SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Jelang pemilihan Gubernur Jawa Timur tahun 2018 situasi politik mulai memanas. Isu bernuansa Suku Agama Ras dan Antargolongan (SARA) mulai bertebaran di media sosial (medsos). Kriminalisasi kandidat pun mulai terjadi dengan saling lapor ke polisi. Tak ingin situasi terus memanas, The Initiative Institute menginisiasi deklarasi Pilgub Jatim yang damai, berkualitas dan berintegritas.
Direktur Eksekutif The Initiative Institute, Airlangga Pribadi, PhD berharap pertarungan pilgub nanti adalah pertarungan ide dan gagasan yang dituangkan dalam program kampanye. Dosen FISIP Universitas Airlangga (Unair) ini mengingatkan, jangan sampai para kandidat menggunakan isu SARA dan kampanye hitam dalam pilgub.
Baca Juga: Sahabat Ning Lia Nganjuk Sokong Lia Istifhama Menuju DPD RI
“Dalam kesempatan ini kami mengajak para politisi yang ada di Jawa Timur untuk mendeklarasikan pilgub yang damai, berkualitas dan berintegritas,” tutur alumni Murdoch University, Australia itu, Kamis (16/11).
Airlangga Pribadi mengatakan bahwa ada berbagai cara dilkukan oleh kekuatan politik untuk bisa mendonwgrade (melemahkan) suara atau mengurangi dukungan politik kandidat tertentu dan menaikkan calon tertentu.
"Saya pikir inilah, pentingnya edukasi dan kesadaran politik. Artinya, ketika ada persoalan hukum harus berpihak pada fakta sosial dan fakta hukum yang harus muncul sebagai bukti. Sebab seringkali kriminalisasi muncul sebagai cara untuk melemahkan dukungan politik melalui media," imbuhnya.
Baca Juga: KPU Jatim Ajukan Anggaran Pilgub Rp 1,9 Triliun, DPRD Jatim: Tak Masalah, Asal...
Diakui Angga sapaan akrab Dirut The Initiatif Institute, banyak isu yang bisa dimainkan ketika kekuatan parpol memiliki kelemahan dalam konteks program atau idelogi politik yang bisa ditawarkan pada publik. Namun ketika tak ada yang bisa ditawarkan ke masyarakat maka mereka menggunakan dengan cara lain, termasuk di dalamnya dengan cara kriminalisasi.
"Kriminalisasi politik itu jelas ada intervensi pihak tertentu karena itu menjadi skenario politik dan bukan iseng tapi karena sengaja dimainkan," tegas Angga.
Sebaliknya pengamat politik Unair lainnya, Hari Fitrianto justru kurang sepakat dengan istilah kriminalisasi karena harus dilihat dulu siapa yang melaporkan kandidat Bacagub atau Bacawagub tersebut. Jika warga negara atau masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam Pilgub untuk memberikan bukti-bukti baru terkait kebersihan daripada calon maka itu baik-baik saja.
Baca Juga: Ini 15 Nama Cagub Potensial Jatim 2024 Hasil FGD Political Centre
"Toh itu tidak otomatis yang terlapor ditetapkan sebagai tersangka karena proses hukum memiliki tahapan yang jelas, apakah akan naik ke penyidikan dan persidangan dan seterusnya. Saya kira ini bisa menjadi pembelajaran politik toh dalam tradisi demokrasi pemimpin yang terpilih seharusnya ada mekanisme uji publik," dalih Hari Fitrianto.
Harusnya, kata Hari ada mekanisme uji publik terhadap gubernur terpilih untuk ditanyakan apakah yang bersangkutan ada yang memiliki sengketa hukum atau cacat. "Kalau dilakukan dalam proses pencalonan itu sah-sah saja, kalau dilihat dari aktivitas publik," ungkapnya.
Diakui Hari, menjadi pejabat publik sekarang ini sangat susah karena ukuran perbuatan korupsi itu bukan hanya pada bagaimana uang rakyat itu dicuri tapi ketika seorang pejabat membuat kebijakan publik yang bisa ditakar menguntungkan orang atau insitusi maka pejabat tersebut bisa disebut sedang melakukan aktivitas korupsi. Padahal pejabat itu sama sekali tidak memiliki niat jahat atau mendapatkan keuntungan dari kesalahan itu
Baca Juga: Pada Pilgub Mendatang, Kiai Asep Minta Jangan Pilih Khofifah Lagi, Loh Kecewa?
Contohnya, mantan rektor Unair Prof Fasich yang memang tidak mendapatkan keuntungan financial sama sekali dari sangkaan yang dituduhkan. "Itulah rumitnya menjadi pejabat negara saat ini sehingga kesalahan administrasi bisa menjadi celah sehingga pejabat kita bisa menjadi terpeleset," tegas Hari Fitrianto.
Dampak nyata yang bisa diterima kandidat terhadap upaya kriminalisasi tentu itu kalau laporan itu dipublikasi menjadi pemberitaan media publik bisa menjadi tidak baik.
"Tapi problem ini akan menjadi tidak baik kalau digunakan sebagai strategi untuk mengurangi elektabilitas kandidat tertentu. Karena itu penegak hukum harus memberikan klarifikasi yang cepat dan tegas terhadap kasus yang dilaporkan," beber pria berkaca mata ini. (mdr)
Baca Juga: Direktur HARIAN BANGSA: Kata Pakde Karwo Paling Sulit Jebol Pertahanan Muslimat NU
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News