JAKARTA(BangsaOnline) Kelompok Kerja APBN Kantor Tim Transisi Presiden Terpilih Joko Widodo sedang merancang format subsidi Bahan Bakar Minyak yang tidak membebani keuangan negara. Pilihan sudah mengerucut pada dua opsi, antara pemberian subsidi tetap per liter atau ada pengurangan pos belanja melalui penaikan harga bertahap.
Anggota Pokja APBN Arif Budimanta menjelaskan, kajian mendalam diperlukan karena dua sistem subsidi itu tidak sempurna. Masing-masing tetap mempengaruhi inflasi, sehingga rentan menambah jumlah penduduk miskin.
Baca Juga: Rocky Gerung Ajak Pemuda di Surabaya Kritis Memilih Pemimpin
"Harus diukur presisi, terutama dari berapa kenaikan harga dan model subsidi itu. Apakah itu subsidi tetap, atau kenaikan secara gradual yang rendah, dan menimbulkan dampak inflasi yang rendah pula. Karena itu terkait kemiskinan yang akan timbul," ujarnya di Kantor Cemara, Jakarta, Rabu (24/9).
Subsidi tetap artinya dana dianggarkan dari APBN tidak terpengaruh konsumsi riil maupun harga minyak dunia. Ambil contoh, subsidi dipatok hanya Rp 2.000 per liter, maka harga jual BBM akan mengikuti bilamana muncul selisih dari harga minyak dunia. Sedangkan penaikan bertahap menyerupai langkah PT PLN menaikkan harga tarif dasar listrik sejak tahun lalu. Bisa per tiga bulan, atau lebih.
"Memang ada perhitungan kalau 1
kali naik (langsung tinggi) shock, setelah itu 2 tahun kemudian bisa lebih
tenang, kemudian fiscal space bisa lebih besar. Tapi mitigasi dampaknya juga
lebih besar, kemampuan kita menghadapi kenaikan bahan pangan harus disiapkan
sejak awal," ungkap Arif.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Wihana Kirana Jaya
yang berkunjung ke kantor Tim Transisi berharap bantuan langsung tunai tidak
dihapuskan. Dana itu tetap perlu diberikan kepada masyarakat paling miskin,
tapi diiringi penyaluran tepat sasaran. "Perlu ada pendataan, kelompok
masyarakat 1,2,3, mana yang perlu, mana yang tidak, ujarnya.
UGM telah menyusun sebuah bank data bernama Catching Up Index Sumber Daya
Manusia. Isinya adalah data riil jumlah penduduk miskin di Tanah Air. Wihana
mengaku pihaknya tidak keberatan, bila pemerintahan Jokowi hendak memakai data
mereka, buat menyalurkan dana kompensasi atas kenaikan harga BBM supaya lebih
terukur. Ini juga bisa dipakai untuk mendanai program pelatihan kemandirian
usaha pada masyarakat dari Sabang sampai Merauke.
"Jadi semua data bisa ada di situ. Dampak dari kenaikan harga BBM, berapa
uang harus dihimpun, mana yang harus dialihkan untuk kegiatan produktif. Jadi
makronya ada, mikronya ada, dan ekonomi kerakyatan kelihatan di situ,"
katanya.
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News