Teknologi Rorak, Cara Mudah dan Murah Mencegah Banjir

Teknologi Rorak, Cara Mudah dan Murah Mencegah Banjir Dirut YSII, Pitono memperlihatkan bentuk rorak. foto: Ahmad Fuad/ BANGSAONLINE

PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Aktivis Lingkungan dari Gerakan Rejoso menemukan teknologi yang sangat murah untuk mencegah banjir secara praktis. Temuan itu khususnya diperuntukkan bagi para petani yang biasanya punya keseharian di ladang.

Teknologi itu dalam istilah dinamakan “rorak” atau parit buntu. Yaitu dengan membuat kubangan tanah berbentuk kotak ukuran 50x50 cm dan kedalaman 40 cm. Selain bisa dimanfaatkan untuk menanam pohon, rorak bisa berfungsi menyerap banyak air.

Adalah Direktur Yayasan Social Investmen Indonesia (YSII) Pitono Nugroho yang mengungkapkan temuan tersebut. Menurut pitono, rorak bisa dibuat sebanyak mungkin. Misalnya, dalam luasan tanah 1 hektare bisa dibuat sekitar 200 rorak.

"Semakin banyak rorak yang dibuat, semakin banyak air yang diserap," jelas Pitono kepada BANGSAONLINE.com yang menemuinya di Dusun Wonorejo, Desa Tempuran, Pasuruan, Rabu (11/7).

Namun, Pitono menjelaskan bahwa tidak semua lahan atau lahan kosong bisa dibuat rorak. Lihat kondisinya juga, yang sekiranya daerah itu aman dari erosi banjir. "Dalam istilah kami adalah pertengahan antara daerah hulu dan hilir," ujarnya.

Kemudian Pitono menyimpulkan, setiap rorak yang dibuat dengan ukuran tersebut mampu menyerap air 20 liter. "20 kalau dikalikan 200 rorak, total air yang diserap 4 ribu liter. Itu per hektar, jika ribuan hektar terdapat banyak rorak semua, lumayan buat mencegah banjir. Belum lagi dari serapan pohon," ungkapnya.

Pitono juga menjelaskan daya serap pohon terhadap air yang berusia dua tahun seperti pohon durian, sukun, sirsak, dan sejenisnya, mencapai 1 liter. "Jika pohon tersebut berusia 10 tahun katakan lah, tiap pohon itu bisa menyerap 5 liter, kemudian dikalikan ratusan ribu atau bahkan jutaan pohon, insya allah banjir bisa terkurangi," ucap dia.

Dengan demikian, lanjut Pitono selaku mobilitator penggerak lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS Rejoso), dirinya berharap kepada pemerintah kabupaten Pasuruan supaya teknis tersebut bisa dikembangkan. "Kebetulan gerakan ini dirintis, dan teknis itu masih langka di wilayah Pasuruan," akuinya.

Untuk awal ini, gerakan membuat rorak tersebut berjalan di wilayah Tosari dan Pasrepan. Itu pun hanya desa tertentu yang dituju. Di samping itu, dia juga berharap kepada warga sekitar dan para penambang batu, supaya ikut serta menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar, agar tetap bisa terjaga keindahan alam dan keamanan lingkungan tersebut.

“Semua sudah mengetahui bahwa pohon dan bebatuan adalah penahan kekuatan dari macam bencana longsor, banjir bandang, dan lainnya. Jika hutanya gundul dan batunya habis, maka itu merupakan salah satu faktor terjadinya bencana alam,” pungkas Pitono. (afa/dur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Mahasiswa Indonesia Bekerja Part Time Sebagai Petani di Jepang, Viral Karena Gajinya, ini Kisahnya':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO