KOTA MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto menggelar Pemeriksaan Setempat (PS) atas sejumlah obyek rumah dan sebuah SMK swasta di Perumnas Wates. Puluhan rumah yang masuk dalam area pengembang Perumnas Wates tersebut diklaim sebagai tanah cawisan Lingkungan Bancang, Kecamatan Magersari yang diduga telah dijual Pemkot setempat era Wali Kota Samioedin pada tahun 1981 silam.
Kasus dugaan penjualan tanah cawisan Lingkungan Bancang, Kelurahan Wates, tersebut kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto. Itu setelah tuntutan ganti rugi yang diajukan warga ke pemkot dan DPRD tak dipenuhi. PN sendiri berupaya empat kali menggelar mediasi namun kedua belah pihak yang berseteru gagal menemukan kata sepakat.
Baca Juga: Polemik Tanah Lapang di Prajurit Kulon Mojokerto
Dalam PS yang dipimpin Hakim Bambang Supriyono, warga menunjukkan empat sudut tanah yang disengketakan. "Titiknya di sini, kalau yang sebelah sudah masuk Lingkungan Karanglo," papar Kasdikin mantan Lurah setempat yang menjadi saksi kepemilikan tanah tersebut.
Saksi Budi juga dengan gamblang menunjukkan tanah warga. Sebab, warga memiliki bukti otentik kepemilikan berupa denah kretek desa.
Tergugat dalam hal ini pemkot yang diwakili Bagian Hukum hadir bersama Jaksa Negara dari Kejari setempat. Sempat terjadi perdebatan antara penggugat dan tergugat soal luas lahan yang disengketan. Pihak pemkot menyatakan jika luas lahan yang disengketakan seluas 8.100 meter. Namun pernyataan itu disangkal oleh saksi.
Baca Juga: Mediasi Perkara Jual Beli Tanah di Desa Bangun Belum Ada Titik Temu
"Tidak benar kalau luas lahan Bancang sama dengan Karanglo. Lihat denahnya, masak luas Karanglo sama dengan Bancang sama, padahal gambarnya jelas menunjukkan luas Bancang," sergah saksi Budi.
Atas perdebatan ini, Hakim Bambang menyatakan terjadi perbedaan kesaksian antara penggugat dan tergugat." Ada perbedaan versi ini. Karenanya sidang ini ditunda dan dilanjutkan Kamis 1 Pebruari mendatang, " tegasnya.
PS ini diikuti puluhan ahli waris tanah. Sekadar diketahui, sebanyak 36 ahli waris tanah ini menggugat Pemkot Mojokerto mengembalikan uang pelepasan tanah mereka sebesar Rp 16 miliar. Estimasinya, tanah seluas 16.000 m2 x harga Rp 1 juta/m2.
Baca Juga: Sengketa Tanah, Warga Pungging Mojokerto Laporkan Tetangga ke Polisi
Pihak pemkot melalui staf Bagian Hukum setempat menyatakan pihaknya belum menemukan keterkaitan adanya penerimaan uang pembayaran dari pihak Perumnas Wates selaku pembeli kepada pemda setempat. "Belum ada bukti yang mengarah pemkot menerima uang hasil penjualan tersebut. Kecuali pengakuan warga yang mengatakan penjualan tanah cawisan tersebut diterima oleh Wali Kota (Samioedin) kala itu," ungkap seorang staf Bagian Hukum
Apakah dengan demikian gugatan warga salah alamat? "Mungkin demikian, sebab warga dalam rapat hanya ditunjukkan kwitansi penjualan oleh Walikota. Lah uangnya dibawa siapa, kita tidak tahu," imbuhnya.
Sementara itu, Moch. Oshin penasehat hukum warga mengungkapkan pihaknya memperjuangkan warga untuk mendapatkan haknya atas penjualan tanah cawisan oleh pemda tahun 1981. Ia menyebutkan keanehan di balik kasus ini.
Baca Juga: Diduga Serobot Tanah Warganya, Mantan Kepala Desa Bangun Mojokerto Dilaporkan
"Ada kesan pemda menghilangkan dokumen penjualan dengan cara sistematis. Mereka tidak mempunyai satu dokumen pun," ujarnya.
Ibnu Sulkan dari pihak penggugat sekaligus koordinator warga menyatakan tidak ada istilah kadaluarsa dalam kasus ini. "Kita ngurus masalah ini sudah lama sejak 2005, bukan kadaluarsa. Dan kita menuntut ganti rugi atas penjualan tanah cawisan kita," tegasnya.
Ia mengungkapkan, ahli waris tidak pernah mendapatkan haknya pasca pembebasan lahan seluas 2 hektar untuk pembangunan Perumnas Wates tahun 1982. Tanah tersebut terbagi menjadi dua bagian. Masing-masing 1,6 hektar di Dusun Bancang dan 0,4 hektar di Dusun Karanglo.
Baca Juga: Diduga Serobot Tanah jadi Fasum, Pemdes Wonoploso Mojokerto Digugat Warganya
"Janji pemkot saat Wali Kota Moch. Samioedin untuk membayar ganti rugi tanah tersebut tidak pernah terealisasi sama sekali. Hanya ahli waris tanah cawisan Karanglo yang mendapatkan haknya. Itupun dibayar di era Wali Kota Abdul Gani pada tahun 2006 silam," ungkap Ibnu Sulkan.
Ibnu Sulkan mengatakan, di atas tanah mendiang kakek neneknya tersebut kini telah berdiri SMK Taman Siswa, balai RW dan rumah-rumah penduduk yang dibangun pihak pengembang. "Tanah kami telah dibebaskan secara tidak prosedural oleh pemkot dan tanpa disertai ganti rugi sama sekali. Padahal tanah itu kini telah berganti kepemilikan dan di atasnya berdiri SMK Taman Siswa, balai RW dan rumah-rumah warga," cetusnya. (gus/yep/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News