Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
79. Wamina allayli fatahajjad bihi naafilatan laka ‘asaa an yab’atsaka rabbuka maqaaman mahmuudaan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.
TAFSIR AKTUAL
" ..naafilah lak". Jelas sekali, bahwa hukum shalat tahajjud adalah sunnah, sunnah yang sangat bermanfaat, sangat sarat hikmah dan faidah. Nafilah artinya tambahan, bonus, atau penghargaan. Bila ditamsilkan ke dunia perbankan, maka nafilah itu bagaikan tabungan sukarela. Sedangkan shalat fardlu yang lima waktu itu bagaikan tabungan wajib atau simpanan pokok.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Rekening yang saldonya pas-pasan sungguh kecil kemungkinannya mendapat hadiah dari Bank yang bersangkutan. Tidak sama dengan uang simpanan yang banyak, maka sangat berpeluang mendapatkannya. Untuk itu, nasabah serius dan cerdas pasti mengisi rekening sebanyak-banyaknya. Kebutuhan sehari-hari tetap dipenuhi, tetapi tetap dalam perhitungan dan hemat.
Timbal baliknya, bank pasti lebih menghargai nasabah aktif dari pada nasabah pasif. Bank juga pasti lebih mengapresiasi nasabah kelas kakap ketimbang yang kelas gurem. Lihat ketika nasabah mendapat undian besar, namanya langsung viral, bahkan bisa kaya mendadak. Yang biasanya naik kendaraan roda dua, dalam sekejap berubah pakai kendaraan roda empat.
Dalam mengukir prestasi ibadah dan amal kebajikan, mestinya orang beriman mencontoh nasabah cerdas ini. Ya, karena Tuhan akan lebih sayang dan lebih memperhatikan. Si nasabah itu mempunyai kesadaran penuh, bahwa sekadar punya simpanan wajib sungguh tidak punya arti yang signifikan dalam hal keuangan. Ya, sekadar menjadi nasabah saja. Paling-paling sekadar bergaya, karena menjadi nasabah bank ternama.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Untuk itu, nafilah ini sangat diminati dan sangat diburu oleh orang-orang shalih terdahulu dan Nabi Muhammad SAW adalah pelopornya. Hukum shalat tahajjud sudah jelas nafilah, sunnah. Tapi apakah berlaku juga bagi Nabi? Ulama' tidak dalam satu pendapat.
Pertama, bagi nabi Muhammd SAW, shalat tahajjud tetap berhukum sunnah seperti kesunnahannya bagi kita. Ayat studi tersebut (78) tegas menyatakan itu, " ..fatahajjad bih NAFILAH lak".
Argumen kedua adalah, bahwa dalam Hadits isra' wa mi'raj telah ditentukan, bahwa shalat fardlu bagi umat Muhammad adalah lima kali, "al-shalawat al-khams" yang mesti dikerjakan dalam sehari semalam. Tidak boleh ada shalat wajib tambahan lebih dari itu. Jika ada, maka itu namanya mengada-ada dalam syariat agama. Dan tentu dilarang.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Kedua, shalat tahajjud bagi umat islam berhukum sunnah, sedangkan khusus bagi nabi Muhammad SAW berhum fardlu atau wajib. Hal itu berdasar pernyataan beliau sendiri, bahwa: "ada tiga perkara yang berhukum wajib bagi pribadi saya, tetapi berhukum sunnah bagi ummatku, yaitu: qiyam al-lail (tahajjud), shalat witr, dan siwak".
Rupanya, para ulama lebih condong ke pendapat kedua. Hal demikian diperkuat oleh fakta sehari-hari ibadah Nabi, di mana beliau sama sekali tidak pernah sengaja meninggalkan bangun malam untuk shalat tahajjud. Ibu A'isyah RA menyatakan demikian. Saking seriusnya shalat malam, hingga kaki beliau terlihat sedikit membengkak. Muwadhabah, istiqamah, atau keselaluan Nabi menjaga tahajjud ini dipahami sebagai kewajiban khusus bagi beliau.
Tetapi kelompok pertama tetap menyangkal. Bahwa Nabi juga pernah tidak shalat tahajjud, yaitu ketika dalam ekspedisi peperangan dan bermalam di padang pasir. Nabi dan para sahabat bangun kesiangan dan shalat shubuh dikerjakan secara qadla' dan berjama'ah.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Dengan bangun kesiangan, jelas menunjukkan bahwa malam itu nabi terlelap tidur dan tidak bertahajjud. Tapi yang diqadla' hanya shalat shubuhnya saja. Tidak ada keterangan, bahwa nabi juga mengqadla' shalat malam yang ditinggalkan. Data ini menunjukkan bahwa shalat tahajjud berhukum sunnah bagi nabi.
Begini saja, bahwa hadis yang dipakai dalil pihak kedua di atas, baiknya dipahami sebagai hadis soal kesungguhan Nabi SAW mengamalkan tiga hal tersebut, hingga seperti kesungguhan nabi mengerjakan barang wajib. Dan itu dibuktikan sendiri oleh beliau.
Perkara sesekali Nabi SAW diduga pernah tidak tahajjud, hal itu bukan karena kesengajaan, melainkan karena kehendak Tuhan yang ingin memberi pelajaran kepada umat, tentang bagaimana aturan mengqadla' shalat. Sebab di sisi lain, Nabi SAW juga pernah mengqadla' shalat sunnah rawatib yang ditinggalkan karena sesuatu hal.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Meskipun saat di padang pasir tidak ada riwayat bahwa nabi SAW juga mengqadla' shalat tahajjud, tetapi itu tidak berarti menafikan secara total. Sungguh kita tidak tahu, apakah nabi juga mengqadla'nya di rumah secara diam-diam dan rahasia, seperti ketika nabi mengerjakan shalat tahajjud itu juga - biasanya - di dalam rumah dan secara rahasia.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News