GRESIK, BANGSAONLINE.com - Tata kelola bangunan cagar budaya di Kabupaten Gresik dinilai oleh DPRD setempat belum maksimal. Sebab, bangunan bernilai sejarah yang seharusnya bisa memberikan nilai tambah terhadap daerah, kurang terdengar moncer di daerah lain.
Hal tersebut diungkapkan anggota Fraksi Gerindra DPRD Gresik, Nasihan. Ia menyatakan bahwa sejatinya sejak tahun 2011 Pemkab Gresik memiliki peraturan daerah (Perda) Nomor 27 tahun 2011 tentang pelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
Baca Juga: Anggaran Kebudayaan di Disparekrafbudpora Gresik Rp75 Juta, DPRD Beri Kritikan Pedas
"Namun faktanya, perda tersebut masih menunjukkan adanya kekosongan subtansi pengaturan dalam norma-norma hukum perda. Jadi, sejauh ini masih belum ada pengaturan beberapa aspek dalam perda dimaksud," katanya.
Padahal, kata Nasihan, pemerintah di sejumlah daerah berlomba-lomba memanfaatkan aset yang dimiliki. Selain untuk menyuguhkan kazanah daerah, juga sebagai pendulang Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut Nasihan, hal itu disebabkan beberapa faktor. Di antaranya, masih perlunya penyelarasan terminologi yang digunakan dalam Perda Nomor 27 tahun 2011 dengan terminologi dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2010.
Baca Juga: Ketua Gerindra Gresik Disambati Perbaikan Bangunan di Makan Sunan Giri
Di Gresik sendiri banyak bertebaran banguan jagar budaya. Seperti yang berada di kawasan Gajah Mungkur Kelurahan Kebungson Kecamatan Gresik. "Hampir setiap hari ada wisatawan ke Gajah Mungkur. Tapi mereka parkirnya di sepanjang Jalan Basuki Rahmat, karena di sekitar wisata heritage tersebut tak ada areal parkir yang representatif," ujar Jhohan, warga setempat.
Sejumlah masyarakat juga mempertanyakan keseriusan Disbudpar dalam mengelola bangunan bersejarah yang akan dimasukkan situs cagar budaya. Kepada BANGSAONLINE.com, salah satu warga jalan Raden Santri Kecamatan Gresik yang memiliki bangunan tua dan dicatat sebagai cagar budaya mengaku bingung. Sebab, hingga saat ini bangunannya tidak diberikan kepastian, akan dibeli oleh Pemkab atau hanya sekadar diberi biaya untuk pemeliharaan, atau bahkan hanya dicatat saja.
"Terus untuk apa cuma dicatat sebagai cagar budaya? Sedangkan, bangunan tidak dibeli. Kan kita selaku pemilik rugi dong, tidak bisa renov atau untuk dialihkan jadi bangunan bisnis," kata ia, Selasa (18/12/18).
Baca Juga: Bangunan Landmark Gajah Mungkur Dinilai Hilangkan Filosofi Cagar Budaya
Namun, keterangan sumber tersebut masih belum dapat dipertanggungjawabkan karena dibutuhkan keterangan dari pihak Pemkab Gresik. Sampai berita ini ditulis, BANGSAONLINE.com belum mendapatkan keterangan dari Pemkab melalui Disbudpar.
Adapun beberapa bangunan tua di Gresik yang kini sudah banyak berubah bentuk fisik dan alih fungsi adalah bangunan tua di sepanjang Jalan Raden Santri dan Jalan Hos Cokroaminoto Kecamatan Gresik.
Rata-rata bangunan sudah dibongkar sebagian, kemudian didesain dengan bangunan minimalis modern, maupun dijadikan sarana bisnis seperti konter handphone, laptop, dan lainnya.
Baca Juga: Dewan Tuding Pemkab Gresik Tak Serius Rehab GNI
Sedikitnya hingga 2018, sudah ada 18 bangunan tua yang tengah diteliti oleh tim ahli. Dari jumlah tersebut, 13 bangunan tua di antaranya berada di komplek kampoeng kemasan Gajah Mungkur, dan 5 bangunan tua di tempat lain. (hud/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News