Rombongan Jin Baghdad Ngaji di Tebuireng, Hadratussyaikh Jadi Referensi Ulama Dunia

Rombongan Jin Baghdad Ngaji di Tebuireng, Hadratussyaikh Jadi Referensi Ulama Dunia KH. Abdul Qoyyum Mansur saat memberikan mauidhoh hasanah pada acara Wisuda Takhassus dan Bin Nadhor di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, Selasa malam (30/4/2019). foto: bangsaonline.com

JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang juga pendiri Pondok Pesantren Jombang Jawa Timur, merupakan ulama besar yang menjadi referensi ulama internasional. banyak mencetak ulama besar di Jawa dan Luar Jawa serta dikenal alim dan hafal ribuan hadits. juga dikenal sebagai ulama pengayom seluruh umat Islam dan tidak partisan.

Banyak santri dari berbagai penjuru nusantara dan dunia belajar mengaji kepada di . Bahkan santri tidak hanya terdiri dari unsur manusia, tapi juga makhluk halus yaitu jin. Karena itu Hasyim Asy’ari melarang santrinya di mengaji di bawah bedug masjid.

Baca Juga: Buka Klinik KI di Ponpes Tebuireng, Kemenkum Jatim: Pesantren Jadi Episentrum Karya dan Inovasi

“Kiai Hasyim pidato jangan ngaji di bawah bedug. Karena di bawah bedug itu ada rombongan jin dari Baghdad ikut mengaji,” kata KH Abdul Qoyyum Mansur saat menyampaikan Mauidhoh Hasanah pada acara Wisuda Takhassus dan Bin Nadhor Pondok Pesantren Jombang Jawa Timur, Selasa malam (30/4/2019).

“Jadi Kiai Hasyim itu maraji’ umat Islam dan ulama dunia,” kata Gus Qoyyum, panggilan KH. Abdul Qoyyum Mansur. Pengasuh Pondok Pesantren An-Nur Lasem Rembang Jawa Tengah itu menegaskan bahwa jin ngaji kepada Hasyim Asy’ari itu fakta. “Ya, ini beneran,” tegas Gus Qoyyum di depan para wisudawan dan wali santri yang hadir di halaman Pesantren pada malam itu.

Dari mana Gus Qoyyum dapat info itu? “Dari abah saya yang dulu mondok di . Kamar abah saya itu dekat bedug,” kata Gus Qoyyum. Ayah Gus Qoyyum adalah KH Mansur Kholil, pendiri Pondok Pesantren An-Nur Lasem Rembang Jawa Tengah yang kini diasuh Gus Qoyyum.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 81-82: Risiko Mempekerjakan Jin, Anda Mampu? Silakan

(Para santri dan pembina santri serta pengurus Pesantren yang berprestasi dapat penghargaan. foto: bangsaonline.com)

Berita santri dari unsur jin di memang populer. Bahkan santri jin di itu tidak hanya pada era kepemimpinan Hadrassyaikh Hasyim Asy’ari. Tapi juga saat diasuh KH Abdul Wahid Hasyim, putra sulung Hasyim Asy’ari, santri jin di juga banyak.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 81-82: Titanic dan Nelayan Desa

“Tempat santri jin itu dulu ada di kamar atas yang bawahnya ada jeding (kamar mandi) itu,” ungkap KH Sueb Hasy, alumnus Pesantren yang dikenal banyak memelihara jin di kawasan Pucang Adi Surabaya. Kamar yang dimaksud adalah kamar di bagian belakang sebelah kanan masjid yang kini bagian bawahnya jadi tempat wudlu berdekatan dengan kamar tamu.

“Kalau mereka (jin) ramai, Kiai Wahid Hasyim biasanya datang menyuruh mereka diam. Mereka langsung diam,” tambah Kiai Sueb Hasy.

Kiai A Wahid Hasyim selain dikenal sebagai salah satu pendiri Republik Indonesia juga dikenal sebagai ulama alim yang pernah menjadi penerus Hasyim Asy’ari dalam memimpin pengajian Hadits Shahihul Bukhari dan Muslim. Bahkan Kiai A Wahid Hasyim inilah yang jadi “asisten” Hasyim Asy’ari. “Kalau Kiai Hasyim ada acara, Kiai Abdul Wahid Hasyim yang mengganti ngaji Shahih Bukhari dan Muslim,” tutur Gus Qoyyum.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 81-82: Jin, Sang Pekerja Tambang

Menurut Gus Qoyyum, ada dua ulama yang selalu jadi asisten dalam pengajian Shahihul Bukhari dan Muslim. Yaitu Kiai A Wahid Hasyim, putranya sendiri. Satunya lagi, KH Idris Kamali, santri yang kemudian diambil menantu.

Kiai Idris Kamali, dikenal sebagai ulama alim dan zuhud. Ia banyak belajar di Makkah. Sepulang dari Makkah ia nyantri ke di .

Yang menarik, ia sangat disegani kaum jin. Bahkan di Pesantren Kempek Jawa Barat, tempat Kiai Idris Kamali berasal, jika ada ribut-ribut tentang jin, begitu disebut nama Kiai Idris Kamali, jinnya langsung kabur.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 81-82: Angin, Pesawat Pribadi Nabi Sulaiman, Pesan untuk Dunia Transportasi Udara

Kiai Idris Kamali ini menikah dengan Nyai Azzah, salah satu putri , dan dikarunai satu putra Gus Abdul Haq. Kiai Idris Kamali juga pernah menjadi penerus Hasyim Asy’ari dalam mimpin pengajian Shahihul Bukhari dan Muslim di .

Menurut Gus Qoyyum, abahnya yakni Kiai Mansur Kholil ngaji kitab Hadits Shahihul Buchari dan Muslim langsung kepada Hasyim Asy’ari. Kiai Mansur selalu menulis secara detail apa saja yang disampaikan oleh Hasyim Asy’ari dalam kitab Shahihul Buchari dan Muslim yang dikajinya. Bahkan mana hadist yang diajarkan dan mana yang diajarkan asistennya, yakni Kiai Abdul Wahid Hasyim dan Kiai Idris Kamali, diberi catatan.

Sehingga Gus Qoyyum bisa mengikuti semua catatan-catatan tentang pengajian yang diberikan langsung oleh Hasyim Asy’ari.

Baca Juga: Pujangga Sufi, Abu Nuwas Benci Perkara Haq, Suka Fitnah dan Ngaku Lebih Kaya dari Allah

Menurut Gus Qoyyum, Hasyim Asy’ari mengajar ngaji Shahihul Buchari dan Muslim secara rutin pada bulan Ramadlan. Dalam mengkaji hadits itu selalu mutobiqotul bab. Artinya, setiap mengkaji hadits selalu dijelentrehkan dengan kontek kekinian.

9 WALI NYANTRI DI TEBUIRENG

Gus Qoyyum juga menuturkan bahwa abahnya, Kiai Mansur Kholil, saat mondok di Pesantren satu kamar dengan 9 orang santri dari Banten. Nah, 9 santri ini aneh. Karena saat itu usia mereka sudah jauh lebih tua dari usia Hasyim Asy’ari. “Usia mereka sudah 80 tahunan,” kata Gus Qoyum mengutip penuturan abahnya.

Baca Juga: Tuntaskan Rangkaian Bedah Buku KHM Hasyim Asyari di Bandung, Khofifah: Ikhtiar Bangun Persatuan

Yang lebih aneh lagi, tutur Gus Qoyyum, selama bulan Ramadan mereka berpuasa tapi tak pernah sahur, tak pernah berbuka dan tak pernah tidur. Kiai Mansur Kholil, abah Kiai Qoyyum, akhirnya menyadari bahwa 9 santri itu bukan santri biasa tapi 9 wali yang nyantri ke KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Karena itu Kiai Mansur Kholil dan Kiai Qoyyum pun berkesimpulan bahwa Hasyim Asy’ari itu seorang auliya’ullah yang dijaga para wali.

Sementara KH. Lukman Hakim, Mudir Bidang Pondok Pesantren , saat sambutan menegaskan bahwa santri tidak hanya harus cerdas, pandai, dan alim tapi juga harus berahlaqul karimah. Karena itu, menurut dia, jika ada alumni terlibat sesuatu yang tidak terpuji seperti korupsi, maka dia bukan santri . Sanksi moral dengan cara tak diakui sebagai santri ini tentu beban moral luar biasa bagi alumni yang paham kultur . (EM Mas’ud Adnan)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO