>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, MA. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<
Pertanyaan:
Baca Juga: Saya Dilamar Laki-Laki yang Statusnya Pernah Adik, Keluarga Melarang, Bagaimana Kiai?
Beratnya Mahar Seperangkat Alat Salat
Assalamualaikum. Ustadz izin bertanya, jika saya tidak mau memberi mahar seperangkat alat salat, karena tanggung jawab yang cukup berat, dan jika tidak dijalankan mahar tersebut bagaimana? Sedangkan saya tidak mau memberi mahar seperangkat alat salat, tetapi calonnya meminta harus pakai mahar seperangkat alat salat. Apakah saya harus mengikuti permintaan calon istri saya dengan terpaksa? Atau saya harus mengikuti hati saya yang tidak memakai mahar seperangkat alat salat? Mohon jawabanya ustadz, terima kasih.
Waalaikumsalam. (Sopyan Firdaus <firdaussopyan1@gmail.com)
Baca Juga: Istri Tak Penuhi Kebutuhan Biologis, Saya Onani, Berdosakah Saya?
Jawab:
Akad pernikahan itu seperti akad jual beli, maka pembeli tidak boleh menentukan harga sendiri tanpa keridhaan dari sang penjual. Harga di sini ibarat (tapi tidak sama) mahar kalau dalam pernikahan. Mahar adalah hak wanita (calon istri) yang harus dipenuhi oleh sang calon suami. Jadi mahar adalah kewajiban calon suami. Hal ini sebagaimana firman Allah:
“Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. an-Nisa: 4)
Baca Juga: Rencana Nikah Tak Direstui karena Weton Wanita Lebih Besar dan Masih Satu Buyut
Dalam ayat di atas menjelaskan tentang kewajiban laki-laki membayar mahar dengan penuh kerelaan dan tidak boleh merasa terpaksa. Pada dasarnya ia sedang bertransaksi untuk mencapai kesepakatan bukan paksaan.
Pertanyaannya adalah siapa yang berhak menentukan mahar? Ada beberapa pandangan dalam masalah ini. Pertama, wanita atau calon istri itulah yang paling berhak menentukan jenis dan besarnya mahar. Pandangan ini didasarkan pada ayat di atas, karena dhamir (kata ganti) kata kerja (fi’il) itu kembali kepada para wanita, maka merekalah yang berhak menentukan. Dalil kedua adalah hadis Rasul yang beliau sabdakan:
“Di antara kebaikan wanita adalah mereka yang memudahkan maharnya dan memudahkan rahimnya.” (Hr. Ahmad : 23957). Maksud dari memudahkan adalah tidak menyulitkan maharnya yang bisa berarti tidak memahalkan dan memurahkannya.
Baca Juga: Hati-Hati! Seorang Ayah Tak Bisa Jadi Wali Nikah jika Anak Gadisnya Hasil Zina, Lahir di Luar Nikah
Kedua, orang tua wanita inilah yang paling berhak menentukan maharnya. Sebab wanita ini sebelum menikah adalah milik walinya, maka sang pemiliklah yang paling berhak menentukan jenis dan besaran mahar tersebut. Jika wanita itu sudah sepakat dengan mahar tertentu dan walinya belum, maka belum bisa disepakati, sebab wali masih menjadi sang pemilik, maka ia berhak menentukan.
Ketiga, kesepakatan masyarakat, bagi sebagian masyarakat mahar itu sudah diketahui secara adat, yang kemudian disebut dengan “mahar mistl”, mahar yang sudah disepakati pada umumnya oleh masyarakat di sana. Dan kesepakatan bersama ini jika diridhai oleh wali dan wanita tersebut, maka mahar itu menjadi boleh digunakan, baik jenis dan besarannya, seperti emas sekian gram atau uang sekian juta.
Namun, bagi masyarakat Indonesia, terutama di Jawa, hampir tidak ditemukan mahar misil itu. Yang ada kesepakatan adat adalah hantaran sebelum menikah dan saat menikah. Oleh sebab itu, sebaiknya Anda ikut dan nurut saja apa kemauan dari pihak calon istri, baik calon istri itu sendiri atau orang tua. Jika Anda diminta mahar seperangkat alat salat, maka wajib Anda tunaikan, jangan melanggar, atau lebih baik anda tidak menikahinya sama sekali. Hukum ini memang harus tegas disampaikan.
Baca Juga: Bagaimana Hukum Mintakan Ampun Dosa dan Nyekar Makam Orang Tua Non-Muslim?
Adapun kepercayaan kalau mahar ‘seperangkat alat shalat itu’ tanggung jawabnya besar dan kalau yang lain tidak, maka Anda pilih yang lain saja, itu adalah pandangan fiqih hoax. Tidak ada landasan dalil sama sekali. Mahar apapun yang Anda bayarkan, Anda tetap mendapatkan tanggung jawab dunia akhirat istri Anda itu, harus membahagiakan di dunia dan di akhirat.
Ya harus tetap shalat, baca Al-Quran dan semua kewajiban lainnya. Maka, pernikahan itu tidak dilihat maharnya, tapi dilihat akad perjanjian agung, perpindahan seorang wanita dari tanggung jawab orang tuanya menjadi tanggung jawab Anda. Maka itu inti dari pernikahan.
Saran saya, Anda mulai sekrang sudah harus memperbanyak menuntut ilmu agama dengan mengaji pada para kyai dan ustadz, sehingga terhindar dari pandangan-pandangan yang tidak benar tentang agama Islam. Wallahu a’lam.
Baca Juga: Menghafal Alquran, Hafal Bacaannya, Lupa Panjang Pendeknya, Bagaimana Kiai?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News