TASIKMALAYA, BANGSAONLINE.com - Dr. K.H. Asep Saifuddin Chalim, MA, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Surabaya dan Pacet Mojokerto, Jawa Timur mengaku setiap tahun mengirim 100 santri untuk belajar di luar negeri. Para santri itu dikirim ke perguruan tinggi di Timur Tengah dan Eropa seperti Mesir, Yaman, Maroko, Libanon, Jerman, Firlandia, Jepang, China, Malaysia, Taiwan dan sebagainya.
Tapi Kiai Asep enggan mengirim santri-santri Amanatul Ummah ke Makkah dan Madinah. Loh kenapa?
Baca Juga: Kampanye Akbar, Tak Banyak Pidato, Khofifah dan Gus Barra Sibuk Bagi Souvenir & Borong Kue Pengasong
"Takut jadi Wahabi," kata Kiai Asep Saifuddin Chalim saat menyampaikan sambutan pada acara Silaturahim Ketua Umum PP Pergunu Dr KH Asep Saifuddin Chalim dan Ketua Umum Muslimat NU Dra. Khofifah Indar Parawansa bersama para Kiai Muda se-Priangan Timur di Pondok Pesantren KH Zainul Musthofa Sukamanah Tasikmalaya Jawa Barat, Kamis malam (15/11/2018).
"Pesantren saya pesantren NU," tegas Kiai Asep yang dikenal sebagai ulama miliarder dan kaya raya tapi dermawan. Karena itu Kiai Asep yang mantan ketua PCNU Kota Surabaya itu enggan mengirim santri ke Makkah dan Madinah.
Kiai Asep justeru lebih suka mengirim santri-santrinya ke Eropa. "Semula saya juga enggan mengirim santri ke Eropa. Tapi gimana lagi. Kita harus mengambil kembali ilmu kita yang selama ini dikuasai orang-orang Eropa," tegas ayah 9 anak dari istri tercintanya Nyai Alif Fadhilah itu.
Baca Juga: Pesantren di Lereng Gunung, 624 Santrinya Lolos PTN dan di 11 Perguruan Tinggi AS, Eropa dan Timteng
Hanya saja Kiai Asep memberi syarat ketat terhadap santrinya yang belajar di Eropa. "Harus membuat surat perjanjian yang ditandatangani mereka. Di antaranya wajib salat 50 rakaat setiap hari. Jadi bukan salat 17 rakaat seperti biasanya. Tapi 50 rakaat," tegasnya. Rinciannya; 17 rakaat salat rawatib atau salat wajib 5 waktu. Selebihnya salat sunnah, baik salat sunnah rawatib maupun salat dluha dan salat malam.
Bukan hanya itu. Menurut Kiai Asep, para santrinya yang belajar di Eropa juga tidak boleh makan di restoran atau makan makanan yang tak jelas halal-haramnya. Makannya mereka harus masak sendiri.
"Roti pun mereka harus buat dan masak sendiri," katanya. Karena roti di Eropa, kata Kiai Asep, selalu ada unsur babi. Ia mengaku mendapat informasi dari dosen Institute Abdul Chalim bahwa roti di Eropa selalu mengandung unsur babi. Karena itu kewajiban masak sendiri bagi santri Amanatul Ummah yang dikirim belajar ke Eropa menjadi mutlak dan tak boleh ditawar.
Baca Juga: Aqiqah Cucu ke-20 Kiai Asep, Prof Ridwan Nasir Singgung Rabiah Al Adawiyah dan Khofifah
Kiai Asep memang sangat ketat soal halal-haram makanan yang dikonsumsi. Bangsaonline.com beberapa kali menyaksikan Kiai Asep batal makan di restoran karena meragukan halal-haramnya. Bahkan pernah Kiai Asep terlanjur pesan makanan dan dibayar di restoran tapi karena meragukan halal-haramnya, maka Kiai Asep langsung meninggalkan.
Karena itu mudah dipahami jika Kiai Asep sangat keras mendidik santri-santrinya dalam menjaga kehalalan makanannya. (tim/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News