>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, M.A.. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<
Pertanyaan:
Baca Juga: Saya Dilamar Laki-Laki yang Statusnya Pernah Adik, Keluarga Melarang, Bagaimana Kiai?
Assalamualikum wr wb. Pak Kyai, saya ingin bertanya tentang penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati) yang ditimpakan Allah ke umat islam akhir zaman. 1. jika saya ambil sudut positifnya maka harusnya umat islam bersyukur, walaupun dengan kualitas yg demikian masih dianggap umat islam sama Nabi, bolehkah seperti itu? 2. apakah yang tidak diberi penyakit wahn sama Allah termasuk bukan umat islam ketika akhir zaman? 3. apakah makna cinta dunia itu dengan sudut pandang zuhud atau dengan sudut pandang bahwa bumi di akhir zaman penuh dengan sampah/radioaktif sehingga perlu dicintai? 4. apakah makna takut mati dengan sudut pandang kenekatan atau sudut pandang pertahanan (misal : nembak sambil sembunyi, perang pakai drone sambil sembunyi, perang sambil sembunyi di tank, dst)? Matur Nuwun, Wassalamualaikum wr wb. (Iwan Prasetyo, antarasni@gmail.com)
Jawaban:
Apa yang Saudara tanyakan itu sebagaimana hadis yang telah dilaporkan oleh Tsuaban bahwa Rasul pernah bersabda tentang prediksi (tanabu’at) kaum Muslim nanti di akhir zaman. Hadis itu berbunyi:
Baca Juga: Istri Tak Penuhi Kebutuhan Biologis, Saya Onani, Berdosakah Saya?
“Nanti, kalian semua hampir saja dikerumuni oleh beberapa bangsa dari segala penjuru, sebagaimana mereka seperti sedang berkumpul untuk menyantap makanan di atas sebuah nampan. Lalu seseorang bertanya: ‘Apa kami sedikit saat itu ya Rasul?’. Rasul menjawab: ‘Kalian pada saat itu banyak, hanya saja seperti buih di lautan, Allah akan menghilangkan rasa takut mereka (musuh) kepada kalian, dan kalian akan ditimpa penyakit wahn”. Seorang sahabat bertanya: ‘Apa itu wahn ya Rasul?, Rasul menjawab: ‘Terlalu cinta dunia dan terlalu takut mati’”. (Hr. Abu Daud: 4297)
Hadis ini oleh para ahli hadis diyakini sahih, sebab para rawinya tidak tergolong cacat dalam periwayatan hadis. Imam Ahmad juga meriwayatkan hadis ini dalam musnadnya (Hr. Ahmad: 5/278). Syaikh Albani –yang dianggap ketat dalam melihat hadis- juga memberikan komentar shahih.
Dari sisi konten, hadis ini termasuk prediksi-prediksi Rasul terhadap keadaan kaum Muslim di akhir zaman, bahwa kebanyakan kaum Muslim itu di akhir zaman akan ditimpa penyakit ‘wahn’, yaitu terlalu suka dunia dan terlalu khawatir mati. Kata ‘kalian’ pada hadis ini tidak berarti al-jami’ (semua), tapi berarti ‘sebagian besar dari kalian’. Maksudnya, tidak semua kaum Muslim itu tertimpa wahn, hanya sebagian saja, walaupun itu sebagian besar. Bukti kedua adalah kata ‘yusyiku’ (hampir), itu menunjukkan kaum Muslim hampir saja dikeroyok, tapi masih ada yang sadar dan baik, maka tidak sampai jadi dikeroyok. Itu bahasa mudah pemahaman kita sehari-hari.
Baca Juga: Rencana Nikah Tak Direstui karena Weton Wanita Lebih Besar dan Masih Satu Buyut
Kata ‘wahn’ secara bahasa itu juga berarti lemah. Dalam dunia kedokteran ‘al-wahn al-adhali’ itu berati lemah urat. Dalam deskripsi psikologi orang terkena wahn adalah orang-orang yang tidak bisa tegas dalam kehidupannya atau tidak punya pendirian. Mereka juga disebut terserang penyakit wahn, tidak tegas dalam bersikap. Hanya saja wahn di sini dalam konteks agama yang bermakna terlalu cinta dunia dan terlalu khawatir mati.
Cinta dunia tidak menjadi tercela jika dunia itu digunakan sebagai amal dan lahan mencari pahala. Dua orang yang boleh diiri dan diikuti, yaitu (1) orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya serta mengajarkannya. Artinya ilmunya itu bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. (2) orang yang memiliki harta dan ia dapat menginfakkan hartanya di jalan Allah. Artinya juga bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Maka, cinta dunia sekadarnya dan membela dunia yang menjadi milik kita itu boleh dan dibela oleh hukum fiqih dalam syariat Islam.
Yang tidak boleh adalah ia terlalu cinta dunia, ia menganggap dunia (termasuk harta, anak, keluarga, jabatan, dan karir) inilah yang menyelamatkan dan membuat dia bahagia. Padahal hakikatnya semua itu adalah perantara untuk bisa digunakan beramal.
Baca Juga: Hati-Hati! Seorang Ayah Tak Bisa Jadi Wali Nikah jika Anak Gadisnya Hasil Zina, Lahir di Luar Nikah
Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia. Zuhud itu boleh memiliki dunia (harta) yang banyak, pangkat yang tinggi, tetapi hatinya tidak bergantung kepada itu semua, tapi bergantung kepada Allah. Ia meyakini bahwa semua itu datangnya dari Allah. Dan sikap zuhud itu memang ya harus punya harta, kalau tidak punya harta ia akan zuhud dari apa, kan tidak punya harta. Harta yang menempel di badan juga bisa digunakan untuk bersikap zuhud.
Biasanya orang yang terlalu cinta dunia ini selalu diiringi dengan sangat takut mati. Sebab ia masih berkeyakinan bahwa keberhasilannya adalah atas dasar usahanya sendiri, bukan karena rahmat (kasih sayang) Allah.
Maka, menjawab pertanyaan Saudara yang pertama, iya benar kaum Muslim harus tetap bersyukur dan bersabar dalam menjalani segala kehidupannya. Jika ia mendapatkan kebaikan bersyukur, jika ia mendapatkan ujian ia bersabar. Selama ia bersyahadat dan tidak murtad (keluar dari Islam) ia tetap umat Rasul, walaupun banyak maksiatnya.
Baca Juga: Bagaimana Hukum Mintakan Ampun Dosa dan Nyekar Makam Orang Tua Non-Muslim?
Kedua, tidak semua kaum Muslim terkena penyakit wahn, hanya sebagian saja. Tanda dia masih umat Rasul adalah bersyahadat dan tidak murtad.
Ketiga, arti dari cinta dunia adalah terlalu mengandalkan dunia; harta, keluarga, anak, pangkat, karir, jabatan, dan lainnya dalam kehidupannya. Sejatinya manusia hanya berusaha, Allah-lah yang menentukan. Adapun dunia di akhir zaman itu rusak dan banyak yang kotor itu dalam bahasa Al-quran disebut dengan al-fasad (kerusakan), yang itu memiliki pembahasannya sendiri, bukan itu yang dimaksud.
Keempat, yang dimaksud terlalu takut mati adalah sangat takut, karena dia akan meninggalkan dunia yang telah dikumpulkannya, meninggalkan karir yang telah dirintisnya. Adapun nekat tanpa perhitungan itu di dalam Islam dianggap bunuh diri. Andaikan kita dalam kondisi berperang pun harus ada perencanaan yang baik dan matang agar kita menang. Kok masih terbunuh juga, itulah yang dinamakan mati syahid. Mempertahankan diri tetap hidup itu yang benar. Kita harus takut mati, agar tetap bisa beribadah dan berjuang. Yang tidak boleh adalah terlalu takut mati. Semoga jawaban sedikit ini bisa memberikan pencerahan. Amin. Wallahu a’lam.
Baca Juga: Menghafal Alquran, Hafal Bacaannya, Lupa Panjang Pendeknya, Bagaimana Kiai?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News