukur batas garis tanah yang akan diusulkan ke BPN untuk disertifikatkan.
Putusan yang dijatuhkan hakim sebanding dengan tuntutan yang dilayangkan JPU Kejari Kabupaten Pasuruan, Hanis dalam persidangan putusan yang di gelar dua pekan lalu. Di mana, Hanis menuntut hukuman 3 bulan dan 2 bulan untuk kedua terdakwa.
Menurut Gutiarso, ada beberapa pertimbangan atas putusan yang dijatuhkan majelis hakim dalam perkara ini. Hal yang memberatkan, lantaran kedua terdakwa dianggap bisa merugikan Dedi Purwanto, 32, selaku saksi korban. Selain itu keduanya adalah berprofesi sebagai pendidik, harusnya menjadi dan teladan bagi masyarakat, bukan malah melakukan perbuatan yang melanggar aturan
Baca Juga: Merugi sebesar Rp268 Juta, Polres Pasuruan Kota Didesak Panggil CV Azidatama
“Hal yang meringankan, karena kedua terdakwa bersikap sopan dan masih diperlukan tenaganya sebagai pendidik,” bebernya.
Gutiarso menambahkan, bahwa putusan dijatuhkan tersebut tidak didasari atas dendam, akan tetapi lebih pada ketentuan hukum yang harus ditegakkan. Atas putusan itu, kedua guru SMP di Kota Pasuruan dan MTs di Pandaan ini memilih untuk pikir-pikir. Begitu pun dengan JPU Kejari Kabupaten Pasuruan, Hanis yang memilih untuk pikir-pikir.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, bahwa sepasang suami istri asal Kutorejo, Kecamatan Pandaan dilaporkan ke polisi oleh tetangganya. Laporan itu muncul, seiring dengan adanya pemalsuan tanda tangan atas nama Dedi Purwanto, yang dilakukan keduanya.
Baca Juga: Tertipu Tanah Kavling, Kades Ngerong Laporkan Pengembang
Kasus ini bermula dari persoalan pengurusan tanah yang dilakukan kedua terdakwa. Kebetulan, tanah yang akan disertifikatkan oleh terdakwa, berdekatan dengan tanah milik korban yang ada di Kutorejo, Kecamatan Pandaan.
Untuk pengurusan sertifikat tersebut, diperlukan surat ukur yang harus ditandatangani tetangga sekitar pemohon. Kebetulan, tanah Dedi Purwanto bersebelahan dengan tanah terdakwa.
Tapi, saat membuat surat ukur untuk pengajuan sertifikat tanah kavlingan itu, pihak korban merasa tidak pernah diundang. Ujuk-ujuknya, ada tanda tangan atas namanya.
Baca Juga: Pastikan Perkembangan Kasus, Pendamping Staf Kecamatan Grati Datangi Mapolres Pasuruan Kota
Kasus ini sendiri, berlangsung Desember 2015 lalu. Merasa dirugikan, Dedi kemudian melakukan penelusuruan dan menemukan kejanggalan tersebut. Hingga akhirnya, ia memilih untuk melaporkan kasus ini ke Mapolsek Pandaan awal Januari 2016 lalu.
Dalam perkembangannya, didapati kalau kedua terdakwa dianggap melakukan kesalahan. Sehingga, kasus ini pun akhirnya masuk ke meja hijau, dengan menjadikan keduanya sebagai terdakwa dan akhirnya divonis bersalah. Meski begitu, mereka tak harus menjalani penahanan di rutan karena cukup menjadi tahanan kota. (bib/par/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News