
>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<
Pertanyaan:
Assalamualaikum wr. Wb. Pak Kyai saya yang terhotmat, saya mau bertanya, bagaimana hukumnya ketika saya invest ke pengelola dengan bagi hasil 5% setiap bulan dari total dana yang kita invest. Besaran persentase keuntungan itu pengelola yang tentukan.
Zaed Efendi, Udanawu, Blitar
Jawaban:
Investasi atau penanaman modal, yang dalam istilah fiqih-nya disebut dengan mudharabah, qirad dan muqaradah adalah bentuk penyerahan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga ia mendapatkan bagian dalam keuntungan tersebut. Minimal bentuk transaksi ini akan melibatkan dua orang; pemilik modal dan orang yang menggunakan modal itu untuk berniaga. Sehingga dengan akad ini, jika usaha niaganya sukses, maka kedua-duanya akan mendapatkan hasil keuntungan bersama. Namun, jika usaha niaganya rugi, maka kedua-duanya juga kena dampak kerugiannya.
Para ulama sepakat bahwa sistem penanaman modal atau investasi ini halal hukumnya. al-Muwaththa’ dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya bahwa ia melaporkan, Abdullah dan Ubaidullah bin Umar bin Al-Khaththab pernah keluar dalam satu pasukan ke negeri Iraq. Ketika mereka kembali, mereka lewat di hadapan Abu Musa al-Asy’ari, yakni gubernur Bashrah. Beliau menyambut mereka berdua dan menerima mereka sebagai tamu dengan suka cita.
Beliau berkata, “Kalau aku bisa melakukan sesuatu yang berguna buat kalian, pasti akan kulakukan.” Kemudian beliau melanjutkan, “Sepertinya aku bisa melakukannya. Ini ada uang dari Allah yang akan kukirimkan kepada Amirul Mukminin. Saya me-minjamkannya kepada kalian untuk kalian belikan sesuatu di Iraq ini, kemudian kalian jual di kota Madinah. Kalian kembalikan modalnya kepada Amirul Mukminin, dan keuntungannya kalian ambil.”
Mereka berkata, “Kami suka itu.”
Maka beliau menyerahkan uang itu kepada mereka dan menulis surat untuk disampaikan kepada Umar bin Al-Khaththab agar Amirul Mukminin itu mengambil dari mereka uang yang dia titipkan. Sesampainya di kota Madinah, mereka menjual barang itu dan mendapatkan keuntungan.
Ketika mereka membayarkan uang itu kepada Umar, ia lantas bertanya, “Apakah setiap anggota pasukan diberi pinjaman oleh Abu Musa seperti yang diberikan kepada kalian berdua?” Mereka menjawab, “Tidak.”
Beliau berkata, “Apakah karena kalian adalah anak-anak Amirul Mukminin sehingga ia memberi kalian pinjaman? Kembalikan uang itu beserta keuntungannya.” Adapun Abdullah, hanya membungkam saja.
Sementara Ubaidullah langsung angkat bicara, “Tidak sepantasnya engkau berbuat demikian wahai Amirul Mukminin! Kalau uang ini berkurang atau habis, pasti kami akan bertanggung jawab.”
Umar tetap berkata, “Berikan uang itu semuanya.” Abdullah tetap diam, sementara Ubaidullah tetap membantah.
Tiba-tiba salah seorang di antara sahabat Umar berkata, “Bagaimana bila engkau menjadikannya sebagai investasi modal wahai Umar?” Umar menjawab, “Ya. Aku jadikan itu sebagai investasi modal.
Umar segera mengambil modal beserta setengah keuntungannya, sementara Abdullah dan Ubaidullah mengambil setengah keuntungan sisanya.
Laporan hadis ini menunjukkan bahwa sistem penanaman modal sudah ada sejak zaman para sahabat. Oleh sebab itu para ulama sepakat bahwa transaksi untuk mengambil keuntungan dengan sistem bagi hasil di atas dihalalkan.
Hanya perlu menjadi catatan bahwa keuntungan investasi itu tidak diambil dari modal, tapi diambil dari keuntungan modal. Oleh sebab itu, jika persentase 5% itu diambil dari modal dan dijanjikan setiap bulan akan mendapatkannya, maka hukumnya haram tidak diperbolehkan. Sebab pemberian keuntungan di awal dan setiap bulan, tidak sesuai dengan sistem bagi hasil. Ada unsur ketidakpastian di sana. Bisa jadi pengelola akan untung banyak atau rugi banyak, tapi ia tetap harus bayar 5% ke pemilik modal. Ada unsur gambling dan ketidakpastian.
Adapun sistem bagi hasil yang sesuai dengan prinsip Islam adalah persentase itu diambil dari keuntungan berniaga. Maka tidak bisa ditentukan di awal. Ia hanya bisa ditentukan ketika sudah selesai berniaga. Dari keuntungan itu, baru dipersentase sesuai dengan kesepakatan di awal. Dan apabila terjadi kerugian, maka kedua belah pihak juga merasakan rugi, pemilik modal rugi harta, pengelola rugi tenaga. Semoga penjelasan ini bermanfaat. Walllahu a’lam.