PONOROGO, BANGSAONLINE.com - PDI Perjuangan Ponorogo terus mengkritisi kebijakan utang Pemkab Ponorogo Rp 200 miliar ke PT. Sarana Multi Insfrastruktur (SMI). Bahkan DPC PDI Perjuangan Kabupaten Ponorogo melayangkan surat ke PT SMI dengan tembusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Ketua DPR RI, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sabtu (10/10/2020).
Bambang Juwono, Ketua DPC PDI Perjuangan Ponorogo mengatakan bahwa hari ini DPC PDI Perjuangan Kabupaten Ponorogo berkirim surat ke PT SMI. Hal ini dilakukan karena melihat ada potensi penggunaan anggaran ini untuk kepentingan kampanye petahana.
Baca Juga: Tingkatkan Kepesertaan JKN, BPJS Kesehatan Gelar Kegiatan di Ponorogo
Dalam surat bernomor 35/ELK/DPC/ X/2020 tersebut, DPC PDI Perjuangan memohon ada evaluasi terkait pinjaman daerah kepada Pemerintah Kabupaten Ponorogo senilai Rp 200 miliar tersebut kepada PT SMI. Hal ini dikarenakan saat ini di Ponorogo berlangsung proses demokrasi. Yakni pemilihan bupati dan wakil bupati.
"Timingnya tidak pas. Seolah pinjaman ini dipaksakan. Dan kami menduga dana utangan tersebut akan dipergunakan untuk kepentinyan kampanye petahana," tegas Logos, panggilan akrab anggota DPRD Provinsi Jawa Timur ini.
Menurut Logos, sebagai partai pendukung pemerintahan Joko Widodo, PDI Perjuangan mendukung penuh kebijakan pemerintah pusat. Termasuk kebijakan penanganan pandemi Covid-19 lewat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Namun, kebijakan tersebut harusnya benar-benar dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Bukan sebagai alat politik petahana untuk memenangkan kontestasi pilkada di Ponorogo.
Baca Juga: Futsal, Puncak Lomba SMAN 3 Ponorogo Dibuka Bupati Sugiri Sancoko
"Sepertinya program utang ini dipaksakan. Buktinya dilakukan saat Ponorogo menggelar hajatan Pilkada. Dengan segala cara, trik, maupun intrik dihalalkan. Dan ini tidak benar menurut kami," paparnya.
Logos menilai, petahana melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 khususnya pasal 71 ayat 3. Di mana di pasal tersebut petahana dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang merugikan salah satu paslon enam bulan sebelum masa penetapan.
'’Lah ini kok justru mengambil kewenangan berutang. Utang itu dijadikan program dan kegiatan. Jelas sekali UU Nomor 10 Tahun 2016 dilabrak petahana. Dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal," paparnya.
Baca Juga: Relokasi Dampak Tanah Gerak di Ponorogo, Gubernur Khofifah Resmikan 56 Huntara
Di samping itu dalam APBD Perubahan tahun 2020, setelah dievaluasi oleh Gubernur Jawa Timur, angka Rp 200 miliar tersebut tidak tercantum di dalamnya. Ini semakin menambah kecurigaan kalau uang utangan dari PT SMI tersebut akan dipergunakan untuk hal yang tidak benar.
Ia berharap kebijakan utang tersebut setidaknya dipending terlebih dahulu hingga selesainya kontestasi pilkada di Ponorogo. "Ini (kebijakan berutang) jelas berbahaya sekali. Apalagi saat ini telah beredar di sistem LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) proyek-proyek yang dilelang menggunakan anggaran utang tersebut. Dana belum ada kok sudah dilelang. Ada apa ini?," tegasnya.
Di laman LPSE tersebut ada setidaknya 10 paket proyek yang nilainya beragam. Mulai dari yang terkecil Rp 2,3 miliar hingga yang terbesar Rp 30,1 miliar. Dengan tenggang waktu terakhir pendaftaran 14 Oktober 2020.
Baca Juga: Gubernur Khofifah Apresiasi Kirab Budaya Grebeg Tutup Suro di Ponorogo
"Dan semuanya itu harus selesai Desember 2020. Kan ini jelas mencurigakan, proyek-proyek tersebut seakan dipaksakan dengan berutang ke PT SMI," pungkasnya.(nov)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News