PACITAN, BANGSAONLINE.com - Seiring terbitnya UU 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), penataan aparatur, termasuk promosi jabatan di setiap level jabatan tidak lagi menjadi hak prerogatif seorang pejabat pembina kepegawaian (PPK) yang dalam hal ini kepala daerah. Baik itu bupati, wali kota, maupun gubernur.
Hal ini diungkapkan Kepala Badan Pendidikan, Pelatihan dan Kepegawaian Daerah (BP2KD) Pacitan, Fatkhur Rozi. Menurutnya, sejak berlakunya UU tentang ASN yang ditindaklanjuti dengan PP 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, ketentuan promosi jabatan, utamanya jabatan pratama tingkat tinggi tidak lagi menjadi kewenangan mutlak seorang kepala daerah.
Baca Juga: Beri Materi Kepemimpinan Kewiraurasahaan, Khofifah Ajak Berperasangka Baik
"Sebab ada mekanisme lelang yang di situ ada panitia seleksi (pansel) serta Komite Aparatur Sipil Negara (KASN)," katanya, Minggu (8/10).
Pansel sendiri berkomposisikan internal birokrasi sebanyak 45 persen dan selebihnya merupakan pihak eksternal yang berasal dari pakar akademisi atau pihak-pihak yang erat bersinggungan dengan kepegawaian.
"Memang ketat seleksinya. Karena itu setelah nantinya mereka terpilih menduduki pos jabatan, seorang kepala daerah tidaklah mudah untuk mencopot tanpa dilandasi alasan-alasan mendasar," jelasnya.
Baca Juga: 18 Bulan Menunggu, Akhirnya Perpres No. 98 Tahun 2020 Tentang Gaji dan Tunjangan PPPK Terbit
Pencopotan jabatan harus melalui pelaporan dan tahapan verifikasi di KASN. Seorang kepala daerah harus bisa memberikan alasan tertulis atas kesalahan yang dilakukan seorang pejabat sehingga harus dilepas posisi jabatannya tersebut.
"Jadi nggak begitu saja seorang kepala daerah menon-job-kan seorang pejabat tanpa didasari alasan-alasan mendasar atas kesalahan yang dilakukan," tandasnya. (yun/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News