>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, M.A.. Kirim WA ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<
Pertanyaan
Baca Juga: Saya Dilamar Laki-Laki yang Statusnya Pernah Adik, Keluarga Melarang, Bagaimana Kiai?
Assalamualaikum ustad, saya mau bertanya tentang pernikahan. Jadi gini Ustad, kakak perempuan saya sudah menikah dengan laki-laki (duda) yang mempunyai anak perempuan, Jikalau saya menikahi anaknya gimana hukumnya? Terima kasih. haryadibudi4 haryadibudi4@gmail.com.
Jawaban:
Yang harus menjadi barometer dalam bolehnya saling menikah adalah tidak adanya unsur mahram antara laki-laki dan perempuan itu. Jika ada hubungan mahram, maka haram hukumnya mereka menikah. Jika tidak ada hubungan mahram (secara agama) -walaupun adat menganggapnya masih keluarga-, maka boleh menikah di antara mereka. Hal ini agar menjadi rujukan dalam masalah pernikahan.
Baca Juga: Istri Tak Penuhi Kebutuhan Biologis, Saya Onani, Berdosakah Saya?
Nah, mahram itu apa? Mahram adalah hubungan keluarga dekat yang tidak sah saling menikah dan tidak membatalkan wudhu jika bersentuhan kulit. Ketentuan mahram ini sudah termaktub di dalam Alquran. Allah berfirman tentang siapa saja yang mahram bagi kita :
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu kumpuli, tetapi jika kamu belum menggauli istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. An-Nisa : 23)
Hubungan keluarga di atas itulah yang disebut dengan mahram, yang tidak sah jika saling menikah di antara mereka. Maka, berdasarkan ayat di atas juga, para ulama membagi mahram ini menjadi tiga macam; Pertama, Mahram karena nasab atau keturunan. Mereka adalah (1) Ibu kandung, (2) anak perempuan kandung, (3) saudara wanita kandung, (4) bibi dari ayah, (5) bibi dari ibu, (6) keponakan wanita dari saudara laki-laki, dan (7) keponakan wanita dari saudara wanita. Dan juga maksud dari kata “ibu” pada ayat di atas ialah ibu, nenek, dan seterusnya ke atas. Demikian juga yang dimaksud dengan “anak” perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan, dan seterusnya ke bawah.
Baca Juga: Rencana Nikah Tak Direstui karena Weton Wanita Lebih Besar dan Masih Satu Buyut
Kedua, Mahram karena pernikahan. Mereka adalah (1) mertua wanita, (2) anak tiri wanita (anak dari istri), (3) menantu perempuan, (4) ibu tiri, dan (5) saudara ipar wanita. Hanya saja khusus untuk saudara ipar yang wanita tidak menjadi mahram selamanya. Suatu saat bisa hilang kemahramannya jika si pria sudah tidak menjadi suami saudaranya itu, karena cerai atau meninggal. Demikian juga bibi dari istri, sama hukumnya dengan saudara ipar.
Ketiga, Mahram karena penyusuan. Artinya menyusu pada ibu yang sama akan menjadi mahram sepersusuan walaupun dilahirkan dari ibu yang berbeda. Mereka adalah (1) ibu yang menyusui dan (2) saudara wanita sepersusuan.
Di luar itu semua yang tidak disebutkan pada ayat di atas halal untuk dinikah, alias boleh untuk dinikah. Maka, keponakan dari jalur anak bawaan suami kakak perempuan itu bukan mahram, hubungan kekerabatannya tidak ada dalam agama Islam. Hakikatnya dia adalah orang luar, anak dari suami kakak perempuan ketika masih belum menikah dengannya. Nah, itu bukan keluarga.
Baca Juga: Hati-Hati! Seorang Ayah Tak Bisa Jadi Wali Nikah jika Anak Gadisnya Hasil Zina, Lahir di Luar Nikah
Bahkan, saudara tiri (contoh laki-laki bawaan ibu, perempuan bawaan ayah) itu pun bukan mahram dan boleh saling menikah, sebab hakikatnya ia adalah bukan saudara. (al-Bujairami, 4:174). Poin penting yang juga jadi perhatian dari penjelasan ini adalah bahwa saudara tiri, keponakan tiri, itu bukan mahram. Artinya jika bersentuhan tangan itu membatalkan wudhu, saling ngobrol berduaan (khalwat) juga dilarang, keluar hanya berduaan tanpa ada mahram lain juga dilarang. Di lain sisi mereka boleh menikah, karena bukan termasuk kerabat kekeluargaan. Wallahu a’lam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News